Sekeluarga 8 Orang Tinggal di Gubuk Reot, Hidup dari Canang
Perbekel Pujungan, Gede Putu Santi Arta, mengakui pihaknya sudah mengusulkan agar keluarga Ni Nyoman Kariani dapat bantuan bedah rumah ke pemerintah, namun belum kunjung terealisasi sampai kini.
Potret Satu Keluarga Miskin di Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan
TABANAN, NusaBali
Satu lagi potret keluarga miskin di wilayah Kabupaten Tabanan yang terungkap ke publik. Yakni, keluarga Ni Nyoman Kariani, 45, yang tinggal di Banjar Margasari, Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan. Satu keluarga besar beranggotakan 8 orang ini hidup di gubuk reot beratap seng dan dinding bilah bambu yang rapuh serta berlobang sana-sini.
Selain harus menanggung nafkah keluarga inti dengan 3 dan suami, Ni Nyoman Kariani selaku purusha (mengajak suami tinggal di rumah asalnya) juga mesti menghidupi ibu kandung dan 2 keponakannya. Kariani merupakan istri dari I Nengah Simpen, 40, suami nyentana asal Karangasem.
Pasangan suami istri (asutri) miskin ini menghidupi 3 anaknya yang masih kecil-kecil, yakni Ni Kadek Jeli Artini, 16, I Putu Legawa, 11, dan I Made Juliarta, 5. Si sulung Ka-dek Jeli Artini merupakan anak Kariani dari perkawinannya yang pertama.
Sedangkan ibu kandung yang harus ditanggung biaya hidupnya oleh Kariani adalah Ni Ketut Dorni, 59. Bukan cuma itu, masih ada dua keponakan lagi yang harus ditanggung nafkahnya, masing-masing I Putu Suastika, 13, dan Ni Komang Ayu Sepitri, 11. Mereka tinggal dan tidur pipil pindang (berdempetan) di dalam gubuk reot berukuran 4 meter x 3 meter.
Kendati hidup dalam kesesusahan, Nyoman Kariani selaku kepala keluarga purusa punya tekad untuk menyekolahkan anak-anak dan keponakannya. Terbukti, anak keduanya yakni Putu Legawa dan keponakannya, Komang Ayu Septiri, saat ini duduk di bangku Kelas IV SD. Sedangkan Putu Suastika (keponakan) dan Kadek Jeli Artini (anak sulung) putus sekolah.
Putu Suastika yang hanya tamat SMP, kini kerja sebagai buruh serabutan. Demikian pula Kadek Jeli Artini, putus sekolah dan kini bekerja sebagai buruh serabutan di Pasar Desa Pujungan. Sedangkan si bungsu yang baru berusia 5 tahun, Made Juliarta, belum sekolah.
Selama ini, Nyoman Kariani mengandalkan hidup dari jual canang. Sedangkan sang suami yang kawin nyentana di rumahnya, Nengah Simpen, kesehariannya sebagai buruh bantunan. Penghasilan pria nyentana asal Karangasem ini pun tidak seberapa.
Menurut Kariani, untuk menghidupi seluruh anggota keluarganya yang berjumlah 8 orang, dalam sehari setidaknya menghabiskan uang Rp 75.000. Padahal, penghasilannya tidak seberapa. “Jadi, bisa bertahan hidup saja, kami sudah sangat bersyukur,” tutur Kariani saat NusaBali berkunjung ke gubuknya, Selasa (24/11).
Kariani mengakui, selama ini keluarganya jugaa mendapatkan bantuan beras miskin (raskin) dari pemerintah. Mereka juga dapat layanan JKBM (Jaminan Kesehatan Bali mandara). “Tapi, kami sangat berharap nanti bisa mendapatkan bantuan bedah rumah dari pemerintah,” harap perempuan berusia 45 tahun ini.
Selanjutnya...
1
2
Komentar