Tokoh Pendidik, Kini Sulinggih
Seniman Topeng Ida Made Basma
AMLAPURA, NusaBali
Ida Made Basma,83, dikenal sebagai seniman topeng, guru tari, dan tokoh Pendidikan.
Dia berasal dari Griya Tubuh, Banjar Abang Jeroan, Desa/Kecamatan Abang, Karangasem. Kini mantan Kepala Kantor Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Abang, Karangasem, 1985-1989 ini, bergelar Ida Pedanda Gede Made Jelantik Gotama.
Upacara padiksan dilaksanakan di Griya Tubuh, Banjar Abang Jeroan, Desa/Kecamatan Abang pada Wraspati Wage Watugunung, Purnama Kawulu, Kamis (28/1). Ida Pedanda, saat walaka, selain berprofesi sebagai penari, sangging, dan guru, juga aktif di Pramuka.
Dia madiksa bersama istri, Dra Ni Nengah Sukartini alias Jro Istri Wanasari, saat walaka bernama Jro Sumanasa,61. Upacara padiksan dipuput Ida Pedanda Jelantik Karang dari Griya Karang, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, dan Ida Pedanda Istri Dwija Nugraha dari Griya Demung, Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem. Prosesi padiksan disertai pementasan tari Topeng Sidha Karya.
Prosesi diawali dengan muspa di hadapan guru nabe, Ida Pedanda Gede Made Jelantik Karang, lanjut mabeakala, masiram (mandi), berganti wastra (pakaian). Kembali muspa di hadapan guru nabe, lanjut keduanya ketapak. Dengan tapak itu, sang diksita berganti nama dari walaka jadi sulinggih.
Ida Pedanda Gede Made sebelumnya telah menjalani upacara diksa pariksa digelar PHDI Karangasem di Taman Budaya Candra Buana, Jalan Patih Jelantik Amlapura, Soma Paing Kelawu, Senin (11/1) pukul 09.00 Wita. Diksa pariksa dikoordinir Ketua PHDI Karangasem Dr Ni Nengah Rustini MAg, disaksikan Bendesa Madya Majelis Desa Adat Karangasem I Ketut Alit Suardana, nabe Ida Pedanda Gede Made Jelantik Karang, guru waktra Ida Pedanda Gede Wayan Demung, dan guru saksi Ida Pedanda Gede Wayan Kerta Yoga.
Ketua PHDI Dr Ni Nengah Rustini yang hadir saat upacara diksita langsung menyerahkan sertifikat PHDI Karangasem kepada sang sulinggih, dan resmi tercatat di PHDI sebagai sulinggih. Acara itu juga disaksikan Bupati I Gusti Ayu Mas Sumatri.
Ketua PHDI Dr Rustini mengatakan sulinggih sebenarnya memiliki tanggung jawab cukup berat, mesti memahami bahasa Kawi dan bahasa Sansekerta. Terutama saat dimohonkan umat menyurat nama-nama upakara menggunakan huruf Sansekerta. Tatanan kehidupan dijalani berbeda di bandingkan masih walaka. "Mengenai penguasaan ilmu pengetahuan jika dirasa masih kurang, agar mohon petunjuk kepada guru nabe," jelas Dr Rustini.
Prawarta Karya Ida Nyoman Sugata juga mengatakan, tugas sang sulinggih yakni menjalani salah satu dari unsur Catur Asrama, yakni Biksuka. Selain itu, menggelar surya sewana (mendoakan semesta), menggelar loka pala sraya (muput upacara) dan sebagai petatadahan upadesa (sebagai pembimbing umat). "Sebenarnya menjalani upacara rsi yadnya, merupakan kewajiban seluruh umat Hindu, untuk mencapai empat tahap namanya Catur Asrama," jelas Ida Nyoman Sugata.
Selanjutnya, jelas Ida Nyoman, sang sulinggih dapat pengetahuan dari guru nabe berupa bimbingan dan nasihat bidang ilmu pengetahuan suci. Hal ini sesuai petunjuk Lontar Krama Madiksa. Pelaksanaan diksa pariksa juga sesuai ketetapan Maha Sabha PHDI II No V/KRP/PHDI/68 tentang Tata Keagamaan Kasulinggihan, Upacara dan Tempat Suci. *nant
1
Komentar