Fraksi PDIP : Tak Perlu Ada Mediasi
Tanah Pasar Gianyar Jadi Objek 'Perang' Antar Fraksi
Mulai terbaca ini sudah masuk ranah politik. Makanya kami ambil sikap.
GIANYAR, NusaBali
Tanah Pasar Umum Gianyar masih jadi objek saling klaim antara Desa Adat Gianyar - Pemkab Gianyar, makin berubah jadi objek ‘perang’ wacana antar fraksi di DPRD Gianyar. Setelah Fraksi Golkar, giliran Fraksi PDIP ambil sikap.
Dalam keterangannya kepada media, Senin (22/2), Ketua Fraksi PDIP Ketut Sudarsana menandingi sikap Fraksi Golkar yang berharap Pemkab Gianyar mau membuka pintu mediasi dengan Desa Adat Gianyar.
Dia menyebut tak ada lagi yang mesti dimediasi. Sebab sebelum revitalisasi, sudah ada pertemuan dan beberapa kali mediasi antara Desa Adat Gianyar dan Pemkab. Maka muncul kesepakatan bahwa Desa Adat Gianyar tetap akan mengelola pasar sengol, parkir dan diberikan jatah 7 kios di pasar revitalisasi. "Mulai terbaca ini sudah masuk ranah politik. Makanya kami ambil sikap," jelas Sekretaris DPC PDIP ini. Kata dia, mediasi itu hampir 3 kali, hingga selesai di Kantor Bupati.
Sudarsana didampingi Ketua Fraksi Indonesia Raya Ngakan Ketut Putra menambahkan, Desa Adat Gianyar tak boleh mengelola Pasar Umum Gianyar karena kendala perundang-undangan.
Terkait tanah pasar, kata Sudarsana, Pemkab telah menguasai tanah tersebut lebih dari 60 tahun. Lagi pula, ada penandatanganan secara sporadis sebagai dasar permohonan Hak Guna Pakai. "Apanya lagi yang mau dimediasi. Kalau Pemkab membangun dengan investasi Rp 250 miliar, pasti pertimbangan hukumnya matang," terang politisi asal Desa Singapadu Kaler, Kecamatan Sukawati ini. Dia mengklaim, BPN sudah memproses sertifikat tanah pasar ini dengan hak guna pakai untuk Pemkab dan
tidak ada kendala. ‘’Kalau sekarang bicara mediasi untuk menyertifikatkan tanah, tanah siapa, kan lucu. Saya takut ini dibawa ke ranah politik," ungkapnya.
Menurut Sudarsana jika hal itu sengaja dipermasalahkan, dia akan minta bupati meninjau ulang kesepakatan itu (pengelolaan pasar sengol, parkir dan 7 kios). Yang kasihan siapa, kan Desa Adat Gianyar, kalau ini kita tinjau ulang," ujarnya.
Maka dari itu, dia berharap polemik ini segera disudahi. "Semua sudah selesai, semestinya tidak perlu lagi ke kanan ke kiri. Ini untuk kepentingan bersama, tidak perlu ada yang mendorong, menambahkan. Bicara rakyat satu kata, bagaimana bisa mensejahterakan masyarakat," tegasnya.
Terkait klaim Desa Adat Gianyar bahwa tanah Pasar Gianyar dulunya adalah Pekarangan Desa (PKD), Sudarsana menyebut prosesnya sudah selesai tahun 1947 silam. Hanya saja dia tidak memegang data terkait proses dimaksud. "Fakta di lapangan terjadi tukar guling, ada sejumlah KK dipindah. Orang-orangnya masih hidup kok," tegasnya.
Dia menyarankan, jika belum paham, Desa Adat Gianyar agar menggugat ke pengadilan. Kalau status tanah tidak jelas, tidak mungkin ada pembangunan. ‘’Jangan diputar-putar lagi. Makanya, kenapa gak ada ruang mediasi. Karena semua sudah selesai, semua sudah dilakukan," tegasnya.
