Membangun Bali Dengan Memanfaatkan Generasi X dan Milenial
Hasil Sensus Penduduk 2020 (SP2020) telah dirilis oleh BPS pada hari Kamis 21 Januari 2021. Penduduk Bali berdasarkan hasil SP2020 tercatat sebesar 4,32 juta jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 2,17 juta jiwa dan perempuan 2,15 juta jiwa.
Penulis : I Made Juli Ardana, SST, M.Si
Statistisi di BPS Provinsi Bali
Kabupaten Buleleng merupakan daerah dengan penduduk terbanyak yaitu sebesar 791,81 ribu jiwa, diikuti Denpasar dengan penduduk sebesar 725,31 ribu jiwa, dan Badung dengan penduduk terbanyak ketiga dengan jumlah 548,12 ribu jiwa.
Dilihat dari sisi umur tercatat bahwa penduduk Bali pada tahun 2020 didominasi oleh penduduk generasi Z (umur 8-23 tahun atau kelahiran tahun 1997-2012) sebesar 26,10 persen, generasi X (umur 40-55 tahun atau kelahiran tahun 1965-1980) sebesar 24,50 persen, generasi Milenial (umur 24-39 tahun atau kelahiran tahun 1981-1996) sebesar 23,20 persen, dan. Pengelompokan tersebut diungkapkan oleh William H. Frey (2020) dalam BPS (2021), sebagian generasi Z berada pada kelompok usia produktif sedangkan generasi X dan Milenial seluruhnya merupakan penduduk usia produktif. Kelompok generasi Z pada umumnya masih berusia sekolah.
Penduduk produktif berada pada rentang usia 15-64 tahun, sedangkan penduduk usia 0-14 dan 65 tahun ke atas merupakan penduduk non produktif. Persentase penduduk usia produktif di Bali sebesar 70,96 persen menandakan bahwa Bali masih dalam masa menikmati bonus demografi. Menurut Bloom et al. (2011) dalam Indonesia’s Intergovernmental Transfer (2011) disebutkan bahwa bonus demografi tidak dapat berulang di dalam satu siklus demografi, momentum tersebut harus dimanfaatkan secara optimal agar dapat memberikan manfaat dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum dan Bali khususnya.
Berdasarkan data BPS pada Bulan Agustus 2020 tercatat bahwa tingkat pengangguran di Bali sebesar 5,63 persen atau sejumlah 144,50 ribu orang yang menganggur, kondisi tersebut mengalami peningkatan sebesar 4,06 persen poin dibandingkan Agustus 2019. Hal ini tentunya tidak terlepas dari Pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung. Pengangguran karena COVID-19 tercatat sebanyak 98,18 ribu orang. Secara keseluruhan terdapat 853,14 ribu orang penduduk usia kerja di Bali terdampak COVID-19 (baik itu pengangguran, bukan angkatan kerja, sementara tidak bekerja, maupun mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19). Peningkatan pengangguran tidak hanya terjadi di Bali, kondisi yang sama juga terjadi pada level nasional bahkan dunia. Raksasa ekonomi dunia seperti Amerika Serikat (AS) juga mengalami kondisi yang sama. Dikutip dari Bureau Of Labor Statistics (BLS) terlihat bahwa tingkat pengangguran di AS pada Desember 2020 sebesar 6,7 persen atau sekitar 10 juta penduduknya menjadi pengangguran, kondisi ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan bulan April dimana tingkat pengangguran di AS mencapai 14,8 persen.
Tingginya angka pengangguran pada masa pandemi ini mengindikasikan bahwa pasar kerja tidak dapat menyerap tenaga produktif yang tersedia, kondisi yang kemungkinan akan menimbulkan masalah pada masa yang akan datang. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk melakukan pemulihan ekonomi baik pada tingkat nasional maupun tingkat daerah. Pemberian Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), Program Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan memberikan bantuan stimulus pariwisata merupakan beberapa upaya pemerintah untuk memulihkan perekonomian. Berdasarkan Survei Dampak COVID-19 Terhadap Sosial Demografi dan Pelaku Usaha yang dilaksanakan oleh BPS terlihat bahwa bantuan yang dibutuhkan oleh pelaku usaha di Bali diantaranya adalah relaksasi/penundaan pembayaran pinjaman, bantuan modal usaha, penundaan pembayaran pajak, kemudahan administrasi untuk pengajuan pinjaman, keringanan tagihan listrik untuk usaha, dan bantuan pemasaran.
Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) Lanjutan yang dilakukan BPS tampak bahwa jumlah usaha di Indonesia didominasi oleh Usaha Mikro Kecil (UMK). Jumlah UMK di Indonesia mencapai lebih dari 26 juta usaha atau 98,68 persen dari usaha nonpertanian dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 59 juta orang atau sekitar 75,33 persen dari total tenaga kerja nonpertanian. Jumlah UMK di Bali 464,79 dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 1,1 juta orang.
UMK terbukti berdiri kokoh saat usaha-usaha besar lainnya berjatuhan, kondisi ini terjadi ketika Indonesia diterpa krisis pada tahun 1997-1998. Bertahannya UMK di tengah badai krisis karena memiliki tiga keunggulan, hal ini diungkapkan oleh Meryana (2012) dalam BPS (2019). Keunggulan pertama adalah karena umumnya UMK menghasilkan barang dan jasa yang dekat dengan kebutuhan masyarakat. Kedua, UMK tidak mengandalkan bahan baku impor tetapi lebih memanfaatkan sumber daya lokal baik dari sisi bahan baku, tenaga kerja, modal, dan peralatan. Ketiga, bisnis UMK menggunakan modal sendiri atau tidak mengandalkan pinjaman dari Bank. BPUM yang dikeluarkan pemerintah pada masa pandemi ini sangat menolong para pelaku usaha agar tetap bertahan yang tentunya menjadi katup pengaman untuk mengurangi risiko bertambahnya kemiskinan.
Melihat berbagai kondisi yang terjadi maka sudah semestinya pemerintah memperkuat UMK di Bali agar dapat menyerap tenaga kerja produktif yang jumlahnya sangat banyak. Memberikan pendidikan/pelatihan kewirausahaan kepada generasi X dan Milenial agar dapat menciptakan lapangan usaha baru yang dapat membantu penyerapan tenaga kerja yang pada saatnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Lancaster & Stillman (2002) dalam Putra (2016) mengungkapakan bahwa generasi X memiliki karakteristik seperti menyeimbangkan antara pekerjaan dengan kehidupan, bersifat informal, mengandalkan diri sendiri, menggunakan pendekatan praktis, ingin bersenang-senang dalam bekerja, senang bekerja dengan teknologi terbaru. Generasi Milenial dengan karakteristik memiliki rasa optimis yang tinggi, fokus pada prestasi, percaya diri, percaya pada nilai-nilai moral dan sosial, menghargai adanya keragaman. Kedua generasi ini, terutama dari generasi milenial sangat familiar dengan perubahan teknologi informasi yang sangat cepat. Dengan penanganan yang tepat, kombinasi kedua generasi tersebut dapat diharapkan untuk membangun Bali dalam meningkatkan perekonomian untuk mengurangi ketimpangan pembangunan atau mencapai pemerataan.
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar