Sebelum Tembus Akademi Angkatan Udara, Sempat Ditolak Merpati
Letkol Pnb I Gusti Putu Setia Darma tidak akan memaksakan kedua buah harinya, I Gusti Putu Davin Maheswara Putra dan I Gusti Made Devandra Kencana Putra, untuk mengi-kuti jejaknya sebagai tentara
Letkol Pnb I Gusti Putu Setia Darma, Komandan Skuadron Udara 17 Wing 1 Lanud Halim Perdanakusuma
JAKARTA, NusaBali
Jabatan prestisius sebagai Komandan Skuadron 17 Wing 1 Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur dan jadi Pilot Pesawat Kepresidenan yang disandang Letkol Penerbang (Pnb) I Gusti Putu Setia Darma, 41, saat ini bukanlah digapai begitu saja. Perwira menengah TNI AU asal Desa Pandak Gede, Kecamatan Kediri, Tabanan ini harus menempuh perjuangan panjang, diawali cita-cita sejak kecil ingin menjadi penerbang. Bahkan, dia sempat ditolak maskapai Merpati.
Letkol PNB IGP Setia Darma lahir di Bandung, Jawa Barat, 13 Mei 1975, karena kedua orangtuanya, I Gusti Putu Arya dan Watini Arya, hidup di rantau. Sang ayah, IGP Arya, awalnya merantau dari Desa Pandak Gede, Tabanan ke Surabaya, Jawa Timur. Setamat SMA, IPG Arya merantau ke Bandung melanjutkan pendidikan di sebuah perguruan tinggi. Kemudian, setamat kulih, IGP Arya bekerja sebagai guru.
Nah, d Tanah Pasundan itulah IGP Arya bertemu wanita pujaan hatinya, Watini. Dari pernikahannya ini, lahir 5 anak yang semuanya. IGP Setia Darma merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara. IGP Setia Darma dan keempat kakaknya lahir dan dibesarkan di Bandung. Dari 5 bersaudara ini, hanya si bungsu IGP Setia Darma yang menggeluti dunia militer. Sedangkan empat kakaknya berprofesi sebagai PNS dan pegawai swasta.
Pendidikan SD hingga SMA ditempuh IGP Setia Darma di Kota Bandung. Setamat SMA XXII Bandung tahun 1993, dia melanjutkan pendidikan militer di Akademi Angkatan Udara (AAU). Tamat dariu AAU tahun 1997, Setia Darma sandang pangkat Letnan Dua (Letda).
Menurut Setia Darma, dirinya sejak awal hanya bercita-cita menjadi penerbang militer. Awalnya, dia sempat mendaftar ke maskapai Merpati, namun tidak lolos. Dia tak putus asa. Setelah tanya-tanya kepada banyak orang, dia dapat penjelasan bahwa untuk menjadi penerbang, tidak harus mendaftar ke maspakai penerbangan. Bisa juga masuk Akademi Angkatan Udara (AAU).
“Saya akhirnya mendaftar ke AAU tahun 1994 di Bandung. Tidak ada yang meng-inspirasi saya masuk AAU. Saya hanya bercita-cita ingin menjadi penerbang, agar bisa menjelajah Indonesia dan dunia, hingga menambah wawasan,” kenang Setia Darma saat ditemui NusaBali di ruanmg kerjanya, Skuadron Udara 17 Wing 1 Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (26/10) lalu.
Berhasil tembus AAU, Setia Darma belajar di Magelang bersama tiga angkatan lainnya: Angkatan darat, Agkatan Laujt, dan Kepolisian. Barulah 3 bulan kemudian, keempat angkatan ini dipisah. Begitu tamat di AAU, Setia Darma melanjutkan sekolah penerbangan selama 1,5 tahun di Jogjakarta.
“Selesai sekolah penerbangan tahun 1999, saya langsung ditugaskan di Skuadron 17. Lalu, saya dipindahkan ke Skuadron 31. Di sana saya cukup lama sampai tahun 2009. Kemudian saya sempat ditugaskan di Jogjakarta. Barulah tahun 2015, saya dipercaya jadi Komandan Skuadron 17 yang mengoperasikan pesawat VIP/VVIP,” papar suami dari Ni Nyoman Desy Riana Murti ini.
Setia Darma mengaku belum tahu, sampai kapan akan dipercaya memimpin kesatuan Skuadron Udara 17 dan sekaligus menjadi pilot Pesawat Kepresidenan. Menurut dia, selama ini Komandan Skuadron 17 rata-rata memimpin kesatuan tersebut selama 1,5 tahun. “Saya sudah memegang posisi tersebut selama 1,5 tahun lebih. Soal penugasan selanjutnya, saya serahkan sepenuhnya kepada pimpinan,” tandas Setia Darma.
Bagaimana jika kelak dialihkan bertugas ke Bali? Terkait kemungkinan ini, Setia Darma sebagai perwira TNI mengaku siap saja di tempatkan di mana pun. “Saya memang belum pernah bertugas di Bali. Jika ditugaskan di tanah leluhur, tentu saja saya siap,” katanya.
Selama berkarier di TNI AU, Setia Darma telah mengantongi beberapa penghargaan. Mulai dari penghargaan Dwijasista, Kesetiaan 8 Tahun, Kesetiaan 16 Tahun, Dharma Nusa, Bakti Sosial, hingga Satya Lencana. Khusus Satya Lencana merupakan penghargaan dari Presiden. Sedangkan penghargaan Bakti Sosial diperoleh Setia Darma karena ikut serta dalam bakti sosial di Aceh dengan mengantarkan bantuan ketika bencana Tsunami, 26 Desember 2004. Sebaliknya, Dwijiasista adalah penghargaan atas keberhasilannya menjadi instruktur militer.
Letkol Pnb IGP Setia Darma sendiri tidak mewajibkan kedua anaknya untuk mengikuti jejaknya sebagai anggota TNI. Dia menyerahkan sepenuhunya kepada sang anak, I Gusti Putu Davin Maheswara Putra, 13 (kini duduk di Kelas I SMP) dan I Gusti Made Devandra Kencana Putra, 2, untuk menentukan pilihan. Sebagai orangtua, dia akan mendukung penuh pilihan anak-anaknya.
“Saya membebaskan anak-anak memilih profesi yang mereka sukai. Jika ingin menjadi tentara seperti ayahnya, silakan. Tidak pun, nggak apa-apa,” ujar perwira menengah TNI AU yang sring menerbangkan Presiden Jokowi, termnasuk dua kali terbang ke Amerika Serikat ini. k22
Komentar