Bagi Sudarsana, tidak elok masalah ini dibawa ke ranah politik. Hal senada diungkapkan Ketua Fraksi Indonesia Raya Ngakan Ketut Putra. "Patut kita apresiasi, satu-satunya bupati dari sebelumnya. Hanya beliau (Made Mahayastra, Red) yang berani membuat terobosan," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Golkar DPRD Gianyar I Made Suteja mengharapkan Pemkab Gianyar membuka pintu mediasi dengan Desa Adat Gianyar. Upaya itu untuk menyelesaikan sengketa saling klaim tanah pasar tersebut. *nvi
Dalam keterangannya kepada media, Senin (22/2), Ketua Fraksi PDIP Ketut Sudarsana menandingi sikap Fraksi Golkar yang berharap Pemkab Gianyar mau membuka pintu mediasi dengan Desa Adat Gianyar.
Dia menyebut tak ada lagi yang mesti dimediasi. Sebab sebelum revitalisasi, sudah ada pertemuan dan beberapa kali mediasi antara Desa Adat Gianyar dan Pemkab. Maka muncul kesepakatan bahwa Desa Adat Gianyar tetap akan mengelola pasar sengol, parkir dan diberikan jatah 7 kios di pasar revitalisasi. "Mulai terbaca ini sudah masuk ranah politik. Makanya kami ambil sikap," jelas Sekretaris DPC PDIP ini. Kata dia, mediasi itu hampir 3 kali, hingga selesai di Kantor Bupati.
Sudarsana didampingi Ketua Fraksi Indonesia Raya Ngakan Ketut Putra menambahkan, Desa Adat Gianyar tak boleh mengelola Pasar Umum Gianyar karena kendala perundang-undangan.
Terkait tanah pasar, kata Sudarsana, Pemkab telah menguasai tanah tersebut lebih dari 60 tahun. Lagi pula, ada penandatanganan secara sporadis sebagai dasar permohonan Hak Guna Pakai. "Apanya lagi yang mau dimediasi. Kalau Pemkab membangun dengan investasi Rp 250 miliar, pasti pertimbangan hukumnya matang," terang politisi asal Desa Singapadu Kaler, Kecamatan Sukawati ini. Dia mengklaim, BPN sudah memproses sertifikat tanah pasar ini dengan hak guna pakai untuk Pemkab dan
tidak ada kendala. ‘’Kalau sekarang bicara mediasi untuk menyertifikatkan tanah, tanah siapa, kan lucu. Saya takut ini dibawa ke ranah politik," ungkapnya.
Menurut Sudarsana jika hal itu sengaja dipermasalahkan, dia akan minta bupati meninjau ulang kesepakatan itu (pengelolaan pasar sengol, parkir dan 7 kios). Yang kasihan siapa, kan Desa Adat Gianyar, kalau ini kita tinjau ulang," ujarnya.
Maka dari itu, dia berharap polemik ini segera disudahi. "Semua sudah selesai, semestinya tidak perlu lagi ke kanan ke kiri. Ini untuk kepentingan bersama, tidak perlu ada yang mendorong, menambahkan. Bicara rakyat satu kata, bagaimana bisa mensejahterakan masyarakat," tegasnya.
Terkait klaim Desa Adat Gianyar bahwa tanah Pasar Gianyar dulunya adalah Pekarangan Desa (PKD), Sudarsana menyebut prosesnya sudah selesai tahun 1947 silam. Hanya saja dia tidak memegang data terkait proses dimaksud. "Fakta di lapangan terjadi tukar guling, ada sejumlah KK dipindah. Orang-orangnya masih hidup kok," tegasnya.
Dia menyarankan, jika belum paham, Desa Adat Gianyar agar menggugat ke pengadilan. Kalau status tanah tidak jelas, tidak mungkin ada pembangunan. ‘’Jangan diputar-putar lagi. Makanya, kenapa gak ada ruang mediasi. Karena semua sudah selesai, semua sudah dilakukan," tegasnya.
Bagi Sudarsana, tidak elok masalah ini dibawa ke ranah politik. Hal senada diungkapkan Ketua Fraksi Indonesia Raya Ngakan Ketut Putra. "Patut kita apresiasi, satu-satunya bupati dari sebelumnya. Hanya beliau (Made Mahayastra, Red) yang berani membuat terobosan," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Golkar DPRD Gianyar I Made Suteja mengharapkan Pemkab Gianyar membuka pintu mediasi dengan Desa Adat Gianyar. Upaya itu untuk menyelesaikan sengketa saling klaim tanah pasar tersebut. *nvi
1
Komentar