Ancam Tembak Saat Tagih Utang, 4 Preman Diringkus
Polda Bali Pastikan Terus Perangi Premanisme
Para pelaku berbadan kekar ini dibayar sebesar Rp 5 juta oleh pemberi order Kadek Okta Riani untuk tagih utang arisan sebesar Rp 300 juta.
DENPASAR, NusaBali
Empat orang preman bayaran yang diorder (diberi kuasa) untuk tagih utang arisan diringkus Tim Resmob Polda Bali, Senin (1/3). Mereka adalah Bagus Made Putra Pardana, 29, I Putu Wira Sanjaya, 28, I Made Ari Santa Dwipayana, 28, dan I Gede Wira Guna, 26. Para preman yang diduga anggota ormas besar di Bali ini ditangkap bersama pengorder mereka (pemberi kuasa), Ni Kadek Okta Riani, 30.
Para pelaku berbadan kekar ini dibayar sebesar Rp 5 juta oleh Kadek Okta Riani untuk tagih utang arisan sejumlah Rp 300 juta kepada Luh Putu YO. Dalam menjalankan tugas, para preman bayaran ini mengancam tembak kaki dari Komang EDY yang merupakan suami dari Luh Putu YO (yang punya utang arisan).
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda Bali, Kombes Pol Djuhandani Rahardjo Puro saat gelar rilis perkara, Kamis (4/3) mengatakan insiden ancaman penembakan itu terjadi di rumah Komang EDY di Jalan Muding Buit Perdana II, Banjar Muding Kelod, Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Senin (8/2) lalu pukul 20.30 Wita. Ancaman penembakan itu berawal dari tagih utang arisan sebesar Rp 300 juta yang telat dibayar oleh Luh Putu YO istri dari Komang EDY. Saat keempat pelaku datang menagih, korban belum ada uang untuk bayar utang arisan tersebut.
Karena tidak ada uang, para tersangka lalu mengambil paksa mobil Honda CRV DK 693 KN milik I Made JS, kakak dari Komang EDY yang saat itu parkir di depan rumah. Para pelaku memaksa Komang EDY untuk menandatangani surat pernyataan agar memberikan mobil Honda CRV DK 693 KN itu sebagai jaminan. Pada saat itu tersangka Bagus Made Putra Pardana mengancam akan menembak kaki dari Komang EDY.
"Para tersangka ini menggunakan cara-cara premanisme. Korban dipaksa untuk buat surat pernyataan menjaminkan mobil tersebut. Kalau tidak diberikan diancam akan ditembak kaki korban. Saya tegaskan Polda Bali tidak akan memberikan ruang kepada preman untuk hidup di Bali," tegas Kombes Djuhandani saat gelar rilis kasus di Mapolda Bali Jalan WR Supratman Nomor 7 Denpasar, Kamis siang.
Setelah berhasil memaksa korban Komang EDY untuk tandatangan surat jaminan dengan cara mengancam, tersangka Bagus Made Putra lalu melakukan video call dengan pemberi order Ni Kadek Okta Riani. Dijelaskan bahwa mobil tersebut akan diambil sebagai jaminan utang. Ni Kadek Okta Riani pun menyetujui tindakan tersebut.
Selanjutnya tersangka Putu Wira Jaya memanggil tukang kunci untuk bikin kunci duplikat. Setelah berhasil membuat kunci duplikat, mobil CRV DK 693 KN itu mereka bawa pergi, Selasa (9/2) pagi pukul 03.30 Wita. Merasa dirugikan dengan tindakan premanisme itu, pemilik mobil Made Jaya Saputra lalu melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Bali pada 11 Februari 2021.
Menerima laporan itu Tim Resmob Dit Reskrimum Polda Bali melakukan penyelidikan. Hingga akhirnya empat preman bayaran itu ditangkap di rumah pelaku Bagus Made Putra di Jalan Werkudara, Gang III Nomor 5, Banjar Tampa, Desa Dangin Puri Kauh, Denpasar Utara, Senin (1/3). "Pemilik mobil mengalami kerugian Rp 165 juta. Selain kerugian materiil dalam peristiwa itu juga ada kerugian immateriil. Korban Komang EDY yang diancam tembak bersama istrinya Luh Putu YO merasa tidak tenang dan tidak berani tinggal di rumah mereka," ungkap Kombes Rahardjo.
