Sanggar Seni Kebo Iwa Sajikan ‘Kawisesan Mahosadhilata’
DENPASAR, NusaBali
Hadir merespons tema Bulan Bahasa Bali 2021, Sanggar Kebo Iwa tampil dengan sasolahan sastra ‘Kawisesan Mahosadhilata’ yang ditayangkan melalui kanal YouTube Dinas Kebudayaan Provinsi Bali pada Senin (8/2) pukul 19.00 Wita.
Garapan seni Kawisesan Mahosadhilata ini mengisahkan, Putra Rahwana yang bernama Meganada akhirnya turun ke medan laga. Ia memiliki berbagai jenis panah yang berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Bahkan Dewa Indra sekalipun. Dalam menghadapi Rama beserta pasukan keranya, Meganada mengeluarkan kesaktian bernama Adresiatantra.
Kesaktiannya itu yang menyebabkan langit seketika gelap, orang lain tidak bisa melihat pergerakan Meganada. Kesaktian Adresiatantra ditambah dengan panah Wimohana menyebabkan pasukan kera kebingungan dan tertidur. Oleh sebab itulah ia dengan leluasa membunuh pasukan kera Rama.
Menyadari situasi ini, Wibhisana kemudian meminta Hanoman untuk mencari tumbuh-tumbuhan sebagai bahan obat.Tumbuh-tumbuhan yang bernama Mahosadilata itu berada di Puncak Gunung Himawan. Tanpa berpikir panjang, Hanoman lalu berangkat menuju gunung Himawan. Tiba di gunung Himawan, Hanoman tidak tahu secara pasti tumbuhan yang bernama Mahosadilata.
Hal inilah yang menyebabkan Hanoman kemudian memotong puncak gunung Himawan dan berhasil memindahkan gunung itu dengan cepat. Di medan pertempuran, Wibhisana lalu mencari Mahosadilata dan meraciknya menjadi obat. Ramuan yang didapatkan di hutan gunung Himawan itu berhasil menyembuhkan para pasukan kera Rama.
Garapan yang didukung oleh total sebanyak 36 orang ini menampilkan sajian yang kental dengan unsur-unsur tradisi. Tari yang ditata oleh I Putu Anggra Dana Suka. S.Sn. dan I Made Sidik, S.Sn.,M.Sn lebih mengedepan gerak-gerak kreasi namun tetap berpatokan pada pakem tari yang ada. Antara gerak tari dan music iringan saling mendukung, bahkan padu menjadi satu. Untuk memberikan jiwa dalam setiap gerak dan adegan, garapan ini menggunakan iringan Gamelan Gong Kebyar serta seorang dalang untuk memberikan penegasan dalam setiap adegan.
Garapan berdurasi 33 menit ini memberikan kesan kuat pada unsure hutan yang menjadi elemen utama dalam garapan ini. Maka, properti kostum yang digunakan pun bersumber dari hutan, seperti daun-daunan kering dan memanfaatkan semak belukar. “Pesannya adalah bagaimana kita menjaga hutan. Karena hutan adalah sumber tanaman obat dan hutan memberikan banyak manfaat lainnya bagi hidup manusia. Dalam cerita ini juga menunjukan kesetiaan tokoh Hanoman kepada Rama,” ujar Ketua Sanggar Kebo Iwa, I Nyoman Mariyana SSn MSn.
Mempersiapkan garapan seni di tengah suasana pandemi memang merupakan tantangan tersendiri. “Segala situasi kami carikan solusi dan mensiasati segala kekurangan yang ada. Itulah salah satu pentingnya olah kreativitas untuk menunjukan atau membuat suatu pertunjukan yang tidak saja dapat ditonton secara visual namun juga menyiratkan pesan yang hendak disampaikan walaupun dalam kesempatan ini kami sajikan secara daring,” lanjutnya.
Tak lupa, dalam menggarap sasolahan sastra yang memakan waktu selama 20 hari ini, Nyoman Mariyana dan rekan-rekan di Sanggar Kebo Iwa senantiasa menjaga kesehatannya. Untuk menjaga jarakpun, sesungguhnya dalam memainkan instrumen gamelan Bali, jarak sudah dibatasi dengan adanya instrumen tersebut.
