9 Desa Wisata di Bali Dikembangkan Kemenparekraf RI

Terkait pengembangan 9 desa ini, komponen pariwisata Bali berharap desa wisata tersebut diarahkan menuju kategori pariwisata mandiri.

“Harus memenuhi beberapa kriteria,” ujar Sekretaris Dewan Pimpinan  Daerah Masyarakat Sadar Wisata (DPD MASATA) Bali, K Swabawa CHA, Minggu (7/2). Di antaranya aksesabilitas, amenitas dan atraksi yang memadai. Kemudian pembangunan SDM yang kompeten. Keterlibatan masyarakat lokal yang mendominasi desa wisata. “Bukan investor,” tegas K Swabawa.

Selanjutnya memiliki sistem tata kelola desa wisata yang berkonsep industri, yakni pengelolaan usaha ekonomi yang memberi manfaat kesejahteraan masyarakat dan peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes). K Swabawa mencontohkan Desa Wisata Taro, Tegalalalang, Gianyar. Dalam masa pandemi  2020 lalu,  Desa Wisata Taro tetap ramai dikunjungi wisatawan, khususnya wisatawan lokal.

Selain terkenal dengan satwa Lembu Putih dan Pura Gunung Raung, di Desa Taro juga terdapat Taman Kunang-Kunang, pengembangan pertanian organik lengkap dengan pengolahan kompos. “Ini berorientasi pada environment sustainability,” ujar K Swabawa.

Karena memang sebaiknya, lanjut K Swabawa desa wisata mengedepankan  aspek usaha pelestarian alam, budaya, tradisi yang menjadi kearifkan lokal. Kata K Swabawa, pengembangan 244 desa wisata di seluruh Indonesia berdasarkan data yang disurvei oleh Asosiasi Desa Wisata (ASIDEWI). Sembilan (9) desa wisata di Bali yang dikembangkan Kemenparekraf RI, yakni Desa Wisata Pengelipuran, Kelurahan Kubu, Kecamatan/Kabupaten Bangli, Desa Wisata Undisan, Kecamatan Tembuku, Bangli, Desa Wisata Taro, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Desa Wisata Batubulan Kecamatan, Sukawati Gianyar, Desa Wisata Pemuteran Kecamatan Gerogak, Buleleng, Desa Wisata Banjar, Kecamatan Banjar Buleleng, Desa Wisata Belimbing Sari, Kecamatan Melaya, Jembrana, Desa Pakraman Jasri, Kelurahan Subagan, Karangasem dan Desa Wisata Bakas, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung. *k17