Mewaspadai Bencana Alam dengan Data Potensi Desa
Rasanya baru beberapa hari tahun 2021 kita jalani. Namun bencana alam bertubi-tubi melanda negeri kita tercinta. Padahal, di tahun ini masyarakat memiliki harapan besar akan menjalani kehidupan lebih baik dari tahun 2020. Pasalnya pada tahun 2020 dianggap sebagai tahun kelabu setelah munculnya pandemi Covid-19.
Penulis : Fendy Apriyadi, SST
Fungsional Statistisi di BPS Kabupaten Jembrana
Berbagai bencana mulai dari jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182, disusul longsor Cimanggung, Sumedang. Berselang satu pekan kejadian gempa bumi berkekuatan M 6,2 juga menghantam Kabupaten Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat. Belum kering air mata, banjir bandang juga merendam Kalimantan Selatan. Daftar bencana tersebut menjadi pukulan sekaligus sinyal akan semakin berat menjalani hari-hari berikutnya.
Sejatinya, bencana merupakan peristiwa yang berulang. Namun kita tidak pernah tahu kapan waktu akan terjadinya. Untuk itu, langkah paling konkret yang dapat dilakukan adalah mencegah penyebab terjadinya dan mempersiapkan langkah antisipasi jika bencana itu terjadi. Sebelum melakukan dua hal tersebut tentu harus diketahui wialyah mana yang perlu mendapat perhatian. Akan lebih optimal, jika informasi tersebut sampai pada unit terkecil pemerintahan yakni desa/kelurahan. Sehingga permasalahan dapat difahami lebih fokus dan mendalam serta langsung pada inti permasalahan.
Data Potensi Desa
Data Potensi Desa merupakan data yang dihasilkan dari Survei Potensi Desa yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Survei tersebut mengumpulkan informasi gambaran wilayah administrasi pemerintahan setingkat desa di seluruh Indonesia menurut ketersediaan infrastruktur dan potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah tersebut.. Hasilnya dapat digunakan untuk perencanaan dan evaluasi pemerintah sampai unit kewilayahan terkecil yakni desa/kelurahan. Salah satu topik yang dikumpulkan dalam survei tersebut yakni mengenai bencana alam dan mitigasi bencana alam. Publikasi survei disajikan tiga kali dalam 10 tahun, antara tahun 2010-2020 publikasi disajikan pada pendataan survei tahun 2011, 2014 dan terbaru tahun 2018. Dengan adanya informasi tersebut, diharapakan mampu memberikan gambaran kepada pemerintah mengenai upaya antisipasi apa saja yang sudah dimiliki/disiapkan oleh pemertintah Desa/Kelurahan serta bencana apa yang sudah melanda.
Upaya Antisipasi / Mitigasi Bencana Alam
Salah satu tugas negara, seperti tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Perlu diketahui kata "melindungi" di sana tidak hanya dalam konteks pertahanan dan keamanan negara. Melainkan, juga melindungi segenap warga negara Indonesia terhadap ancaman gempa bumi, tsunami, likuifaksi, letusan gunung api, banjir, kebakaran, longsor hingga bencana non alam seperti pandemic covid-19 yang saat ini sedanga kita hadapi. Oleh karena itu, upaya antisipasi/mitigasi bencana merupakan hal yang tidak boleh dinihilkan.
Pada tahun 2018, BPS mencatat terdapat 83.931 desa/kelurahan yang terdiri dari 75.436 desa, 8.444 kelurahan dan 51 Unit/Satuan Permukiman Transmigrasi (UPT/SPT) di Indonesia. Dari keseluruhan desa/kelurahan hanya 9,5 persen atau 7.968 desa/kelurahan yang memiliki sistem peringatan dini benacana alam berupa informasi status ketinggian pintu air, status gunung, dan sebagainya yang disampaikan melalui kentongan, pemberitahuan dengan loud speaker, dan lainnya. Hanya 634 desa/kelurahan yang memiliki sistem peringatan dini khusus tsunami dari 12.857 desa/kelurahan yang berlokasi di tepi laut. Sebanyak 2.738 desa/kelurahan (3,2 persen) saja yang memiliki perlengkapan yang diupayakan/disediakan oleh aparat setempat maupun warga desa untuk antisipasi maupun evakuasi korban saat terjadi bencana alam, seperti perahu karet, tenda, persediaan masker, dan sebagainya. Sejumlah 5.048 desa/kelurahan yang telah membuat rambu-rambu dan jalur evakuasi dan 19.825 desa/kelurahan yang telah melakukan pembuatan, perawatan, atau normalisasi sungai, kanal dan tanggul.
Kejadian Bencana Alam
Berada pada wilayah cincin api atau berada di garis katulistiwa, tentu saja membuat negera kita rawan akan bencana gempa bumi, tsunami, longsor dan lain sebagainya. Dalam tiga tahun terakhir (2016, 2017 dan 2018) peristiwa bencana alam yang paling banyak terjadi adalah banjir dengan jumlah 19.675 desa/kelurahan, sekitar 23,4 persen atau hampir mencapai satu perempat desa/kelurahan diseluruh Indonesia. Kejadian bencana alam berikutnya adalah tanah longsor, terdapat 10.246 desa/kelurahan (12,2 persen). Menyusul gempa bumi yang mencapai 10.115 desa/kelurahan. Terdapat 1.869 desa/kelurahan yang mengalami banjir bandang dan 12 desa/kelurahan yang mengalami tsunami.
