Penari Rangda Tewas Tertusuk Keris Ketika Ritual Napak Pertiwi
DENPASAR, NusaBali
Musibah maut terjadi saat ritual Napak Pertiwi di kawasan Banjar Belong Gede, Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara pada Wraspati Umanis Sinta, Kamis (4/2) dinihari pukul 01.00 Wita.
Seorang penari rangda yang masih remaja, I Gede NEP, 16, tewas mengenaskan setelah tertusuk keris saat masolah (menari). Informasi di lapangan, ritual Napak Pertiwi ini dilaksanakan oleh Sanggar Pekandelan, Banjar Belong Gede, Desa Pemecutan Kaja. Upacara ritual untuk ngadegang barong ini dilaksanakan tepat saat rahina Pagerwesi pada Buda Kliwon Sinta, Rabu (3/2) sore hingga Kamis dinihari di lahan kosong tepatnya Jalan Sutomo Nomor 44 Denpasar.
Saat ritual Napak Pertiwi, korban Gede NEP yang ngigel (menari) rangda tiba-tiba kerauhan (kesurupan). Saat itulah remaja berusia 16 tahun ini tertusuk keris hingga akhirnya meninggal dunia.
Hal ini juga diakui Kelian Adat Banjar Belong Gede, Desa Pemecutan Kaja, I Gede Jaya Atmaja, Jumat kemarin. Menurut Jaya Atmaja, ritual Napak Pertiwi itu digelar serangkaian rahina Pagerwesi pada Buda Kliwon Sinta, yang dilaksanakan Rabu sore sejak pukul 15.00 Wita.
“Memang kejadiannya saat ritual Napak Pertiwi saat Hari Raya Pagerwesi, yang digelar mulai sore pukul 15.00 Wita,” ungkap Jaya Atmaja di sela-sela pertemuan di Bale Banjar Belong Gede yang digelar untuk membahas musibah maut tersebut, Jumat kemarin.
Jaya Atmaja sendiri tidak full mengikuti kegiatan Napak Perwiwi tersebut. Dia menyaksikan kegiatan hingga malam pukul 20.30 Wita, kemudian pulang dan tidak mengikuti ritual selanjutnya karena hujan. “Tiang dengar nika kejadiannya kurang lebih jam 1 dinihari. Tiang waktu itu tidak ada di tempat, tak lagi mengikuti ritual,” katanya.
Menurut Jaya Atmaja, ritual Napak Pertiwi tersebut melibatkan sekitar 30 orang. Korban Gede NEP sendiri disebutkan mengalami kerauhan (kesurupan) saat ritual berlangsung yang diiringi gamelan. Tiba-tiba, pragina (penari) remaja berusia 16 tahun ini tumbang bersimbah darah akibat tertusuk keris.
Setelah terjatuh, korban kemudian ditolong oleh anggota sekaa megambel. Selanjutnya, korban yang tidak sadarkan diri dilarikan ke RSUD Wangaya, namun nyawanya tak tertolong, akibat luka parah di dada bagian kiri.
Kasubag Hukum dan Humas RSUD Wangaya, AA Ngurah Suastika, mengatakan pasien korban tertusuk keris saat masolah ini diterima di UGD, Kamis dinihari sekitar pukul 02.00 Wita. “Pasien masuk UGD RSUD Wangaya sudah dalam keadaan meninggal. Kemudian, Kamis pagi pukul 08.30 Wita jasadnya dibawa ke Kamar Jenazah RSUD Wangaya,” jelas Gung Suastika saat dikonfirmasi terpisah, Jumat kemarin.
Guang Suastika menyebutkan, dari hasil pemeriksaan luar jenazah korban, ditemukan luka pada dada sebelah kiri. Saat ini, jenazah korban masih dititipkan di kamar RSUP Wangaya. “Tidak akan dilakukan uji swab PCR, karena korban tidak mengarah ke Covid-19,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dusun (Kadus) Belong Gede, Desa Pemecutan Kaja, I Made Rispong Artha Sudanegara, mengatakan penari rangda meninggal karena tertusuk keris. Hanya saja, Artha Sudanegara mengaku tidak mengetahui persis pelaksanaan upacara ritual di Sanggar Pekandelan tersebut.
Dari informasi yang diperoleh Artha, penari rangda tertusuk keris saat masolah diiringi pepatih. Korban kemudian dilarikan ke RSUD Wangaya, namun nyawanya gagal diselamatkan. “Korban meninggal dengan masih megenakan pakian rangda,” jelas Artha saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin.
Sedangkan Plt Perbekel Pemecutan Kaja, IB Putu Sudiartha, mengatakan ritual Napak Pertiwi yang mengakibatkan penari rangda tewas tertusuk keris di Sanggar Pekandelan, Banjar Belong Gede, tidak dilaporkan ke pihak Satgas Covid-19 Desa Pemecutan Kaja. “Tidak ada laporan penyelenggaraan upacara ritual Napak Pertiwi di tengah pandemi Covid-19,” papar Putu Sudiartha yang dihubungi terpisah, Jumat kemarin.
"Terus terang, kami tidak tahu ada upacara Napak Pertiwi itu sampai ada yang meninggal. Saya baru tau setelah diberitahu Bhabinkamtibmas ada musibah penari rangda tewas tertusuk keris," lanjut Sudiartha.
Dikonfirmasi NusaBali terpisah, Jumat kemarin, Kasubbag Humas Polresta Denpasar, Iptu Ketut Sukadi, mengatakan pihaknya belum menerima laporan tentang peristiwa penari rangda tewas tertusuk keris saat ritual Napak Pertiwi. "Sampai saat ini tidak ada laporan masuk tentang kejadian tersebut," papar Iptu Sukadi.
Ini untuk kesekian kalinya di Bali terjadi musibah maut seorang penari tewas tertusuk keris saat masolah. Sebelumnya, seorang penari keris asal Banjar Peninggaran, Desa Seraya Tengah, Kecamatan Karangasem, I Gede Suardana, juga mengalami musibah serupa, 30 Oktober 2019 malam. Bedanya, saat itu pragina berusia 37 tahun ini tertancap keris yang dimainkan sendiri saat menari dalam kondisi kerauhan ketika piodalan di Pura Batu Telu, Banjar Celagi, Desa Seraya Tengah.
Korban Gede Suardana meninggal sehari kemudian dalam perawatan di RSUP Sanglah, Denpasar, 31 Oktober 2019 malam pukul 23.00 Wita. Korban tewas mengenaskan setelah luka sedalam 5 cm akibat tertusuk keris yang dimainkannya. Berdasarkan keyakinan krama setempat, korban terluka karena keris yang dipegangnya diduga sempat jatuh. Jika tidak jatuh atau bersentuhan dengan keris penari lain, senjata tersebut tidak akan melukai yang memainkannya saat ritual ngurek (menusuk dada). *cr74,mis,pol
Komentar