Seniman Bondres Nyoman Durpa Meninggal
Bali kembali kehilangan tokoh seniman tradisional. Ini menyusul meninggalnya I Nyoman Durpa, 58, seniman bondres asal Desa Satra, Kecamatan Kintamani, Bangli dalam perawatan di RS Kerta Usadha Singaraja, Buleleng, Selasa (15/11) pagi sekitar pukul 06.00 Wita.
Sebelum Masuk RS, Sempat Pentas ke Tabanan dalam Kondisi Sakit
SINGARAJA, NusaBali
Pendiri Sanggar Seni Dwi Mekar, Kelurahan Banyuning, Kecamatan Buleleng ini meninggal akibat digerogoti komplikasi penyakit diabetes dan tetanus yang dideritanya sejak 4 tahun silam.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, pelawak yang juga Pengawas Disdikpora Buleleng ini sempat selama sehari semalam dirawat di RS Kerta Usadha Singaraja, sejak Senin (14/11) pagi. Sebetulnya, Nyoman Durpa awalnya dirujuk ke rumah sakit, Sabtu (12/11) lalu, karena kondisinya drop. Setelah mendapat penanganan, pelawak yang sempat maju sebagai Calon Wakil Bupati (Cawabup) Bangli dari jalur Independen, berpasangan dengan Ida Bagus Ludra, di Pilkada Bangli 2010 ini dibolehkan pulang. Bahkan, hari itu dia berangkat ke Tabanan bersama Sakaa Bondres Dwi Mekar untuk pentas.
Namun, berselang dua hari kemudian, kondisi seniman berusia 58 tahun ini kembali drop, sehingga dirujuk lagi ke RSUD Kerta Usadha Singaraja, Senin pagi pukul 07.00 Wita. Hanya berselang 23 jam kemudian, almarhum menghembuskan napas terakhir di rumah sakit, Selasa pagi pukul 06.00 Wita.
Menurut putra semata wayangnya, I Gede Pande Satria Kusumayuda, kondisi almarhum Nyonman Durpa sebetulnya sempat membaik sebelum akhirnya meninggal, kemarin pagi. “Bapak bahkan sempat bercanda dengan salah seorang perawat lelaki di rumah sakit,” ungkap Satria Kusumayuda saat ditemui NusaBali di rumah duka di Banjar Pande Kelod Kangin, Desa Pakraman Satra, Kecamatan Kintamani, Selasa kemarin.
Almarhum Nyoman Durpa berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta, Ni Kadek Mas Swandewi, dan anak semata wayang Gede Pande Satria Kusumayudha, serta dua cucu. Jenazah seniman lawak yang sempat jadi guru SMAN 1 Bangli ini sudah dibawa pulang ke rumah duka di Desa Pakraman Satra, Selasa siang pukul 14.00 Wita. Jenazah almarhum baru tiba di rumah duka sore pukul 15.40 Wita, dengan disambut tangis histeris keluarga besarnya, termasuk sang istri, Kadek Mas Swandewi.
Hingga saat ini, jenazah almarhum masih disemayamkan di rumah duka. Pihak keluarga berencana mengabenkan jenazah almarhum, naum masih menunggu dewasa ayu (hari baik). Pihak keluarga rencananya akan mohon dewasa ayu sulinggih Ida Sira Mpu Pande di Desa Pakraman Beratan, Kecamatan Buleleng.
Sementara itu, sebelum dibawa pulang ke rumah duka, jenazah almarhum Nyoman Durpa sempat disemayamkan selama 8 jam di Ruang Jenazah RSUD Buleleng. Masalahnya, ma-sih menunggu usainya ritual Nyineb Karya Pujawali di Pura Bale Agung, Desa Pakraman Satra.
Pantauan NusaBali, sejumlah kerabat dan teman dari kalangan seniman terlihat hadir di Ruang Jenazah RSUD Buleleng. Termasuk rekan-rekan main almarhum Nyoman Durpa yang tergabung dalam Sekaa Bondres Dwi Mekar.
Terungkap, Nyoman Durpa sudah cukup lama sekitar 4 tahun menderita diabetes. Namun, almarhum tetap menghibur para penggemarnya ke seluruh Bali, kendati kondisinya terkadang tidak memungkinkan. Terakhir, jempol kaki kanannya sempat melepuh karena kelupaan mematikan alat pijat elektrik yang dipakai, Jumat (11/11) lalu. “Bapak waktu itu kelupaan matikan alat pijat elektrik, karena ketiduran, sehingga jempol kakinya agak terbakar,” cerita sang anak, Gede Pande Satria Kusumayudha alias De Olit.
Kendati jempol kaki kananya terbakar, almarhum tidak terlalu menghiaraukannya. Luka kakinya itu dianggap biasa, bahkan sering dibawa pentas, dengan dibalut perban. Luka di jempol kakinya itu belakangan diketahui menjadi sumber penyebaran virus tetanus, hingga merenggut nyawanya. Hal ini diketahui setelah pemeriksaan di Poliklinik RS Kerta Usadha, Sabtu lalu. Saat itu, dokter menyarankan rawat inap karena sel darah putihnya sudah meningkat akibat virus tetanus. Namun, almarhum Nyoman Durpa mengabaikannya. “Akhirnya, Senin dinihari pukul 04.30 Wita, bapak panas mengigil. paginya diajak ke RS Kerta Usadha dan langsung rawat inap,” cerita De Olit.
Dua hari sebelum masuk RS, Nyoman Durpa sempat ikut pentas bondres ke sebuah hotel di wilayah Tabanan, Sabtu lalu. Namun, karena kondisinya drop, saat itu almarhum tidak jadi pentas dan pilih menunggu di dalam mobil. Sejak itu, pentas di beberapa tempat seperti di Karangsem, almarhum sudah tidak ikut lagi. “Ya, kita kaget, tadi pagi (kemarin) kita maunya membesuk sama kawan-kawan sambil menghibur. Tapi, Bapak (Nyoman Durpa) keburu meninggal,” ungkap Ida Bagus Indra, pemeran Gede Roni dalam bondresnya.
IB Indra mengisahkan, saat berangkat pentas ke Tabanan, Sabtu lalu, Nyoman Durpa sudah mengeluh panas dingin selama dalam perjalanan. Saat itu, almarhum sempat minta tempat duduk full di dalam mobil untuk merebahkan diri. Sampai di tempat pentas, almarhum sudah tidak bisa bangun, karena mengigil. “Saya sempat tanya, mau pentas, tapi dikatakan tidak bisa. Dia tinggal didalam mobil,” kenang Nyoman Ngurah Suastika, pemeran Tulalit dalam bondresnya.
Almarhum Nyoman Durpa memiliki bakat seni sejak kecil. Bakat seni itulah yang mengantarkan seniman kelahiran 31 Desember 1958 ini kuliah di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar---yang kemudian berganti jadi STSI dan kini Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Menyelesakian kuliah tahun 1987, Nyoman Durpa langsung menjadi guru di SMAN 1 Bangli. Dia sempat gabung dengan pelawak kondang Drama Gong asal Bangli, almarhum I Wayan Tarma alias Dolar dan I Nyoman Subrata alias Petruk.
Setelah itu, Nyoman Durpa pindah tugas ke Buleleng sebagai guru tari di SMA Bhak-tiyasa Singaraja. Di sanalah Nyoman Durpa seniman-seniman lainnya membentuk Sekaa Bondres Dwi Mekar, yang bermarkas di Kelurahan Banyuning, tepatnya di Jalan Komodo Singaraja. Selain menjadi guru dan seniman bondres, Nyoman Durpa juga ngayah sebagai pmangku di Pura Dadia Kawitan Pande Klod Kangin, Desa Pakraman Satra. k19,k17
SINGARAJA, NusaBali
Pendiri Sanggar Seni Dwi Mekar, Kelurahan Banyuning, Kecamatan Buleleng ini meninggal akibat digerogoti komplikasi penyakit diabetes dan tetanus yang dideritanya sejak 4 tahun silam.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, pelawak yang juga Pengawas Disdikpora Buleleng ini sempat selama sehari semalam dirawat di RS Kerta Usadha Singaraja, sejak Senin (14/11) pagi. Sebetulnya, Nyoman Durpa awalnya dirujuk ke rumah sakit, Sabtu (12/11) lalu, karena kondisinya drop. Setelah mendapat penanganan, pelawak yang sempat maju sebagai Calon Wakil Bupati (Cawabup) Bangli dari jalur Independen, berpasangan dengan Ida Bagus Ludra, di Pilkada Bangli 2010 ini dibolehkan pulang. Bahkan, hari itu dia berangkat ke Tabanan bersama Sakaa Bondres Dwi Mekar untuk pentas.
Namun, berselang dua hari kemudian, kondisi seniman berusia 58 tahun ini kembali drop, sehingga dirujuk lagi ke RSUD Kerta Usadha Singaraja, Senin pagi pukul 07.00 Wita. Hanya berselang 23 jam kemudian, almarhum menghembuskan napas terakhir di rumah sakit, Selasa pagi pukul 06.00 Wita.
Menurut putra semata wayangnya, I Gede Pande Satria Kusumayuda, kondisi almarhum Nyonman Durpa sebetulnya sempat membaik sebelum akhirnya meninggal, kemarin pagi. “Bapak bahkan sempat bercanda dengan salah seorang perawat lelaki di rumah sakit,” ungkap Satria Kusumayuda saat ditemui NusaBali di rumah duka di Banjar Pande Kelod Kangin, Desa Pakraman Satra, Kecamatan Kintamani, Selasa kemarin.
Almarhum Nyoman Durpa berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta, Ni Kadek Mas Swandewi, dan anak semata wayang Gede Pande Satria Kusumayudha, serta dua cucu. Jenazah seniman lawak yang sempat jadi guru SMAN 1 Bangli ini sudah dibawa pulang ke rumah duka di Desa Pakraman Satra, Selasa siang pukul 14.00 Wita. Jenazah almarhum baru tiba di rumah duka sore pukul 15.40 Wita, dengan disambut tangis histeris keluarga besarnya, termasuk sang istri, Kadek Mas Swandewi.
Hingga saat ini, jenazah almarhum masih disemayamkan di rumah duka. Pihak keluarga berencana mengabenkan jenazah almarhum, naum masih menunggu dewasa ayu (hari baik). Pihak keluarga rencananya akan mohon dewasa ayu sulinggih Ida Sira Mpu Pande di Desa Pakraman Beratan, Kecamatan Buleleng.
Sementara itu, sebelum dibawa pulang ke rumah duka, jenazah almarhum Nyoman Durpa sempat disemayamkan selama 8 jam di Ruang Jenazah RSUD Buleleng. Masalahnya, ma-sih menunggu usainya ritual Nyineb Karya Pujawali di Pura Bale Agung, Desa Pakraman Satra.
Pantauan NusaBali, sejumlah kerabat dan teman dari kalangan seniman terlihat hadir di Ruang Jenazah RSUD Buleleng. Termasuk rekan-rekan main almarhum Nyoman Durpa yang tergabung dalam Sekaa Bondres Dwi Mekar.
Terungkap, Nyoman Durpa sudah cukup lama sekitar 4 tahun menderita diabetes. Namun, almarhum tetap menghibur para penggemarnya ke seluruh Bali, kendati kondisinya terkadang tidak memungkinkan. Terakhir, jempol kaki kanannya sempat melepuh karena kelupaan mematikan alat pijat elektrik yang dipakai, Jumat (11/11) lalu. “Bapak waktu itu kelupaan matikan alat pijat elektrik, karena ketiduran, sehingga jempol kakinya agak terbakar,” cerita sang anak, Gede Pande Satria Kusumayudha alias De Olit.
Kendati jempol kaki kananya terbakar, almarhum tidak terlalu menghiaraukannya. Luka kakinya itu dianggap biasa, bahkan sering dibawa pentas, dengan dibalut perban. Luka di jempol kakinya itu belakangan diketahui menjadi sumber penyebaran virus tetanus, hingga merenggut nyawanya. Hal ini diketahui setelah pemeriksaan di Poliklinik RS Kerta Usadha, Sabtu lalu. Saat itu, dokter menyarankan rawat inap karena sel darah putihnya sudah meningkat akibat virus tetanus. Namun, almarhum Nyoman Durpa mengabaikannya. “Akhirnya, Senin dinihari pukul 04.30 Wita, bapak panas mengigil. paginya diajak ke RS Kerta Usadha dan langsung rawat inap,” cerita De Olit.
Dua hari sebelum masuk RS, Nyoman Durpa sempat ikut pentas bondres ke sebuah hotel di wilayah Tabanan, Sabtu lalu. Namun, karena kondisinya drop, saat itu almarhum tidak jadi pentas dan pilih menunggu di dalam mobil. Sejak itu, pentas di beberapa tempat seperti di Karangsem, almarhum sudah tidak ikut lagi. “Ya, kita kaget, tadi pagi (kemarin) kita maunya membesuk sama kawan-kawan sambil menghibur. Tapi, Bapak (Nyoman Durpa) keburu meninggal,” ungkap Ida Bagus Indra, pemeran Gede Roni dalam bondresnya.
IB Indra mengisahkan, saat berangkat pentas ke Tabanan, Sabtu lalu, Nyoman Durpa sudah mengeluh panas dingin selama dalam perjalanan. Saat itu, almarhum sempat minta tempat duduk full di dalam mobil untuk merebahkan diri. Sampai di tempat pentas, almarhum sudah tidak bisa bangun, karena mengigil. “Saya sempat tanya, mau pentas, tapi dikatakan tidak bisa. Dia tinggal didalam mobil,” kenang Nyoman Ngurah Suastika, pemeran Tulalit dalam bondresnya.
Almarhum Nyoman Durpa memiliki bakat seni sejak kecil. Bakat seni itulah yang mengantarkan seniman kelahiran 31 Desember 1958 ini kuliah di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar---yang kemudian berganti jadi STSI dan kini Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Menyelesakian kuliah tahun 1987, Nyoman Durpa langsung menjadi guru di SMAN 1 Bangli. Dia sempat gabung dengan pelawak kondang Drama Gong asal Bangli, almarhum I Wayan Tarma alias Dolar dan I Nyoman Subrata alias Petruk.
Setelah itu, Nyoman Durpa pindah tugas ke Buleleng sebagai guru tari di SMA Bhak-tiyasa Singaraja. Di sanalah Nyoman Durpa seniman-seniman lainnya membentuk Sekaa Bondres Dwi Mekar, yang bermarkas di Kelurahan Banyuning, tepatnya di Jalan Komodo Singaraja. Selain menjadi guru dan seniman bondres, Nyoman Durpa juga ngayah sebagai pmangku di Pura Dadia Kawitan Pande Klod Kangin, Desa Pakraman Satra. k19,k17
Komentar