Pasokan Minim, Harga Daging Babi Meroket
SINGARAJA, NusaBali
Sejak dua bulan terakhri, harga daging babi di pasaran masih tinggi. Kenaikan harga cukup signifikan mencapai 25 persen dari harga normal.
Melambungnya harga daging babi itu disebabkan karena pasokan daging dari peternak memang minim. Kondisi ini terjadi sejak akhir November 2020 lalu.
Kepala Dinas Koperasi Perdagangan Perindustrian dan Usaha Kecil Menengah (Kopdagrin-UKM) Buleleng Dewa Made Sudiarta, Kamis (21/1) kemarin mengatakan harga daging babi kualitas super saat ini mencapai Rp 100 ribu per kilogram. Padahal sebelumya harga normal satu kilogram daging supernya hanya Rp 80 ribu. Kenaikan juga diikuti daging kualitas kedua dari Rp 75 ribu menjadi Rp 90 ribu.
“Biasanya naik sata ada hari raya besar Hindu tetapi tidak terlalu signifikan. Kalau harga sekarang kenaikannya ini signifikan sekali, karena asokna daging babi dari peternak memang terbatas sejak ada penyakit babi tahun kemarin itu,” kata Sudiarta. Saat ini kebutuhan daging babi di Buleleng disuplai dari peternak luar Buleleng seperti Kabupaten Bangli dan Tabanan.
Dinas Kopdagrin-UKM Buleleng mengaku sudah berkoodinasi dengan Dinas Pertanian Buleleng terkait minimnya pasokan lokal Buleleng yang berdampak pada suplai dan ketersediaan daging babi. Kadis Sudiarta pun mengatakan meski ada kenaikan harga signifikan hal itu tak berpengaruh pada masyarakat umum. Terlebih dalam situasi pandemi ini masyarakat lebih selektif dalam berbelanja karena daya beli masih rendah. “Kalau dari sisi penjualan tak banyak pengaruh karena daya beli masyarakat saat ini juga masih terbatas. Paling beli daging saat hari-hari tertentu saja,” jelas dia.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta dikonfirmasi terpisah membenarkan jika pasokan daging babi dari peternak mengalami penurunan. Pengusaha ternak babi yang bermain di skala besar di Buleleng pasca penyakit babi menyerang dan mengakibatkan ribuan babi mati mendadak, belum berani berinvestasi besar. “Peternak masih memelihara tetapi jumlah skala besar tidak ada, sehingg itu yang membuat pasokan berkurang. Rata-rata masyarakat dan pengusaha masih trauma dengan kerugian kemarin. Apalagi sekarang pandemi, untuk memulai lagi kan perlu modal tidak sedikit,” jelas Sumiarta.
Populasi babi yang menurun tak hanya membuat harga daging melonjak tajam, tetapi juga bibit anakan babi. Satu ekor anakan saat ini di peternak Rp 700 ribu. Sehingga harga bibit yang cukup tinggi pada masa pandemi membuat peternak babi berpikir dua kali lipat untuk memulai kembali usahanya yang gagal di tahun lalu.
Sementara itu poses inseminasi buatan yang menyatukan gen babi balid engan babi lendris saat ini belum menunjukkan hasil yang baik. Sumiarta mengatakan tingkat kegagalan hasil inseminasi yang dimaksudkan untuk mendongkrak ketersediaan daging babi di Buleleng masih sangta tinggi. Solusi satu-satunya Dinas Pertanian tahun ini mencoba mengembangkan babi Bali yang lebih tahan dengan serangan penyakit.
Tiga Kelompok Tani ternak (KWT) di Desa Panji Kecamatan Sukasada, Desa Juanyar Kecaatan Seririt dan Desa/Kecamatan Gerokgak akan digelontor 10 ekor bibit babi Bali untuk dikembangkan sebagai demplot. Pengembangan babi Bali ini akan dievaluasi.
Dalam proses pengembangan akan dipilih bibit terbaik dan akan dikembangkan lebih luas di wilayah Buleleng. “Kalau kebutuhan daging selama ini disuplai dari babi lendris, tapi sangat rentan penyakit. Sehingga kami sementara prograkan pengembangan babi Bali di 3 demplot,” ungkap dia. *k23
1
Komentar