Aneh, Cok Ibah Sosialisasi Tak Maju di Pilkada
Salah satu kandidat calon yang disebut-sebut berpeluang maju dalam Pilkada Gianyar 2018 dari Partai Golkar, Tjokorda Raka Kerthayasa Sukawati alias Tjok Ibah kini sudah sosialisasikan diri.
DENPASAR, NusaBali
Namun yang mengejutkan ternyata tokoh Puri Ubud, Gianyar ini bukan sosialisasi mau maju nyalon, melainkan sosialisasi kalau dirinya tidak berminat tarung di Pilkada Gianyar. Kenapa?
Saat ditemui NusaBali di ruangan Komisi IV DPRD Bali, Rabu (23/11) kemarin Tjok Ibah mengaku sudah turun ke desa-desa. "Saya sudah turun ke desa-desa. Sosialisasi bahwa saya sebagai kader Golkar tidak maju di Pilkada Gianyar 2018," tegas Tjok Ibah. Yang membuat Tjok Ibah tidak berlaga di Gianyar bukan karena takut dengan incumbent. Bukan juga karena tidak dapat tiket rekomendasi dari partainya. Namun karena biaya terkendala masalah 3 O.
"Yang saya maksud itu 3 O (Otak, Otot, Ongkos). Masalah O ketiga yang saya maksud itu ongkos menjadi persoalan. Dan mungkin ini yang menjadi persoalan ketika seorang yang berkinginan mengabdi di daerahnya menjadi pemimpin tidak berani maju karena ongkos itu," ujar Tjok Ibah yang diiyakan rekannya sesama anggota Fraksi Golkar DPRD Bali, I Wayan Rawan Atmaja dan I Nyoman Wirya.
Alasannya, sekarang pragmatisme sudah sangat kental dan menyusup di urat nadi masyarakat. Dirinya jelaskan kepada masyarakat setiap sosialisasi bahwa dirinya tidak memenuhi O ke 3 (ongkos). "Soal O ketiga ini saya tidak bisa memenuhi. Ongkos yang mahal dan tidak logic (masuk logika)," ujar mantan Ketua DPD II Golkar Gianyar ini. Kata Tjok Ibah, ongkos maju di Pilkada sangat mahal dan tidak logik. "Semua itu saya jelaskan. Ongkos Rp 20 miliar, lima tahun cuman dapat penghasilan Rp 5 miliar," ujar Tjok Ibah.
Demokrasi kan memang mahal? "Demokrasi memang mahal, namun uang bukanlah ukuran. Perlu pendidikan politik dan demokrasi yang benar diberikan kepada masyarakat. Supaya rakyat tidak pragmatis. Ketika saya sosialisasi di desa-desa rakyat kaget dengan ongkos yang mahal itu. Selama ini kan sudah telanjur masyarakat dicekoki dengan pola-pola pragmatis," kata anggota Komisi IV DPRD Bali membidangi pendidikan dan kebudayaan ini.
Menurutnya sekarang pengabdian apa pramagtisme? Menurutnya pengabdian itu memang mahal. Demokrasi memang mahal. "Tetapi karena tidak masuk logika itu saya memutuskan memang tidak maju. Kalau Rp 1,5 miliar mungkin saya siap. Tetapi Rp 20 miliar buat apa? Buat siapa? Tidak logic kalau hanya bicara pengabdian dan demokrasi," tegasnya.
Tjok Ibah pun mengacu dengan pola pertarungan pemilu di luar negeri di mana kandidat justru dapat sokongan dana dari rakyat guna mencari pemimpin. Karena hasilnya memang lahir pemimpin yang mengabdi, tidak perlu korupsi untuk kembalikan modal bertarung. "Kalau mau pola urunan, ayo gotong royong. Nanti saya bayar utang kepada masyarakat kalau terpilih," tegas Tjok Ibah. Untuk Pilkada Gianyar, kandidat dari Golkar selain Tjok Ibah, yang muncul adalah Ketua DPD II Golkar Gianyar I Made Dauh Wijana. Politisi asal Tegalalang ini dijagokan maju di Pilkada 2018. * nat
Namun yang mengejutkan ternyata tokoh Puri Ubud, Gianyar ini bukan sosialisasi mau maju nyalon, melainkan sosialisasi kalau dirinya tidak berminat tarung di Pilkada Gianyar. Kenapa?
