GIPI Bali Berharap Soft Loan Segera 'Cair'
Dana pinjaman yang dibutuhkan untuk industri pariwisata sebesar Rp 9,6 triliun
DENPASAR, NusaBali
Bali Tourism Board (BTB) atau Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali berharap pinjaman lunak oleh Pemerintah Pusat kepada industri pariwisata Bali segera bisa direalisasikan. Karena soft loan atau pinjaman lunak, salah satu formula -selain vaksin, diharap bisa memulihkan pariwisata Bali.
Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana atau Gus Agung, mengatakan hal itu Selasa (5/1).
Pinjaman lunak tersebut jelas sangat dibutuhkan pengusaha pariwisata Bali dan usaha pendukung lainnya. Mengingat kondisi dunia usaha saat ini tengah terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Untuk di GIPI Bali, selain hotel dan restoran, masih ada usaha-usaha atau asosiasi lain terdampak pandemi Covid-19.
Biro perjalanan wisata, wisata tirta sampai dengan asosiasi pusat perbelanjaan. Total ada 10 asosiasi yang bernaung dib awah GIPI yang membutuhkan pinjaman lunak tersebut.
Namun yang membutuhkan terbesar, lanjut Gus Agung memang usaha hotel dan restoran. “Mungkin kebutuhannya Rp 1,5 triliun,” ujar pengusaha pariwisata asal Sanur, Denpasar. Sementara berdasarkan perhitungan, total soft loan yang dibutuhkan sekitar Rp 9,6 triliun. “Pembahasan segera dilakukan untuk itu,” ujarnya.
Terpisah Ketua BPC Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung I Gusti Ngurah Agung Rai Suryawijaya atau Rai Suryawijaya menyatakan hal senada. Pinjaman lunak jelas sangat dibutuhkan mengingat dampak pandemi Covid-19.
Dikatakan pinjaman tersebut, untuk sedikit menanggulangi situasi sambil menunggu pariwisata membaik. “Jika tidak ada soft loan, kondisi makin berat,” ujar tokoh pariwisata asal Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung.
Mengapa kondisi parah ? Karena sudah hampir 10 bulan pariwisata Bali nyaris tidak ada pergerakan. Kecuali pada saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) lalu, ada sedikit peningkatan kunjungan wisatawan domestik atau wisatawan nusantara (wisnus).
Kalaupun pinjaman lunak tersebut disetujui, Rai Suryawijaya memperkirakan baru akan bisa direalisasikan pasca penetapan APBN. Hal tersebut berkaitan dengan pembahasan APBN 2021. “Kira-kira kemungkinan pada bulan April nanti,” lanjutnya.
Sebelumnya masalah usulan pinjaman lunak kepada pelaku/industi pariwisata terungkap dalam dialog antara Menparekraf Sandiaga Uno dengan pengusaha pariwisata dan pelaku ekonomi kreatif di The Royal Santrian Resort, Tanjung Benoa, Nusa Dua, Minggu (27/12 -2020).
Dikatakan berdasarkan diskusi dengan Gubernur I Wayan Koster, Wagub Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace dan stakeholder terkait, ada permintaan agar Menparekraf memfasilitasi permintaan bantuan lunak kepada pemerintah, untuk membantu industri pariwisata Bali.
Hasil pertemuan tersebut menyimpulkan soft loan yang dibutuhkan Rp 9,9 triliun. Pinjaman lunak tersebut diluar usulan perluasan pemberian dana hibah. Bukan saja kepada hotel dan restoran, tetapi juga usaha wisata lain yang tidak bisa berkelit, karena dampak pandemi Covid-19. *K17
Bali Tourism Board (BTB) atau Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali berharap pinjaman lunak oleh Pemerintah Pusat kepada industri pariwisata Bali segera bisa direalisasikan. Karena soft loan atau pinjaman lunak, salah satu formula -selain vaksin, diharap bisa memulihkan pariwisata Bali.
Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana atau Gus Agung, mengatakan hal itu Selasa (5/1).
Pinjaman lunak tersebut jelas sangat dibutuhkan pengusaha pariwisata Bali dan usaha pendukung lainnya. Mengingat kondisi dunia usaha saat ini tengah terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Untuk di GIPI Bali, selain hotel dan restoran, masih ada usaha-usaha atau asosiasi lain terdampak pandemi Covid-19.
Biro perjalanan wisata, wisata tirta sampai dengan asosiasi pusat perbelanjaan. Total ada 10 asosiasi yang bernaung dib awah GIPI yang membutuhkan pinjaman lunak tersebut.
Namun yang membutuhkan terbesar, lanjut Gus Agung memang usaha hotel dan restoran. “Mungkin kebutuhannya Rp 1,5 triliun,” ujar pengusaha pariwisata asal Sanur, Denpasar. Sementara berdasarkan perhitungan, total soft loan yang dibutuhkan sekitar Rp 9,6 triliun. “Pembahasan segera dilakukan untuk itu,” ujarnya.
Terpisah Ketua BPC Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung I Gusti Ngurah Agung Rai Suryawijaya atau Rai Suryawijaya menyatakan hal senada. Pinjaman lunak jelas sangat dibutuhkan mengingat dampak pandemi Covid-19.
Dikatakan pinjaman tersebut, untuk sedikit menanggulangi situasi sambil menunggu pariwisata membaik. “Jika tidak ada soft loan, kondisi makin berat,” ujar tokoh pariwisata asal Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung.
Mengapa kondisi parah ? Karena sudah hampir 10 bulan pariwisata Bali nyaris tidak ada pergerakan. Kecuali pada saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) lalu, ada sedikit peningkatan kunjungan wisatawan domestik atau wisatawan nusantara (wisnus).
Kalaupun pinjaman lunak tersebut disetujui, Rai Suryawijaya memperkirakan baru akan bisa direalisasikan pasca penetapan APBN. Hal tersebut berkaitan dengan pembahasan APBN 2021. “Kira-kira kemungkinan pada bulan April nanti,” lanjutnya.
Sebelumnya masalah usulan pinjaman lunak kepada pelaku/industi pariwisata terungkap dalam dialog antara Menparekraf Sandiaga Uno dengan pengusaha pariwisata dan pelaku ekonomi kreatif di The Royal Santrian Resort, Tanjung Benoa, Nusa Dua, Minggu (27/12 -2020).
Dikatakan berdasarkan diskusi dengan Gubernur I Wayan Koster, Wagub Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace dan stakeholder terkait, ada permintaan agar Menparekraf memfasilitasi permintaan bantuan lunak kepada pemerintah, untuk membantu industri pariwisata Bali.
Hasil pertemuan tersebut menyimpulkan soft loan yang dibutuhkan Rp 9,9 triliun. Pinjaman lunak tersebut diluar usulan perluasan pemberian dana hibah. Bukan saja kepada hotel dan restoran, tetapi juga usaha wisata lain yang tidak bisa berkelit, karena dampak pandemi Covid-19. *K17
Komentar