Dalam perkara tersebut selain mengamankan 5 orang tersangka polisi juga menyita barang bukti berupa mobil CRV DK 693 KN, satu buah kunci duplikat, satu buah baju warna merah, satu lembar STNK, satu buah BPKB, satu buah kunci asli mobil CRV DK 693 KN, satu lembar surat kuasa dari Ni Kadek Okta Riani kepada Bagus Made Putra Pardana, dan satu lembar surat pernyataan.
Terkait motif kasus ini, awalnya istri Komang EDY, yakni Luh Putu YO ikut arisan dengan tersangka Okta Riani. Lalu terjadi penundaan pembayaran hingga Rp 300 juta. Selanjutnya Okta Riani menyewa keempat preman tersebut untuk menagih utang dengan komisi Rp 5 juta. "Para tersangka kita jerat dengan Pasal 368 KUHP Jo Pasal 55 KUHP tentang Ancaman Kekerasan, dapat dipidana 9 tahun penjara," ungkap Kombes Rahardjo.
Setelah dilakukan pengembangan didapatkan informasi bahwa, tersangka Bagus Made Putra Pardana, I Putu Wira Sanjaya, I Made Ari Santa Dwipayana, dan I Gede Wira Guna merupakan pentolan ormas besar di Bali. Dikatakan, tersangka Made Putra pernah terlibat dalam beberapa kasus. Dia adalah residivis kasus serupa. Dia juga sering buat berita bohong (hoax) memojokkan petugas kepolisian. Melalui akun FB, Made Putra mengatakan petugas membekingi kejahatan.
"Ini adalah praktek premanisme yang sering dia lakukan. Kami tidak akan segan melakukan penegakan hukum. Kami masih menghimpun beberapa laporan. Kami dapat laporan tersangka Made Putra ini juga melakukan upaya pencurian motor," tegas Kombes Rahardjo.
Untuk diketahui masyarakat ungkap Kombes Rahardjo bila terjadi suatu persoalan agar dilakukan upaya penyelesaian sesuai jalurnya. Tidak dengan cara di luar jalur seperti tindakan premanisme. Bila itu terjadi, pihak kepolisian tidak akan segan-segan melakukan tindakan tegas terukur bila itu diperlukan.
"Kami sampaikan kepada masyarakat kalau ada temukan persoalan seperti ini untuk menempuh jalur hukum. Bisa melalui proses pidana, perdata, dan lain sebagainya yang diatur undang-undang. Jangan gunakan jasa preman," tandasnya. *pol
Para pelaku berbadan kekar ini dibayar sebesar Rp 5 juta oleh Kadek Okta Riani untuk tagih utang arisan sejumlah Rp 300 juta kepada Luh Putu YO. Dalam menjalankan tugas, para preman bayaran ini mengancam tembak kaki dari Komang EDY yang merupakan suami dari Luh Putu YO (yang punya utang arisan).
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda Bali, Kombes Pol Djuhandani Rahardjo Puro saat gelar rilis perkara, Kamis (4/3) mengatakan insiden ancaman penembakan itu terjadi di rumah Komang EDY di Jalan Muding Buit Perdana II, Banjar Muding Kelod, Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Senin (8/2) lalu pukul 20.30 Wita. Ancaman penembakan itu berawal dari tagih utang arisan sebesar Rp 300 juta yang telat dibayar oleh Luh Putu YO istri dari Komang EDY. Saat keempat pelaku datang menagih, korban belum ada uang untuk bayar utang arisan tersebut.
Karena tidak ada uang, para tersangka lalu mengambil paksa mobil Honda CRV DK 693 KN milik I Made JS, kakak dari Komang EDY yang saat itu parkir di depan rumah. Para pelaku memaksa Komang EDY untuk menandatangani surat pernyataan agar memberikan mobil Honda CRV DK 693 KN itu sebagai jaminan. Pada saat itu tersangka Bagus Made Putra Pardana mengancam akan menembak kaki dari Komang EDY.
