Desa Adat Gianyar Surati Polda Bali
Terkait Klaim Pemkab Atas Tanah Pasar Gianyar
Pasar adat ini dipinjam oleh Pemda Gianyar menjadi Pasar Gianyar, karena bangunannya punya Pemda.
GIANYAR, NusaBali
Desa Adat Gianyar, Kelurahan/Kecamatan Gianyar, Gianyar, bersurat ke Polda Bali. Desa Adat memohon perlindungan hukum terkait masalah tanah PKD Pasar Umum Gianyar yang saat ini sedang direvitalisasi. Surat berkop Desa Adat Gianyar dan ditandatangani Bendesa Adat Gianyar Dewa Made Swardana, dikirimkan Senin (8/2) lalu.
Surat ditembuskan kepada 13 pihak, mulai dari Kementerian Agraria, Gubernur Bali, Pangdam Udayana, Ketua DPRD Bali hingga Bupati Gianyar dan Kantor Pertanahan Gianyar. Bendesa Adat Gianyar, Dewa Made Swardana, Rabu (10/2), mengakui surat tersebut. Alasannya, tanah PKD Pasar Umum Gianyar versi Desa Adat adalah tanah Adat. "Itu kan tanah desa adat. Tanah desa adat dari tahun 1947 pindah dari Pasar Tenten yang sebelumnya di Balai Budaya zaman pemerintahan Anak Agung Gde Agung," jelas Dewa Swardana.
Kala itu, Pasar Tenten dipindahkan ke lahan Pasar Umum Gianyar untuk perluasan pasar, berstatus pasar adat. Saat pindah, ada 16 KK yang dipindahkan oleh desa adat ke kawasan Kampung Tinggi, Banjar Teges, Desa Adat Gianyar. Mereka diberikan tanah oleh desa adat. Tahun 1976-1977, pemerintahan Bupati Gianyar Anak Agung Putra (1969-83), pasar lagi di perluas ke selatan. "Maka lagi ada 10 KK dipindahkan ke Jalan Majapahit, saat itu masih kawasan desa adat, Banjar Teges kelod," jelasnya.
Jelas dia, pasar adat ini dipinjam oleh Pemda Gianyar menjadi Pasar Gianyar, karena bangunannya punya Pemda. Kala itu belum terjadi polemik. Namun saat pemerintahan Bupati Gianyar I Made Mahayastra, tanpa disangka tanah adat tersebut dimasukkan ke dalam kartu inventaris barang (KIB). "Seharusnya yang masuk KIB itu hanya bangunannya saja," ungkap Dewa Swardana.
Malah, jelas dia, tanah desa adat ini diklaim sebagai tanah negara. "Kalau Bupati dulu kan tidak pernah mempermasalahkan ini. Tanah PKD ini, makanya ada MoU parkir sengol. Ada perjanjian, karena kita punya tanah PKD di sana, supaya ada rasa terimakasih pemda kepada desa adat makanya diberikan MoU parkir sengol pembagiannya 65 persen persen desa adat," paparnya.
Masalahnya kini, tanah Pasar Umum Gianyar diklaim adalah tanah negara. "Malahan dikatakan tukar guling," ujarnya. Terkait bukti kepemilikan tanah, Dewa Swardana mengatakan bahwa sejak dulu memang tidak ada sertifikat. "Kalau masalah bukti, kan tanah ada dari dulu tidak ada sertifikat. Secara hukum, desa adat adalah subjek hukum. Karena dia punya sejarah dari 26 KK," jelasnya.
Perlindungan hukum yang diminta, berkaitan dengan Desa Adat Gianyar yang saat ini sedang melaksanakan program Presiden Jokowi berupa PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) tanah desa adat. ‘’Pada saat yang sama, Pemda mengajukan permohonan hak guna pakai," ujar mantan Plt Sekwan DPRD Gianyar ini.
Masalahnya semakin menjadi-jadi, ketika pemda justru tidak mau mencabut permohonan itu. Malahan mengklaim bahwa itu adalah tanah puri. "Pemda tak ngerti sejarah. Klaim itu sudah bisa dipatahkan. Kalau itu dikatakan pasar puri, dulu puri itu keratonnya di Beng. Tahun 1771,keraton pindah ke Gianyar. Sebelum pindah ke Gianyar ini, Gianyar sudah ada masyararakat adat," bebernya.
Ditambahkan Dewa Swardana, BPN Gianyar sudah melakukan mediasi antara Pemkab dan desa adat. Hanya saja pada mediasi pertama Pemkab tak hadir. "Kita ingin menyelesaikan secara damai, musyawarah dan mufakat. Desa adat sudah ngalah. Malahan desa adat mengapresiasi revitalisasi pasar itu. Pakai aja tanah desa adat itu, tapi berikan kami mensertifikatkan," pintanya. Harapannya, lewat surat tersebut Polda Bali dapat membantu menyelesaikan masalah ini.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar Luh Eka Suary, belum bisa berkomentar soal surat desa adat ke Polda Bali tersebut. “Saya masih rapat,” pungkasnya singkat. Di bagian lain, proyek pembangunan Pasar Umum Gianyar dengan leading sector dinas ini bernilai Rp 230 miliar lebih, kini terus digenjot. *nvi
Desa Adat Gianyar, Kelurahan/Kecamatan Gianyar, Gianyar, bersurat ke Polda Bali. Desa Adat memohon perlindungan hukum terkait masalah tanah PKD Pasar Umum Gianyar yang saat ini sedang direvitalisasi. Surat berkop Desa Adat Gianyar dan ditandatangani Bendesa Adat Gianyar Dewa Made Swardana, dikirimkan Senin (8/2) lalu.