Saat ditemui NusaBali di ruangan Komisi IV DPRD Bali, Rabu (23/11) kemarin Tjok Ibah mengaku sudah turun ke desa-desa. "Saya sudah turun ke desa-desa. Sosialisasi bahwa saya sebagai kader Golkar tidak maju di Pilkada Gianyar 2018," tegas Tjok Ibah. Yang membuat Tjok Ibah tidak berlaga di Gianyar bukan karena takut dengan incumbent. Bukan juga karena tidak dapat tiket rekomendasi dari partainya. Namun karena biaya terkendala masalah 3 O.
"Yang saya maksud itu 3 O (Otak, Otot, Ongkos). Masalah O ketiga yang saya maksud itu ongkos menjadi persoalan. Dan mungkin ini yang menjadi persoalan ketika seorang yang berkinginan mengabdi di daerahnya menjadi pemimpin tidak berani maju karena ongkos itu," ujar Tjok Ibah yang diiyakan rekannya sesama anggota Fraksi Golkar DPRD Bali, I Wayan Rawan Atmaja dan I Nyoman Wirya.
Alasannya, sekarang pragmatisme sudah sangat kental dan menyusup di urat nadi masyarakat. Dirinya jelaskan kepada masyarakat setiap sosialisasi bahwa dirinya tidak memenuhi O ke 3 (ongkos). "Soal O ketiga ini saya tidak bisa memenuhi. Ongkos yang mahal dan tidak logic (masuk logika)," ujar mantan Ketua DPD II Golkar Gianyar ini. Kata Tjok Ibah, ongkos maju di Pilkada sangat mahal dan tidak logik. "Semua itu saya jelaskan. Ongkos Rp 20 miliar, lima tahun cuman dapat penghasilan Rp 5 miliar," ujar Tjok Ibah.
Demokrasi kan memang mahal? "Demokrasi memang mahal, namun uang bukanlah ukuran. Perlu pendidikan politik dan demokrasi yang benar diberikan kepada masyarakat. Supaya rakyat tidak pragmatis. Ketika saya sosialisasi di desa-desa rakyat kaget dengan ongkos yang mahal itu. Selama ini kan sudah telanjur masyarakat dicekoki dengan pola-pola pragmatis," kata anggota Komisi IV DPRD Bali membidangi pendidikan dan kebudayaan ini.
Menurutnya sekarang pengabdian apa pramagtisme? Menurutnya pengabdian itu memang mahal. Demokrasi memang mahal. "Tetapi karena tidak masuk logika itu saya memutuskan memang tidak maju. Kalau Rp 1,5 miliar mungkin saya siap. Tetapi Rp 20 miliar buat apa? Buat siapa? Tidak logic kalau hanya bicara pengabdian dan demokrasi," tegasnya.
Tjok Ibah pun mengacu dengan pola pertarungan pemilu di luar negeri di mana kandidat justru dapat sokongan dana dari rakyat guna mencari pemimpin. Karena hasilnya memang lahir pemimpin yang mengabdi, tidak perlu korupsi untuk kembalikan modal bertarung. "Kalau mau pola urunan, ayo gotong royong. Nanti saya bayar utang kepada masyarakat kalau terpilih," tegas Tjok Ibah. Untuk Pilkada Gianyar, kandidat dari Golkar selain Tjok Ibah, yang muncul adalah Ketua DPD II Golkar Gianyar I Made Dauh Wijana. Politisi asal Tegalalang ini dijagokan maju di Pilkada 2018. * nat
1
Komentar