“Berkaitan dengan protokol kesehatan, kami tetap memperhatikan kesehatan semua tim, mulai dari memberikan vitamin bagi semua pemain, membiasakan mencuci tangan sebelum ataupun sesudah selesai latihan, maupun menjaga jarak saat proses latihan,” tuntasnya.*cr74
Kesaktiannya itu yang menyebabkan langit seketika gelap, orang lain tidak bisa melihat pergerakan Meganada. Kesaktian Adresiatantra ditambah dengan panah Wimohana menyebabkan pasukan kera kebingungan dan tertidur. Oleh sebab itulah ia dengan leluasa membunuh pasukan kera Rama.
Menyadari situasi ini, Wibhisana kemudian meminta Hanoman untuk mencari tumbuh-tumbuhan sebagai bahan obat.Tumbuh-tumbuhan yang bernama Mahosadilata itu berada di Puncak Gunung Himawan. Tanpa berpikir panjang, Hanoman lalu berangkat menuju gunung Himawan. Tiba di gunung Himawan, Hanoman tidak tahu secara pasti tumbuhan yang bernama Mahosadilata.
Hal inilah yang menyebabkan Hanoman kemudian memotong puncak gunung Himawan dan berhasil memindahkan gunung itu dengan cepat. Di medan pertempuran, Wibhisana lalu mencari Mahosadilata dan meraciknya menjadi obat. Ramuan yang didapatkan di hutan gunung Himawan itu berhasil menyembuhkan para pasukan kera Rama.
Garapan yang didukung oleh total sebanyak 36 orang ini menampilkan sajian yang kental dengan unsur-unsur tradisi. Tari yang ditata oleh I Putu Anggra Dana Suka. S.Sn. dan I Made Sidik, S.Sn.,M.Sn lebih mengedepan gerak-gerak kreasi namun tetap berpatokan pada pakem tari yang ada. Antara gerak tari dan music iringan saling mendukung, bahkan padu menjadi satu. Untuk memberikan jiwa dalam setiap gerak dan adegan, garapan ini menggunakan iringan Gamelan Gong Kebyar serta seorang dalang untuk memberikan penegasan dalam setiap adegan.
Garapan berdurasi 33 menit ini memberikan kesan kuat pada unsure hutan yang menjadi elemen utama dalam garapan ini. Maka, properti kostum yang digunakan pun bersumber dari hutan, seperti daun-daunan kering dan memanfaatkan semak belukar. “Pesannya adalah bagaimana kita menjaga hutan. Karena hutan adalah sumber tanaman obat dan hutan memberikan banyak manfaat lainnya bagi hidup manusia. Dalam cerita ini juga menunjukan kesetiaan tokoh Hanoman kepada Rama,” ujar Ketua Sanggar Kebo Iwa, I Nyoman Mariyana SSn MSn.
Mempersiapkan garapan seni di tengah suasana pandemi memang merupakan tantangan tersendiri. “Segala situasi kami carikan solusi dan mensiasati segala kekurangan yang ada. Itulah salah satu pentingnya olah kreativitas untuk menunjukan atau membuat suatu pertunjukan yang tidak saja dapat ditonton secara visual namun juga menyiratkan pesan yang hendak disampaikan walaupun dalam kesempatan ini kami sajikan secara daring,” lanjutnya.
Tak lupa, dalam menggarap sasolahan sastra yang memakan waktu selama 20 hari ini, Nyoman Mariyana dan rekan-rekan di Sanggar Kebo Iwa senantiasa menjaga kesehatannya. Untuk menjaga jarakpun, sesungguhnya dalam memainkan instrumen gamelan Bali, jarak sudah dibatasi dengan adanya instrumen tersebut.
“Berkaitan dengan protokol kesehatan, kami tetap memperhatikan kesehatan semua tim, mulai dari memberikan vitamin bagi semua pemain, membiasakan mencuci tangan sebelum ataupun sesudah selesai latihan, maupun menjaga jarak saat proses latihan,” tuntasnya.*cr74
Komentar