LPMP Bali Dampingi Seratusan Sekolah Terapkan PJJ pada Masa Pandemi
SINGARAJA, NusaBali
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Bali pada masa pandemi Covid-19 melakukan pendampingan terhadap 186 SD dan SMP se-Bali. Sebanyak 41 sekolah di antaranya ada di Buleleng.
Pendampingan ini diberikan untuk menjamin sekolah dapat menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada masa pandemi ini. Hal itu disampaikan Kepala LPMP Bali Made Alit Dwitama saat melakukan pendampingan pada Disdikpora Buleleng untuk tetap memperkuat mutu pendidikan. “Pendampingan pada sekolah itu untuk menjamin sekolah dapat melakukan PJJ pada masa pandemi ini. Apa kelemahannya kita dampingi, kirimkan instrumen daring. Intinya guru mampu mengajar jarak jauh dan mengawal mutu pendidikan dengan baik. Poin apa dan kompetensi apa yang diajarkan, itu penekanannya,” kata Alit Dwitama di Singaraja, Senin (4/1).
Dia menyebutkan, yang kadang belum dipahami guru di lapangan, pembelajaran daring dengan mengajar tatap muka memang sangat berbeda. Utamanya pada penyampaian materi ajar oleh guru yang sangat terbatas lewat daring. Sehingga guru harus berinovasi untuk menentukan poin kompetensi yang harus terserap penuh oleh siswa. “Harus ada prioritas kompetensi yang disampaikan, sehingga penyerapan dan standar kompetensi dasar dapat dipahami siswa,” ujar Alit Dwitama.
Pembelajaran jarak jauh di masing-masing daerah pun tak dipungkiri olehnya akan berbeda sesuai dengan situasi daerah. Seperti halnya Kabupaten Buleleng dengan topografi berbukit. “Kalau PJJ dengan luring home visit oleh guru bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi, tetapi kalau di Denpasar dan dataran rendah yang heterogen, tidak efektif sehingga inovasi guru juga diperlukan untuk tetap menjaga mutu pendidikan,” imbuh Alit Dwitama.
Sementara tantangan pembelajaran pada masa pandemi, LPMP sudah menyiapkan sejumlah program penguatan untuk guru. Namun Alit Dwitama mengklaim kualitas pendidikan di Buleleng sesuai dengan rapor mutu sekolah yang dinilai setiap tahunnya sudah cukup bagus. Bahkan dari nilai maksimal 7 dari 8 standar yang diukur, pada 2019 mencapai nilai 6,7. Nilai itu jauh meningkat jika dibandingkan rapor mutu sekolah tahun 2016 yang hanya 4,6. “Memang ada kelemahan di standar sarpras (sarana dan prasarana), pendidik dan tenaga kependidikan, karena guru memang masih kurang. Ini terjadi secara nasional. Hal ini memang sedikit mempengaruhi mutu sekolah, tetapi secara rata-rata peningkatannya cukup bagus dari 4,6 menjadi 6,7,” tutur Alit Dwitama. *k23
Komentar