Kondisi Bali
Di Provinsi Bali tercatat 716 desa/kelurahan yang terdiri dari 636 desa dan 80 kelurahan pada tahun 2018. Nampaknya upaya antisipasi/mitigasi provinsi Bali lebih menenangkan dibandingkan kondisi nasional. Hampir seluruh desa/kelurahan telah memiliki sistem peringatan dini bencana alam yakni sejumlah 613 desa/kelurahan. Hal ini dapat dimaklumi dengan ciri khas desa adat yang dimiliki, dimana “kulkul” atau kentongan merupakan instrumen wajib yang dimiliki desa yang digunakan untuk berbagai kepentingan mengumpulkan masyarakat. Sebanyak 36 desa/kelurahan telah memiliki sistem peringatan dini khusus tsunami dari 175 desa/kelurahan yang berada di tepi laut. Terdapat 144 desa/kelurahan yang sudah menyiapkan perlengkapan keselamtan, 169 desa/kelurahan telah membuat rambu-rambu dan jalur evakuasi dan 204 desa/kelurahan telah melakukan pembuatan, perawatan, atau normalisasi sungai, kanal dan tanggul.
Banjir dan tanah longsor merupakan bencana yang paling dominan melanda Bali. Tercatat selama tiga tahun terakhir (2016, 2017 dan 2018) sebanyak 190 desa/kelurahan mengalami banjir, menyentuh lebih dari seperempat desa/kelurahan yang ada di Bali. Menyusul sejumlah 95 desa/kelurahan telah terjadi longsor. Gempa bumi telah dirasakan oleh 93 desa/kelurahan dengan berbagai kekuatan. Banjir bandang dan gelombang pasang laut berturut-turut dialami oleh 23 dan 24 desa/kelurahan. Bersyukur tsunami tidak melanda, dan kita berharap tidak akan pernah melanda. Walau bagaimanapun potensi pasti ada, oleh karena itu tuntutan kesiapsiagaan harus tetap eksis dalam menghadapinya.
Pemerintah Desa/Kelurahan Sebagai Benteng Pertahanan
Terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah melalui lembaga-lembaga yang berwenang seperti peringatan dini yang telah dilakukan oleh BMKG, mitigasi dan kesiapsiagaan bencana yang dilakukan BNPB dan lain sebainya. Perlu kiranya pemerintah memberikan ruang gerak serta kesempatan yang lebih kepada desa/kelurahan sebagai benteng pertahanan kesiapsiagaan bencana yang dihadapi. Terbukti ketika menghadapi bencana non alam (pandemi covid-19), unit kewilayahan desa/kelurahan dianggap mampu menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam menstabilkan keadaan.
Dengan data potensi desa terkait mitigasi dan kejadian bencana alam, pemerintah perlu membangunkan kesadaran pemerintah desa/kelurahan akan pentingnya upaya antisipasi/mitigasi kejadian bencana. Sumber daya manusia seperti aparatur desa, ibu-ibu PKK, karang taruna dan LSM yang ada di desa/kelurahan hendaknya diberikan pembinaan yang memadai terkait hal ini. Mereka adalah perpanjangan tangan pemerintah yang berhadapan langsung dengan masyarakat, dari mereka diharapkan segala arahan pemerintah dapat difahami dengan lengkap, mudah dan cepat oleh masyarakat. Selain pembinaan SDM, pengadaan perlengkapan keselamatan dan peringatan dini perlu ditingkatkan agar lebih merata.
Pembinaan SDM dan pengadaan peralatan tentu harus mendapat sokongan finansial yang mumpuni. Dana desa dapat menjadi solusi dalam masalah ini. Dengan penyadaran pentingnya penyiapan antisipasi dan mitigasi kejadian bencana, pemerintah dapat mengarahkan desa untuk mengalokasi dana desa terkait kebencanaan dengan optimal, tentu dengan tidak mengesampingkan kebutuhan urgen lainnya.
Untuk kondisi Bali, ciri khas dari desa adat dapat dijadikan sebagai sumber kekuatan. Pendekatan desa adat dirasa akan lebih mempercepat proses mitigasi bencana dikarenakan langkah-langkah yang ditempuh lebih fleksibel, homogen, tidak berdasarkan aturan-aturan baku yang kaku dan lebih luwes dalam pendanaan.
Dengan langkah-langkah tersebut, harapannya pemerintah Desa/Kelurahan semakin menyadari urgensi mitigasi bencana alam yang sangat memerlukan peran aktifnya sehingga dapat memberikan solusi terkait permsalahan bencana yang terjadi. Tentunya kita sama sama mengrapkan semoga kedepannya bencana-bencana yang terjadi tidak terulang lagi, dan sekalipun terjadi sudah ada antisipasi untuk menghadapi.*
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar