Membidik Generasi Z dan Milenial
Badan Pusat Statistik mengumumkan jumlah penduduk Indonesia pada September 2020 berjumlah 270.203.917 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,25 persen pertahun dan kepadatan sebanyak 141 jiwa per kilo meter persegi.
Penulis : Fendy Apriyadi, SST
Fungsional Statistisi di BPS Kabupaten Jembrana
Berdasarkan klasifikasi generasi yang merujuk literatur dari William H Frey, bahwa penduduk Indonesia di dominasi oleh generasi Z dan Milineal. Jumlah mereka sekitar separuh penduduk Indonesia, sebesar 53,81 persen atau setara dengan 145,39 juta jiwa. Ada enam kategori dalam pengklasifikasian ini, diantaranya post gen Z (lahir 2013-dst), generasi Z (1997-2012), Milenial (1981-1996), generasi X (1965-1980), baby boomer (1946-1964) dan pre boomer (sebelum tahun 1945). Pengklasifikasian ini penting dilakukan karena setiap generasi memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda sebagai sasaran sekaligus pemeran dalam pembangunan.
Untuk kondisi Bali, jumlah penduduk pada tahun 2020 sebesar 2020 4.317.404 jiwa terdiri dari 2.171.105 jiwa penduduk laki-laki dan 2.146.299 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan sensus penduduk sebelumnya pada tahun 2010 jumlah ini bertambah sekitar 426,65 ribu jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,01 persen. Dengan luas daratan sebesar 5.780,06 kilometer persegi, maka kepadatan penduduk Bali sebanyak 747 jiwa per kilometer persegi. Dari 9 Kabupaten/kota, Kota Denpasar merupakan daerah terpadat dengan angka keapadatan sebesar 5.676 jiwa/km2 sedangkan Kabupaten Jembrana merupakan daerah dengan kepadatan terendah yaitu sebesar 377 jiwa/ km2. Berdasarkan klasifikasi generasi, kondisi Bali tidak jauh berbeda dengan situasi nasional. Jumlah penduduk generasi Z dan milineal di Bali pun mencapai hampir separuh penduduk yakni 49,30 persen dari total penduduk.
Dari sisi demografi, seluruh generasi milineal merupakan penduduk yang berada pada kelompok usia produktif pada 2020 dengan rentang usia 24-39 tahun. Usia produktif adalah penduduk yang masuk dalam rentang usia antara 15- 64 tahun. Sedangkan generasi Z (8 sampai 23 tahun) terdiri dari penduduk usia belum produktif dan produktif. Sekitar tujuh tahun lagi, seluruh generasi Z akan berada pada kelompok penduduk usia produktif. Hal ini merupakan peluang dan tantangan, baik di masa sekarang maupun masa depan, karena generasi inilah yang berpotensi menjadi aktor dalam pembangunan yang akan menentukan masa depan bangsa. Oleh karena itu, investasi sumber daya manusia pada generasi ini merupakan keharusan yang tidak boleh terlewati.
Penguasaan tekhnologi informasi membuat generasi milineal dan Z lebih unggul daripada generasi lainnya pada masa revolusi indusrti 4.0 yang serba terhubung dan instan. Mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan kondisi lapangan pekerjaan yang menuntut serba online. Mulai dari produksi, distribusi produk hingga konsumsi melibatkan internet dalam prosesnya. Proses tersebut begitu cepat terjadi dan merekalah yang lebih adaptif dengan keadaan ini. Terbukti ketika pandemi terjadi, perusahaan-perusahaan raksasa yang masih menawarkan pemasaran secara konvensional terkalahkan dengan sendirinya oleh persaingan UMKM berbasis digital yang sebagian besar dikuasai oleh generasi milineal. Sensitifitas pemerintah sangat diperlukan menangkap fenomena ini . Dengan berbagai kebijakan, pemerintah harus hadir memacu kreativitas mereka sampai tingkat tertinggi sehingga mereka mampu menjawab berbagai tantangan, kendala dan masalah bangsa yang berujung pada keuntungan masa kini dan mendatang.
Pendidikan diyakini sebagai sarana utama untuk mempersiapkan dan menghasilkan SDM yang unggul. Informasi status pendidikan dapat memberikan gambaran akses generasi Z dan milineal terhadap pendidikan. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2020 mencatat 72,41 persen penduduk berusia 7-24 tahun yang masih duduk dibangku sekolah mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi. Sekitar 0,26 persen tidak/belum bersekolah dan 27,32 persen yang sudah tidak bersekolah lagi dikarenakan putus sekolah atau hanya tamat pada jenjang pendidikan tertentu dan tidak melanjutkan sekolah lagi. Bali memiliki kondisi sedikit lebih baik dari nasional, terdapat 74,60 persen penduduk berusia 7-24 tahun yang masih duduk dibangku sekolah mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi. Sekitar 0,18 persen tidak/belum bersekolah dan 25,23 persen yang sudah tidak bersekolah lagi. Usia 7-24 tahun merupakan usia formal sekolah, pada usia tersebut seharusnya seseorang masih duduk dibangku sekolah mendapatkan pendidikan yang berguna sebagai bekal kehidupan. Masih adanya penduduk pada generasi ini yang belum mendapat akses pendidikan dan sudah tidak bersekolah lagi, perlu mendapat perhatian serius pemerintah. Terlebih di masa pandemi ini, kebijakan pembelajaran jarak jauh membuka peluang lebih besar angka putus sekolah. Pemerataan akses terhadap internet, keterbatasan pengawasan orang tua dan guru akan aktifnya peserta didik mengikuti pembelajaran menjadi pemicu permasalahan.
Selanjutnya, untuk tetap produktif harus didukung dengan kondisi kesehatan yang baik. Pada profil generasi milenial yang dipublikasikan oleh Kementerian PPPA, tiga tahun berturut-turut (2015, 2016 dan 2017) angka kesakitan dari generasi milenial menunjukkan persentase terendah dibanding generasi lainnya berkisar 8-9 persen. Dapat dimaklumi, generasi milenial lahir pada masa kesehatan masyarakat sudah menajdi prioritas pemerintah mulai dari kampanye KB, masifnya imunisasi, penyuluhan kesehatan, posyandu dan lain sebagainya. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya angka kesakitan generasi milenial yakni mereka memanfaatkan platform kesehatan online ketika mengalami gejala tertentu sebelum melakukan konsultasi dengan dokter, mereka mencari tahu cara pengobatan pertama, pencegahan maupun pola hidup sehat. Tantangan yang patut diwaspadai adalah kebiasaan merokok yang menjadi gaya hidup sebagian generasi Z dan milenial. Rokok tampil ditengah masyarakat lebih variatif dan elegan, rokok elektrik salah satunya. Sejalan dengan hal ini, sindikat peredaran narkoba dan seks bebas menjadi ancaman yang tidak boleh diabaikan. Bali yang merupakan destinasi wisata tentu lebih berpeluang untuk menghadapi tantangan ini karena pergaulan yang lebih global. Jika tidak dilakukan pengetatan penjagaan dan ketegasan penindakan, lambat laun generasi kita akan dirusak dari sisi ini.
Akhirnya, dominasi generasi Z dan milineal dalam komposisi penduduk dihrapakan mampu membawa dampak positif pada pembangunan jika kelebihan dan potensi yang mereka miliki dapat dioptimalkan. Serta penghambat - penghambat kemajuan dapat diminimalisir sampai kasus terendah.*
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Komentar