'Damar Kurung' Digantung karena Tanaman Ida Bethari Dewi Danu Dirusak
Krama Desa Pakraman Batur, Kecamatan Kintamani menggelar Upacara Bakti Penangluk Merana, pada Purnama Kalima yang jatuh pada Soma Pon Matal atau Senin (14/11).
Upacara Bakti Penangluk Merana Purnama Kalima di Pura Ulun Danu Batur
BANGLI, NusaBali
Sebagaimana namanya, Upacara Penangluk Merana atau biasa juga disebut dengan Nangluk Merana, secara niskala sebagai permohonan agar segala tanaman padi, palawija, dan segala tumbuhan palagantung dan lainnya bebas dari serangan hama penyakit.
Salah satu yang unik dari Upacara Bakti Nangluk Merana di Pura Ulun Danu Batur adalah penggunaan ‘damar kurung’ (sejenis lampion). Padahal secara umum, damar kurung digunakan dalam Upacara Ngaben atau juga disebut Upacara Atiwa-tiwa. Lantas apa makna penggunaan damar kurung dalam Upacara Nangluk Merana di Pura Ulun Danu Batur?
Panglingsir Pura Ulun Danu Batur Dane Jero Gede Kawan/Alitan, menjelaskan penggunaan damar kurung dalam Upacara Nangluk Merana di Pura Ulun Danu Batur, punya spirit yang relatif sama dengan damar kurung pada upacara ngaben, yakni sebagai sarana pamralina. Apa yang dipralina? Wabah sasab merana penyakit tanaman dan tumbuhan. “Karena itulah mengapa ada damar kurung,” ujar Dane Jero Gede Batur, Senin (14/11).
Namun hal ini tidak muncul begitu saja. Dituturkan Dane Jero Gede Batur, hal itu bersumber pada unduk susastra. Di antaranya Raja Purana Pura Ulun Danu Batur dan juga Lontar Usana Bali. Sesuai lontar Raja Purana Ulun Danu Batur dan Lontar Usana Bali, hal itu berpangkal hancurnya tanaman palawija berupa bawang putih dan bawang putih milik Ida Bethari Dewi Danu. Tanaman tersebut hancur, karena ulah seekor kuda. Kuda tersebut merupakan kuda tunggangan Ida Bethara Putranjaya dari Besakih. “Itulah awal mula kisahnya,” tutur Dane Jero Gede Batur.
Dikisahkan pada zaman dulu Ida Bethara Putranjaya bepergian ke Batur dengan menunggang kuda. Kedatangan Bethara Putranjaya ke Batur bertujuan menjengguk adindanya Ida Bethari Dewi Danu. Hanya saja saat tiba di Batur, Ida Bethara Putranjaya, tidak menemukan Ida Bethari Dewi Danu. Ketika itu, Ida Bethari Dewi Danu sedang berada di pelemahan demel (pondokan) bercocok tanam, bawang putih dan bawang merah.
Rupanya karena sudah suratan takdir, terjadi musibah. Kuda tunggangan Ida Bethara Putranjaya yang ditinggal empunya saat masuk ke jeroan puri, berulah. Kuda itu lepas dan liar terus mengganas menyerang kebun dan tanaman warga.Tegalan atau demel milik Ida Bethari Dewi Danu, tak luput dari serangan kuda milik Ida Bethara Putranjaya. Dampaknya fatal. Kebun bawang putih dan bawang merah, serta palawija milik Ida Bethari Dewi Danu hancur lebur. Hal itu mengakibatkan Ida Bethari Danu murka. Kuda tersebut dipastu, dikutuk mati.
Ida Bethara Putranjaya tak terima ketika mengetahui kuda kesayangannya mati. Amarahnya meluap terhadap orang yang telah menewaskan kudanya. “Siapa yang telah berani membunuh kudaku.. !,” demikian tutur Jero Gede Batur mengutip purana.
Seperti diceritakan, saat tiba di Batur, Ida Bethara Putranjaya tak sempat bertemu dengan Ida Bethari Dewi Danu. Jadi, Ida Bethari Dewi Danu tidak tahu kuda yang menggasak kebunnya merupakan milik Ida Bethara Putranjaya, kakaknya. Sebaliknya Ida Bethara Putranjaya juga tidak tahu, yang telah membinasakan kuda tunggangannya adalah Ida Bethari Dewi Danu.
Ida Bethara Putranjaya kemudian beryoga semadi, kemudian mengutuk agar bangkai kuda tersebut menjadi wabah dan hama penyakit. Dari bangkai kuda itulah muncul beragam hama, seperti babi, bangkung, tikus, candang, ludus, walang sangit, dan sebangsanya. Wabah hama ini menyerang tananan, sawah, dan kebun serta tegalan warga, sehingga tanaman rusak dan gagal panen. Warga jadi sengsara. “Inilah yang menyebabkan perang jnana antara beliau (Ida Bethara Putranjaya dan Ida Bethari Dewi Danu),” cerita Dane Jero Gede Batur.
Keadaan ini diketahui Ida Bethara Pasupati, ayahanda kedua Ida Bethara. Bethara Pasupati turun, memberitahukan dan mendamaikan kedua putranya. Selanjutnya bangkai kuda yang telah berubah menjadi wabah merana dipralina dengan cara dilarung. Sejak itulah digelar Upacara Bakti Penangluk Merana di Pura Ulun Danu Batur. “Karena bermakna mamralina itulah, mengapa ada pemakaian damar kurung,” ujar Dane Jero Gede Batur.
Boleh jadi, hanya di Pura Ulun Danu Batur aci Upacara Penangluk Merana menggunakan damar kurung. Damar kurung tersebut berada belakang areal payadnyan, digantung pada tiang bambu setinggi 4 meter. Batang tiang bambu dililit daun beringin sebagai hiasan. Sumbu damar tersebut dinyalakan sejak Redite Paing, Minggu (13/11) ketika Ida Bethara katuran medal sampai dengan Nyineb Ida Bethara katuran masineb pada Buda Kliwon Matal, Rabu (16/11). Sementara pada penjor di depan angkul-angkul krama Batur dinyalakan damar klik, simbolis damar kurung .
“Inilah salah satu keunikan upacara Nangluk Merana di sini,” ucap Dane Jero Gede Batur. Upacara Nangluk Merana ini merupakan Upacara Nangluk Merana Nadi, yang salah satunya ditandai penggunaan kerbau Yos Prana sebagai wewalungan. Nangluk Merana Nadi ini digelar setiap dua tahun sekali. Selain krama pangempon, upacara Nangluk Merana dihadiri kalangan krama subak, baik subak basah (sawah) maupun subak abian/tegalan. “Nunas Tirta Penglanus agar semua sarwa tumuwuh nadi,” ucap Dane Jero Gede Batur.
Prosesi Upacara dilengkapi dengan berbagai tari wali. Di antaranya Tari Baris Jojor, Baris Jangkang, Baris Perisai, dan lainnya. Sebelumnya krama bergotong royong mempersiapkan segala piranti upacara, sampai mulainya pelaksanaan upacara pukul 16.00 Wita. “Semua piranti sudah disiapkan. Ada sanggar tawang, bagya pula kerti, sarad, dan yang lain,” kata I Nengah Nurintang, salah seorang prajuru Desa Pakraman Batur di sela-sela jelang pelaksanaan puncak karya. * k17
Komentar