Belajar Kearifan Lokal Melalui 'Blind In Paradise'
Performance Art I Gede Made Surya Darma Respon Pandemi Covid-19
Dalam performance art, lukisan Pedanda Baka dilarung di kolam renang, kemudian ditutupi dengan berbagai macam bunga yang melambangkan keindahan atau paradise.
DENPASAR, NusaBali
Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya di tahun 2011, perupa I Gede Made Surya Darma menampilkan sebuah performance art yang dikolaborasikan dengan lukisannya yang berjudul Pedanda Baka. Kini, di tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung di tahun 2021, performance art ini kembali ditampilkan untuk merespon suasana pandemi Covid-19.
Performance art yang bertajuk ‘Blind In Paradise’ tersebut ditampilkan di Griya Santrian Hotel Sanur, Denpasar, Rabu (6/1) petang. Konsep yang dikolaborasikan dengan lukisan Pedanda Baka miliknya dilakukan berlatar kolam renang, dikarenakan konsep performance art-nya yang sama-sama di dalam air.
Dalam performance art tersebut, lukisan Pedanda Baka dilarung di kolam renang, yang kemudian ditutupi dengan berbagai macam bunga, yang melambangkan keindahan atau paradise, sesuai dengan tajuk garapan seni ini.
Sementara lukisan yang mengambang di antara taburan bunga tersebut dimaknai sebagai kearifan lokal atau cerita rakyat yang banyak mengandung pesan moral yang bisa dijadikan cerminan hidup. “Penting kita melihat tentang Pedanda Baka dan kisah-kisah tradisional itu banyak tentang kearifan lokal, jadi kita bisa menyikapi situasi,” ungkapnya pada NusaBali, Rabu (6/1).
Selain itu, Surya Darma juga menebarkan kertas-kertas print di atas kertas yang berisikan sejarah virus. “Judulnya Blind In Paradise, bagi saya paradise itu kan ya anggaplah kolam renang, dunia itu diciptakan dengan keindahan awalnya, terus keindahan juga dengan bunga-bunga, dengan musik, kemudian bermunculan virus dan saya buat sejarah kemunculan virus ini dari sebelum tahun Masehi sampai tahun 2020 ini setelah Corona,” lanjut perupa yang telah melakukan pameran di berbagai negara ini.
Performance art ini juga menampilkan kolaborasi antara Surya Darma, DJ Kamau Abayomi asal California, seorang dalang wayang kulit dari Sanggar Seni Kembang Bali, yaitu Purwangsa Nagara, D Jimmy Tedjalaksana (musisi dan founder Virama Music Studio) dan seniman I Kadek Dedy Sumantra Yasa.
Adapun, konsep performance art ini telah digarap selama tiga bulan. Lukisan Pedanda Baka merupakan karya Surya Darma yang mana Pedanda Baka sendiri merujuk pada salah satu cerita rakyat dari kisah-kisah Tantri. Lukisan berdimensi 185 cm x 280 cm tersebut menggambarkan seorang burung kuntul (Pedanda Baka) yang berpura-pura bijak, mengenakan jubah pendeta untuk menipu ikan-ikan di sebuah telaga.
Pedanda Baka berpura-pura membantu memindahkan ikan-ikan tersebut ke tempat yang lebih aman, namun dalam kenyataannya menjadikan ikan-ikan tersebut sebagai santapan. Namun Karma tidak tidur. Dirinya mati dicekik oleh kepiting yang mengetahui tipuannya.
Karya Pedanda Baka ini, selain ditampilkan sebagai bagian dari performance art, juga merupakan salah satu karya lukisan yang ditampilkan di Griya Santrian Hotel Sanur dalam pameran bertajuk Sip Setiap Saat sejak 28 Desember 2020 lalu.
“Saya ada kegelisahan juga dengan pandemi ini tentu semua orang merasa sedih dengan pandemi ini, tapi di satu sisi kita belajar, kita bisa berkumpul lagi dengan keluarga dan kita merekonstruksi lagi, belajar lagi tentang kisah-kisah kearifan lokal, seperti cerita Tantri ini,” katanya. *cr74
Performance art yang bertajuk ‘Blind In Paradise’ tersebut ditampilkan di Griya Santrian Hotel Sanur, Denpasar, Rabu (6/1) petang. Konsep yang dikolaborasikan dengan lukisan Pedanda Baka miliknya dilakukan berlatar kolam renang, dikarenakan konsep performance art-nya yang sama-sama di dalam air.
Dalam performance art tersebut, lukisan Pedanda Baka dilarung di kolam renang, yang kemudian ditutupi dengan berbagai macam bunga, yang melambangkan keindahan atau paradise, sesuai dengan tajuk garapan seni ini.
Sementara lukisan yang mengambang di antara taburan bunga tersebut dimaknai sebagai kearifan lokal atau cerita rakyat yang banyak mengandung pesan moral yang bisa dijadikan cerminan hidup. “Penting kita melihat tentang Pedanda Baka dan kisah-kisah tradisional itu banyak tentang kearifan lokal, jadi kita bisa menyikapi situasi,” ungkapnya pada NusaBali, Rabu (6/1).
Selain itu, Surya Darma juga menebarkan kertas-kertas print di atas kertas yang berisikan sejarah virus. “Judulnya Blind In Paradise, bagi saya paradise itu kan ya anggaplah kolam renang, dunia itu diciptakan dengan keindahan awalnya, terus keindahan juga dengan bunga-bunga, dengan musik, kemudian bermunculan virus dan saya buat sejarah kemunculan virus ini dari sebelum tahun Masehi sampai tahun 2020 ini setelah Corona,” lanjut perupa yang telah melakukan pameran di berbagai negara ini.
Performance art ini juga menampilkan kolaborasi antara Surya Darma, DJ Kamau Abayomi asal California, seorang dalang wayang kulit dari Sanggar Seni Kembang Bali, yaitu Purwangsa Nagara, D Jimmy Tedjalaksana (musisi dan founder Virama Music Studio) dan seniman I Kadek Dedy Sumantra Yasa.
Adapun, konsep performance art ini telah digarap selama tiga bulan. Lukisan Pedanda Baka merupakan karya Surya Darma yang mana Pedanda Baka sendiri merujuk pada salah satu cerita rakyat dari kisah-kisah Tantri. Lukisan berdimensi 185 cm x 280 cm tersebut menggambarkan seorang burung kuntul (Pedanda Baka) yang berpura-pura bijak, mengenakan jubah pendeta untuk menipu ikan-ikan di sebuah telaga.
Pedanda Baka berpura-pura membantu memindahkan ikan-ikan tersebut ke tempat yang lebih aman, namun dalam kenyataannya menjadikan ikan-ikan tersebut sebagai santapan. Namun Karma tidak tidur. Dirinya mati dicekik oleh kepiting yang mengetahui tipuannya.
Karya Pedanda Baka ini, selain ditampilkan sebagai bagian dari performance art, juga merupakan salah satu karya lukisan yang ditampilkan di Griya Santrian Hotel Sanur dalam pameran bertajuk Sip Setiap Saat sejak 28 Desember 2020 lalu.
“Saya ada kegelisahan juga dengan pandemi ini tentu semua orang merasa sedih dengan pandemi ini, tapi di satu sisi kita belajar, kita bisa berkumpul lagi dengan keluarga dan kita merekonstruksi lagi, belajar lagi tentang kisah-kisah kearifan lokal, seperti cerita Tantri ini,” katanya. *cr74
Komentar