Jokowi Cabut Lampiran Perpres Investasi Miras
DPRD Bali Minta Petani Arak Tetap Dilindungi
Lampiran Perpres ini sebenarnya sangat disambut di Bali, karena Perpres ini dinilai memperkuat keberadaan arak, minuman tradisional khas Bali.
JAKARTA, NusaBali
Aturan 'Perpres Investasi Miras' mengandung alkohol yang merupakan lampiran dari Peraturan Presiden (Perpres) No 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal dicabut Presiden Joko Widodo (Jokowi). Perpres Bidang Usaha Penanaman Modal yang memuat aturan soal usaha miras ini sebelumnya menuai kontroversi.
"Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri miras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Jokowi dalam siaran pers virtual, Selasa (2/3). Presiden Jokowi menjabarkan alasannya mencabut lampiran perpres terkait investasi baru miras ini. Jokowi mengaku menerima masukan dari ulama dan ormas-ormas Islam.
"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," jelas Jokowi dilansir detik.com.
Seperti diketahui, aturan 'Perpres Investasi Miras' ini sebenarnya merupakan lampiran dari Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Perpres ini ditetapkan pada 2 Februari oleh Jokowi dan diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly.
Aturan soal penanaman modal terkait minuman keras termuat dalam lampiran III Perpres soal daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Berikut daftar bidang usaha soal minuman beralkohol beserta syaratnya:
1. Bidang usaha: industri minuman keras mengandung alkohol
- Persyaratan: a) Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. b) Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
2. Bidang usaha: industri minuman mengandung alkohol (anggur)
- Persyaratan: a) Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. b) Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
3. Bidang usaha: industri minuman mengandung malt
- Persyaratan: a) Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. b) Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
4. Bidang usaha: perdagangan eceran minuman keras atau alkohol
- Persyaratan: Jaringan distribusi dan tempatnya khusus.
5. Bidang usaha: perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau alkohol
- Persyaratan: Jaringan distribusi dan tempatnya khusus.
Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi mencabut lampiran soal investasi miras tersebut. "Kami menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pemerintah atas respons yang cepat dan tanggap tehadap masukan dari berbagai pihak, dengan mempertimbangkan kemaslahatan bersama," ujar Ketua Umum PBNU, Said Aqil, dalam konferensi pers di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Selasa kemarin. Said Aqil berharap pencabutan lampiran soal investasi miras itu menjadi momentum untuk memperbaiki kebijakan yang dirasa menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Menurut dia, segala bentuk kebijakan yang dibuat harus berpihak pada kemaslahatan masyarakat. Lebih lanjut, Said Aqil mengaku PBNU tidak dilibatkan dalam penyusunan Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Dia kemudian menyinggung dampak dari industri miras.
"Tapi kalau sudah khamar (miras), itu luar biasa (berdosa)," tegas Aqil. "Dalam kaidah fiqih mengatakan, kalau kita menyetujui sesuatu berarti menyetujui dampaknya. Kalau kita menyetujui adanya industri khamar, berarti kita setuju kalau bangsa ini menjadi teler semua," imbuhnya dilansir detik.com.
Menurut Said Aqil, Indonesia akan rusak jika lampiran perihal investasi miras itu tidak dicabut. Dia menegaskan PBNU menolak secara tegas investasi miras apapun pertimbangannya. "Orang nggak ada pabriknya aja sudah kaya gini kok," ungkap Aqil. "Oleh karena itu, apapun alasannya, apapun pertimbangannya, kami PBNU menolak adanya investasi untuk industri khamar ini," tutupnya.
Sementara pasca dicabutnya lampiran perihal investasi miras ini oleh Presiden Jokowi, DPRD Bali berharap Pemprov Bali bisa tetap melindungi petani arak dan tuak agar bisa tetap hidup berjualan tidak dianggap ilegal. Hal ini diungkapkan Ketua Komisi II DPRD Bali membidangi industri dan perdagangan, Ida Gde Komang Kresna Budi, di Denpasar, Selasa siang kemarin.
Kata Kresna Budi, petani arak dan tuak di Bali mesti tetap terlindungi secara hukum. "Supaya mereka terlindungi secara hukum dan bisa menjalankan aktivitas secara legal," ujar Kresna Budi ketika dikonfirmasi soal dicabutnya lampiran Perpres 10 Tahun 2021 oleh Presiden Jokowi.
Kata Kresna Budi mengatakan petani arak dan tuak selama ini menjadi penopang ekonomi kerakyatan. Mereka bisa difasilitasi dalam bentuk badan usaha berbentuk koperasi atau jenis badan usaha lain. Juga bisa para petani arak di Bali diarahkan diwadahi dalam usaha-usaha di Desa Adat, atau Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). "Pemerintah daerah yang lebih serius memfasilitasi agar usaha minuman tradisional ini eksis dan benar-benar terayomi secara hukum," ujar politisi asal Kelurahan Liligundi, Kecamatan Kabupaten Buleleng ini.
Saat ini arak dan tuak serta sejenis diatur oleh Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang tata kelola minuman fermentasi dan atau destilasi khas Bali. "Sangat bagus nanti peraturan ini bisa ditindaklanjuti dengan mewadahi para petani arak dalam jenis badan usaha," ujar Ketua DPD II Golkar Buleleng ini.
Sementara soal pencabutan lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 menurut Kresna Budi adalah kewenangan Presiden Jokowi. Pihaknya pun baru tahu ada pencabutan Perpres tersebut di media. "Saya baru tahu lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 ini dicabut. Padahal Perpres ini bagus untuk keberadaan usaha petani arak di Bali. Kalau sekarang dicabut itu kewenangan pusat. Tapi di Bali dengan Pergub dan Perda harusnya bisa melindungi petani arak," ujar Kresna Budi.
Sementara Pemprov Bali belum menyikapi adanya pencabutan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 oleh Presiden Jokowi ini. Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Ida Bagus Gede Sudarsana dikonfirmasi NusaBali, Selasa siang kemarin menolak berkomentar tentang pencabutan Perpres oleh Presiden Jokowi. Alasannya, Pemprov Bali belum menerima salinan putusan pencabutan Perpres tersebut. "Kami belum menerima salinan pencabutan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu. Jadi kita belum bisa bicara soal itu," ujar Gus Sudarsana.
Soal perlindungan arak dan tuak Bali dalam regulasi, kata Gus Sudarsana berjalan seperti biasa dengan regulasi yang ada. "Kalau soal Perpres kita tidak komentar dulu, karena memang belum ada salinan," ujar mantan Inspektur Pembantu Pemprov Bali ini.
Sedangkan pelaku pariwisata Bali menyayangkan pembatalan lampiran III (angka 31, 32 dan 33) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Pembatalan tersebut otomatis memupus usaha pemberdayaan Industri Kecil Menengah dan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (IKM-UMKM) yang bergerak dalam pembuatan minuman beralkohol yang dilakukan secara tradisional di beberapa tempat/desa di Bali.
Wakil Ketua DPP Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA), I Made Ramia Adnyana menyatakan hal tersebut, Selasa kemarin. “Kita sangat sayangkan dan prihatin,” ujarnya. Dikatakan Ramia Adnyana pencabutan tersebut tentu berimplikasi terhadap aspek ekonomi, adat, kearifan lokal dan sosial budaya masyarakat Bali.
Dari aspek ekonomi pembatalan tersebut akan memupus peluang pemberdayaan IKM-UMKM usaha minuman destilasi khas Bali (arak) yang dilakoni di beberapa tempat di kabupaten/kota di Bali. Usaha untuk menjadikan arak sejajar dengan minuman beralkohol bermerk dari luar negeri menjadi terhenti.
Padahal jika tidak dicabut, Bali punya peluang memenuhi kebutuhan minuman beralkohol untuk kepentingan wisatawan yang nilai cukainya mencapai Rp 7,06 triliun setiap tahun. Selama ini 92 persen kebutuhan minuman beralkohol dipasok dari produk impor dengan cukai Rp 5,648 triliun. Bali sendiri hanya mampu memasok 8 persen saja. “Artinya jika lampiran ini dicabut, Bali tetap harus mengimpor produk minuman beralkohol untuk kepentingan wisatawan. Bali akan kehilangan potensi ekonomi untuk pembayaran cukai sebesar Rp 7,06 triliun,” ujar Ramia Adnyana merujuk data Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tahun 2019.
Lampiran Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal sebenarnya sangat disambut baik oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Karena Perpres ini dinilai memperkuat keberadaan arak dan tuak, minuman tradisional di Bali.
"Hadirnya Perpres ini sebenarnya untuk memperkuat regulasi kami di daerah, sekaligus untuk menata, memperkuat kearifan lokal kami di Bali yang bisa digeluti oleh masyarakat," demikian kata Gubernur Bali, Wayan Koster saat menjadi narasumber nasional dalam acara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (1/3) malam dengan tema 'Polemik Perpres Penanaman Modal Soal Miras'.
Di hadapan Presenter Kompas TV Aiman Witjaksono, Gubernur Koster menjelaskan bahwa alam Bali yang dianugerahi pohon kelapa, enau, (jaka), dan ental (sejenis palma) ini, secara tradisional dapat menghasilkan tuak sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat setempat, yang kemudian tuak ini juga bisa diproses menjadi gula, dan secara tradisional oleh masyarakat secara alami diproses menjadi Arak Bali yang telah berkembang dari jaman ke jaman dan secara turun temurun menjadi sumber penghidupan.
"Tetua kami di Bali menjadikan Arak sebagai minuman yang menyehatkan kehidupannya dengan mengkonsumsi secara terbatas, bukan untuk mabuk," tegas Gubernur Bali yang tercatat sebagai alumnus ITB ini. *nat
"Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri miras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Jokowi dalam siaran pers virtual, Selasa (2/3). Presiden Jokowi menjabarkan alasannya mencabut lampiran perpres terkait investasi baru miras ini. Jokowi mengaku menerima masukan dari ulama dan ormas-ormas Islam.
"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," jelas Jokowi dilansir detik.com.
Seperti diketahui, aturan 'Perpres Investasi Miras' ini sebenarnya merupakan lampiran dari Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Perpres ini ditetapkan pada 2 Februari oleh Jokowi dan diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly.
Aturan soal penanaman modal terkait minuman keras termuat dalam lampiran III Perpres soal daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Berikut daftar bidang usaha soal minuman beralkohol beserta syaratnya:
1. Bidang usaha: industri minuman keras mengandung alkohol
- Persyaratan: a) Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. b) Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
2. Bidang usaha: industri minuman mengandung alkohol (anggur)
- Persyaratan: a) Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. b) Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
3. Bidang usaha: industri minuman mengandung malt
- Persyaratan: a) Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. b) Penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
4. Bidang usaha: perdagangan eceran minuman keras atau alkohol
- Persyaratan: Jaringan distribusi dan tempatnya khusus.
5. Bidang usaha: perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau alkohol
- Persyaratan: Jaringan distribusi dan tempatnya khusus.
Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi mencabut lampiran soal investasi miras tersebut. "Kami menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pemerintah atas respons yang cepat dan tanggap tehadap masukan dari berbagai pihak, dengan mempertimbangkan kemaslahatan bersama," ujar Ketua Umum PBNU, Said Aqil, dalam konferensi pers di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Selasa kemarin. Said Aqil berharap pencabutan lampiran soal investasi miras itu menjadi momentum untuk memperbaiki kebijakan yang dirasa menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Menurut dia, segala bentuk kebijakan yang dibuat harus berpihak pada kemaslahatan masyarakat. Lebih lanjut, Said Aqil mengaku PBNU tidak dilibatkan dalam penyusunan Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Dia kemudian menyinggung dampak dari industri miras.
"Tapi kalau sudah khamar (miras), itu luar biasa (berdosa)," tegas Aqil. "Dalam kaidah fiqih mengatakan, kalau kita menyetujui sesuatu berarti menyetujui dampaknya. Kalau kita menyetujui adanya industri khamar, berarti kita setuju kalau bangsa ini menjadi teler semua," imbuhnya dilansir detik.com.
Menurut Said Aqil, Indonesia akan rusak jika lampiran perihal investasi miras itu tidak dicabut. Dia menegaskan PBNU menolak secara tegas investasi miras apapun pertimbangannya. "Orang nggak ada pabriknya aja sudah kaya gini kok," ungkap Aqil. "Oleh karena itu, apapun alasannya, apapun pertimbangannya, kami PBNU menolak adanya investasi untuk industri khamar ini," tutupnya.
Sementara pasca dicabutnya lampiran perihal investasi miras ini oleh Presiden Jokowi, DPRD Bali berharap Pemprov Bali bisa tetap melindungi petani arak dan tuak agar bisa tetap hidup berjualan tidak dianggap ilegal. Hal ini diungkapkan Ketua Komisi II DPRD Bali membidangi industri dan perdagangan, Ida Gde Komang Kresna Budi, di Denpasar, Selasa siang kemarin.
Kata Kresna Budi, petani arak dan tuak di Bali mesti tetap terlindungi secara hukum. "Supaya mereka terlindungi secara hukum dan bisa menjalankan aktivitas secara legal," ujar Kresna Budi ketika dikonfirmasi soal dicabutnya lampiran Perpres 10 Tahun 2021 oleh Presiden Jokowi.
Kata Kresna Budi mengatakan petani arak dan tuak selama ini menjadi penopang ekonomi kerakyatan. Mereka bisa difasilitasi dalam bentuk badan usaha berbentuk koperasi atau jenis badan usaha lain. Juga bisa para petani arak di Bali diarahkan diwadahi dalam usaha-usaha di Desa Adat, atau Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). "Pemerintah daerah yang lebih serius memfasilitasi agar usaha minuman tradisional ini eksis dan benar-benar terayomi secara hukum," ujar politisi asal Kelurahan Liligundi, Kecamatan Kabupaten Buleleng ini.
Saat ini arak dan tuak serta sejenis diatur oleh Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang tata kelola minuman fermentasi dan atau destilasi khas Bali. "Sangat bagus nanti peraturan ini bisa ditindaklanjuti dengan mewadahi para petani arak dalam jenis badan usaha," ujar Ketua DPD II Golkar Buleleng ini.
Sementara soal pencabutan lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 menurut Kresna Budi adalah kewenangan Presiden Jokowi. Pihaknya pun baru tahu ada pencabutan Perpres tersebut di media. "Saya baru tahu lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 ini dicabut. Padahal Perpres ini bagus untuk keberadaan usaha petani arak di Bali. Kalau sekarang dicabut itu kewenangan pusat. Tapi di Bali dengan Pergub dan Perda harusnya bisa melindungi petani arak," ujar Kresna Budi.
Sementara Pemprov Bali belum menyikapi adanya pencabutan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 oleh Presiden Jokowi ini. Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Ida Bagus Gede Sudarsana dikonfirmasi NusaBali, Selasa siang kemarin menolak berkomentar tentang pencabutan Perpres oleh Presiden Jokowi. Alasannya, Pemprov Bali belum menerima salinan putusan pencabutan Perpres tersebut. "Kami belum menerima salinan pencabutan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu. Jadi kita belum bisa bicara soal itu," ujar Gus Sudarsana.
Soal perlindungan arak dan tuak Bali dalam regulasi, kata Gus Sudarsana berjalan seperti biasa dengan regulasi yang ada. "Kalau soal Perpres kita tidak komentar dulu, karena memang belum ada salinan," ujar mantan Inspektur Pembantu Pemprov Bali ini.
Sedangkan pelaku pariwisata Bali menyayangkan pembatalan lampiran III (angka 31, 32 dan 33) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Pembatalan tersebut otomatis memupus usaha pemberdayaan Industri Kecil Menengah dan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (IKM-UMKM) yang bergerak dalam pembuatan minuman beralkohol yang dilakukan secara tradisional di beberapa tempat/desa di Bali.
Wakil Ketua DPP Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA), I Made Ramia Adnyana menyatakan hal tersebut, Selasa kemarin. “Kita sangat sayangkan dan prihatin,” ujarnya. Dikatakan Ramia Adnyana pencabutan tersebut tentu berimplikasi terhadap aspek ekonomi, adat, kearifan lokal dan sosial budaya masyarakat Bali.
Dari aspek ekonomi pembatalan tersebut akan memupus peluang pemberdayaan IKM-UMKM usaha minuman destilasi khas Bali (arak) yang dilakoni di beberapa tempat di kabupaten/kota di Bali. Usaha untuk menjadikan arak sejajar dengan minuman beralkohol bermerk dari luar negeri menjadi terhenti.
Padahal jika tidak dicabut, Bali punya peluang memenuhi kebutuhan minuman beralkohol untuk kepentingan wisatawan yang nilai cukainya mencapai Rp 7,06 triliun setiap tahun. Selama ini 92 persen kebutuhan minuman beralkohol dipasok dari produk impor dengan cukai Rp 5,648 triliun. Bali sendiri hanya mampu memasok 8 persen saja. “Artinya jika lampiran ini dicabut, Bali tetap harus mengimpor produk minuman beralkohol untuk kepentingan wisatawan. Bali akan kehilangan potensi ekonomi untuk pembayaran cukai sebesar Rp 7,06 triliun,” ujar Ramia Adnyana merujuk data Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tahun 2019.
Lampiran Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal sebenarnya sangat disambut baik oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Karena Perpres ini dinilai memperkuat keberadaan arak dan tuak, minuman tradisional di Bali.
"Hadirnya Perpres ini sebenarnya untuk memperkuat regulasi kami di daerah, sekaligus untuk menata, memperkuat kearifan lokal kami di Bali yang bisa digeluti oleh masyarakat," demikian kata Gubernur Bali, Wayan Koster saat menjadi narasumber nasional dalam acara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Senin (1/3) malam dengan tema 'Polemik Perpres Penanaman Modal Soal Miras'.
Di hadapan Presenter Kompas TV Aiman Witjaksono, Gubernur Koster menjelaskan bahwa alam Bali yang dianugerahi pohon kelapa, enau, (jaka), dan ental (sejenis palma) ini, secara tradisional dapat menghasilkan tuak sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat setempat, yang kemudian tuak ini juga bisa diproses menjadi gula, dan secara tradisional oleh masyarakat secara alami diproses menjadi Arak Bali yang telah berkembang dari jaman ke jaman dan secara turun temurun menjadi sumber penghidupan.
"Tetua kami di Bali menjadikan Arak sebagai minuman yang menyehatkan kehidupannya dengan mengkonsumsi secara terbatas, bukan untuk mabuk," tegas Gubernur Bali yang tercatat sebagai alumnus ITB ini. *nat
1
Komentar