Surat ditembuskan kepada 13 pihak, mulai dari Kementerian Agraria, Gubernur Bali, Pangdam Udayana, Ketua DPRD Bali hingga Bupati Gianyar dan Kantor Pertanahan Gianyar. Bendesa Adat Gianyar, Dewa Made Swardana, Rabu (10/2), mengakui surat tersebut. Alasannya, tanah PKD Pasar Umum Gianyar versi Desa Adat adalah tanah Adat. "Itu kan tanah desa adat. Tanah desa adat dari tahun 1947 pindah dari Pasar Tenten yang sebelumnya di Balai Budaya zaman pemerintahan Anak Agung Gde Agung," jelas Dewa Swardana.
Kala itu, Pasar Tenten dipindahkan ke lahan Pasar Umum Gianyar untuk perluasan pasar, berstatus pasar adat. Saat pindah, ada 16 KK yang dipindahkan oleh desa adat ke kawasan Kampung Tinggi, Banjar Teges, Desa Adat Gianyar. Mereka diberikan tanah oleh desa adat. Tahun 1976-1977, pemerintahan Bupati Gianyar Anak Agung Putra (1969-83), pasar lagi di perluas ke selatan. "Maka lagi ada 10 KK dipindahkan ke Jalan Majapahit, saat itu masih kawasan desa adat, Banjar Teges kelod," jelasnya.
Jelas dia, pasar adat ini dipinjam oleh Pemda Gianyar menjadi Pasar Gianyar, karena bangunannya punya Pemda. Kala itu belum terjadi polemik. Namun saat pemerintahan Bupati Gianyar I Made Mahayastra, tanpa disangka tanah adat tersebut dimasukkan ke dalam kartu inventaris barang (KIB). "Seharusnya yang masuk KIB itu hanya bangunannya saja," ungkap Dewa Swardana.
Malah, jelas dia, tanah desa adat ini diklaim sebagai tanah negara. "Kalau Bupati dulu kan tidak pernah mempermasalahkan ini. Tanah PKD ini, makanya ada MoU parkir sengol. Ada perjanjian, karena kita punya tanah PKD di sana, supaya ada rasa terimakasih pemda kepada desa adat makanya diberikan MoU parkir sengol pembagiannya 65 persen persen desa adat," paparnya.
Masalahnya kini, tanah Pasar Umum Gianyar diklaim adalah tanah negara. "Malahan dikatakan tukar guling," ujarnya. Terkait bukti kepemilikan tanah, Dewa Swardana mengatakan bahwa sejak dulu memang tidak ada sertifikat. "Kalau masalah bukti, kan tanah ada dari dulu tidak ada sertifikat. Secara hukum, desa adat adalah subjek hukum. Karena dia punya sejarah dari 26 KK," jelasnya.
Perlindungan hukum yang diminta, berkaitan dengan Desa Adat Gianyar yang saat ini sedang melaksanakan program Presiden Jokowi berupa PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) tanah desa adat. ‘’Pada saat yang sama, Pemda mengajukan permohonan hak guna pakai," ujar mantan Plt Sekwan DPRD Gianyar ini.
Masalahnya semakin menjadi-jadi, ketika pemda justru tidak mau mencabut permohonan itu. Malahan mengklaim bahwa itu adalah tanah puri. "Pemda tak ngerti sejarah. Klaim itu sudah bisa dipatahkan. Kalau itu dikatakan pasar puri, dulu puri itu keratonnya di Beng. Tahun 1771,keraton pindah ke Gianyar. Sebelum pindah ke Gianyar ini, Gianyar sudah ada masyararakat adat," bebernya.
Ditambahkan Dewa Swardana, BPN Gianyar sudah melakukan mediasi antara Pemkab dan desa adat. Hanya saja pada mediasi pertama Pemkab tak hadir. "Kita ingin menyelesaikan secara damai, musyawarah dan mufakat. Desa adat sudah ngalah. Malahan desa adat mengapresiasi revitalisasi pasar itu. Pakai aja tanah desa adat itu, tapi berikan kami mensertifikatkan," pintanya. Harapannya, lewat surat tersebut Polda Bali dapat membantu menyelesaikan masalah ini.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar Luh Eka Suary, belum bisa berkomentar soal surat desa adat ke Polda Bali tersebut. “Saya masih rapat,” pungkasnya singkat. Di bagian lain, proyek pembangunan Pasar Umum Gianyar dengan leading sector dinas ini bernilai Rp 230 miliar lebih, kini terus digenjot. *nvi
1
Komentar