Wandhira Interupsi Sidang untuk Bacakan Pantun buat Jaya-Wibawa
DENPASAR, NusaBali
Wakil Ketua I DPRD Kota Denpasar I Wayan Mariyana Wandhira memberikan pantun singkat kepada Walikota dan Wakil Walikota Denpasar, IGN Jaya Negara dan I Kadek Agus Arya Wibawa (Jaya–Wibawa) dalam pidato pertamanya di hadapan anggota DPRD Denpasar di Ruang Sidang Paripurna, Senin (1/3).
Dalam pantunnya tersebut dia mengingatkan agar Walikota Denpasar menjadi walikota rakyat, bukan sebagai petugas partai.
Saat sidang akan ditutup, Wandhira menginterupsi sidang yang dipimpin Ketua DPRD Kota Denpasar I Gusti Ngurah Gede, seusai Jaya Negara berpidato.
“Interupsi pimpinan, saya ada sedikit yang mau disampaikan. Saya ada satu pantun yang saya baru buat untuk Walikota dan Wakil Walikota yang baru,” jelas Wandhira.
Mendengar permintaan itu, Ngurah Gede mempersilakan Wandhira untuk menyampaikan pantun yang dibuatnya. Wandhira lantas membacakan pantun yang dia buat dari sobekan kertas buku yang dia dapat dari mejanya dengan tulisan tinta warna biru.
“Asmat, Padang, budaya Jawa. Tuai padi kata bersyarat. Sungai mengalir muaranya ke pantai. Selamat datang Jaya Wibawa, jadilah walikota rakyat, janganlah hadir sebagai petugas partai,” ucap Wandhira, .
Mendengar pantun tersebut peserta rapat tertawa.
Ditemui usai rapat, Ketua DPD II Partai Golkar Denpasar, itu mengatakan pantun tersebut dia buat secara spontan. Dia corat coret di kertas saat Walikota Jaya Negara berpidato. “Saya sempat berfikir apa ya yang harus saya buat untuk mereka, karena diam saja di depan. Nah muncul ide itu (membuat pantun),” ungkapnya.
Isi pantun itu menurut dia sebagai bentuk penyampaian aspirasinya selaku wakil rakyat ke pemimpin baru di Denpasar. Wandhira mengatakan, pantun adalah seni, yang bisa dituangkan dalam bentuk sindiran (satire) yang tidak keras namun tersampaikan ke pihak yang dituju.
Dia mengatakan, jika mengeluarkan pendapat dalam sidang tersebut secara politik sudah tidak bisa. Karena bukan agenda rapat kerja. “Kalau disampaikan di forum dengan bahasa politik, itu tidak mungkin karena bukan koordinasi rapat kerja. Walaupun singkat, yang penting sampai,” imbuh Wandhira.
Politisi asal Tanjung, Kelurahan Sanur, Denpasar Selatan, ini mengatakan, mereka berani menjadi Walikota dan Wakil Walikota, berarti sudah siap menerima masukan dari siapapun. Jangan sampai karena pemenang, lantas membawa kepentingan partai. Usulan partai manapun harus mereka terima selama usulan itu berpihak kepada rakyat.
“Dengan semboyannya (vasudhaiva kutumbakam) itu, agar jangan ada kebijakan pilih kasih. Jika berkarya harus berpihak pada rakyat, jangan sampai mengedepankan kepentingan partai. Jadilah walikotanya rakyat, jangan sebagai petugas partai,” tandas Wandhira. *mis
1
Komentar