Dinamika Musik Indie di Bali, Bergerak Melalui Ruang Musik
DENPASAR, NusaBali
Di kalangan pecinta musik, istilah musik indie tak lagi asing. Musik indie sendiri merujuk pada musik yang diproduksi secara independen dengan genre musik yang beragam.
Tak terkecuali di Bali, musik indie pun kini mulai populer. Dari segi musik atau karya-karya yang bermunculan, kini perkembangan musik indie di Bali telah cukup bagus dengan karya-karya yang juga memberikan angin segar. Sebut saja, kini beberapa grup indie yang telah menunjukan eksistensinya, yaitu Soulfood, Manja, Soul and Kith yang bernaung di label Pohon Tua Creatorium (PTC). Ada juga Ikhsan Skuter dan Coconightman.
Di satu sisi, perkembangan musik indie sendiri juga tidak lepas dari sosial media yang membuat musik ini terbuka bagi semua orang. Hal ini diungkapkan oleh Mula Tua Rambe, seorang pelaku skena musik indie yang tergabung dalam ruang musik indie SOB (SoulOfBreak).
“Tapi kalo dari pergerakan, menurut aku skenanya harus diperluas, kita nggak bisa sendiri-sendiri, harus bisa saling support. Tidak harus sesama genre, cross genre juga harus bisa,” ungkap Mula Tua Rambe, Rabu (30/12).
Khusus terhadap perkembangan musik indie di Bali, Mula menilai, perlu adanya trigger atau pemicu agar ada pergerakan yang besar dan melibatkan banyak pihak. “Era digital sangat membantu ya, tapi kita nggak bisa ninggalin juga cara-cara konvensional di mana dulu indie tahun 90an pasti bikin showcase dan tour,” lanjutnya.
Kendati dengan adanya media sosial dan platform-platform musik yang memudahkan musisi untuk meluncurkan karyanya, namun peluangnya musik indie di kalangan para pendengar musik menemui sejumlah tantangan. Platform mendengarkan musik membuat pendengar bebas memilih apa yang ingin didengar, berbeda dengan dulu ketika musik diprogram melalui acara radio dan tv. Maka dari itu, musisi diharapkan untuk melek teknologi.
“Pasar musik udah nggak kayak dulu lagi. Menurutku ya, sekarang ini segmentasinya kerasa banget, jadi teman-teman indie harus bisa mengelola fanbasenya masing masing. Kita nggak bisa lagi memasarkan karya kita untuk masyarakat luas, walaupun kesempatan itu masih ada. Yang harus dibentuk adalah ruangan-ruangan masing-masing, itu menurutku yang harus dikelola,” paparnya.
Seiring dengan perkembangan tersebut maka ruang-ruang musik indie pun memiliki peranannya tersendiri. Ruang musik seperi SOB memiliki peran sebagai data base, untuk pemetaan atau maping musisi-musisi yang ada saat ini khususnya di Bali, sekaligus juga memiliki peran sebagai wadah apresiasi para musisi indie dengan sederet program, seperti showcase, festival, program amal, hingga teater.
“Tapi kalau saya pribadi sih targetnya harus lebih dari itu, yang paling penting adalah membentuk jaringan yang lebih luas. Nggak cuman di Bali aja, kalau bisa Indonesia, mungkin juga sampe luar negeri dan menurutku kesempatan ke sana sangat besar,” tutup pria yang telah bergabung di SOB sejak 2015 ini.*cr74
Di satu sisi, perkembangan musik indie sendiri juga tidak lepas dari sosial media yang membuat musik ini terbuka bagi semua orang. Hal ini diungkapkan oleh Mula Tua Rambe, seorang pelaku skena musik indie yang tergabung dalam ruang musik indie SOB (SoulOfBreak).
“Tapi kalo dari pergerakan, menurut aku skenanya harus diperluas, kita nggak bisa sendiri-sendiri, harus bisa saling support. Tidak harus sesama genre, cross genre juga harus bisa,” ungkap Mula Tua Rambe, Rabu (30/12).
Khusus terhadap perkembangan musik indie di Bali, Mula menilai, perlu adanya trigger atau pemicu agar ada pergerakan yang besar dan melibatkan banyak pihak. “Era digital sangat membantu ya, tapi kita nggak bisa ninggalin juga cara-cara konvensional di mana dulu indie tahun 90an pasti bikin showcase dan tour,” lanjutnya.
Kendati dengan adanya media sosial dan platform-platform musik yang memudahkan musisi untuk meluncurkan karyanya, namun peluangnya musik indie di kalangan para pendengar musik menemui sejumlah tantangan. Platform mendengarkan musik membuat pendengar bebas memilih apa yang ingin didengar, berbeda dengan dulu ketika musik diprogram melalui acara radio dan tv. Maka dari itu, musisi diharapkan untuk melek teknologi.
“Pasar musik udah nggak kayak dulu lagi. Menurutku ya, sekarang ini segmentasinya kerasa banget, jadi teman-teman indie harus bisa mengelola fanbasenya masing masing. Kita nggak bisa lagi memasarkan karya kita untuk masyarakat luas, walaupun kesempatan itu masih ada. Yang harus dibentuk adalah ruangan-ruangan masing-masing, itu menurutku yang harus dikelola,” paparnya.
Seiring dengan perkembangan tersebut maka ruang-ruang musik indie pun memiliki peranannya tersendiri. Ruang musik seperi SOB memiliki peran sebagai data base, untuk pemetaan atau maping musisi-musisi yang ada saat ini khususnya di Bali, sekaligus juga memiliki peran sebagai wadah apresiasi para musisi indie dengan sederet program, seperti showcase, festival, program amal, hingga teater.
“Tapi kalau saya pribadi sih targetnya harus lebih dari itu, yang paling penting adalah membentuk jaringan yang lebih luas. Nggak cuman di Bali aja, kalau bisa Indonesia, mungkin juga sampe luar negeri dan menurutku kesempatan ke sana sangat besar,” tutup pria yang telah bergabung di SOB sejak 2015 ini.*cr74
Komentar