"Para tersangka ini menggunakan cara-cara premanisme. Korban dipaksa untuk buat surat pernyataan menjaminkan mobil tersebut. Kalau tidak diberikan diancam akan ditembak kaki korban. Saya tegaskan Polda Bali tidak akan memberikan ruang kepada preman untuk hidup di Bali," tegas Kombes Djuhandani saat gelar rilis kasus di Mapolda Bali Jalan WR Supratman Nomor 7 Denpasar, Kamis siang.
Setelah berhasil memaksa korban Komang EDY untuk tandatangan surat jaminan dengan cara mengancam, tersangka Bagus Made Putra lalu melakukan video call dengan pemberi order Ni Kadek Okta Riani. Dijelaskan bahwa mobil tersebut akan diambil sebagai jaminan utang. Ni Kadek Okta Riani pun menyetujui tindakan tersebut.
Selanjutnya tersangka Putu Wira Jaya memanggil tukang kunci untuk bikin kunci duplikat. Setelah berhasil membuat kunci duplikat, mobil CRV DK 693 KN itu mereka bawa pergi, Selasa (9/2) pagi pukul 03.30 Wita. Merasa dirugikan dengan tindakan premanisme itu, pemilik mobil Made Jaya Saputra lalu melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Bali pada 11 Februari 2021.
Menerima laporan itu Tim Resmob Dit Reskrimum Polda Bali melakukan penyelidikan. Hingga akhirnya empat preman bayaran itu ditangkap di rumah pelaku Bagus Made Putra di Jalan Werkudara, Gang III Nomor 5, Banjar Tampa, Desa Dangin Puri Kauh, Denpasar Utara, Senin (1/3). "Pemilik mobil mengalami kerugian Rp 165 juta. Selain kerugian materiil dalam peristiwa itu juga ada kerugian immateriil. Korban Komang EDY yang diancam tembak bersama istrinya Luh Putu YO merasa tidak tenang dan tidak berani tinggal di rumah mereka," ungkap Kombes Rahardjo.
Dalam perkara tersebut selain mengamankan 5 orang tersangka polisi juga menyita barang bukti berupa mobil CRV DK 693 KN, satu buah kunci duplikat, satu buah baju warna merah, satu lembar STNK, satu buah BPKB, satu buah kunci asli mobil CRV DK 693 KN, satu lembar surat kuasa dari Ni Kadek Okta Riani kepada Bagus Made Putra Pardana, dan satu lembar surat pernyataan.
Terkait motif kasus ini, awalnya istri Komang EDY, yakni Luh Putu YO ikut arisan dengan tersangka Okta Riani. Lalu terjadi penundaan pembayaran hingga Rp 300 juta. Selanjutnya Okta Riani menyewa keempat preman tersebut untuk menagih utang dengan komisi Rp 5 juta. "Para tersangka kita jerat dengan Pasal 368 KUHP Jo Pasal 55 KUHP tentang Ancaman Kekerasan, dapat dipidana 9 tahun penjara," ungkap Kombes Rahardjo.
Setelah dilakukan pengembangan didapatkan informasi bahwa, tersangka Bagus Made Putra Pardana, I Putu Wira Sanjaya, I Made Ari Santa Dwipayana, dan I Gede Wira Guna merupakan pentolan ormas besar di Bali. Dikatakan, tersangka Made Putra pernah terlibat dalam beberapa kasus. Dia adalah residivis kasus serupa. Dia juga sering buat berita bohong (hoax) memojokkan petugas kepolisian. Melalui akun FB, Made Putra mengatakan petugas membekingi kejahatan.
"Ini adalah praktek premanisme yang sering dia lakukan. Kami tidak akan segan melakukan penegakan hukum. Kami masih menghimpun beberapa laporan. Kami dapat laporan tersangka Made Putra ini juga melakukan upaya pencurian motor," tegas Kombes Rahardjo.
Untuk diketahui masyarakat ungkap Kombes Rahardjo bila terjadi suatu persoalan agar dilakukan upaya penyelesaian sesuai jalurnya. Tidak dengan cara di luar jalur seperti tindakan premanisme. Bila itu terjadi, pihak kepolisian tidak akan segan-segan melakukan tindakan tegas terukur bila itu diperlukan.
"Kami sampaikan kepada masyarakat kalau ada temukan persoalan seperti ini untuk menempuh jalur hukum. Bisa melalui proses pidana, perdata, dan lain sebagainya yang diatur undang-undang. Jangan gunakan jasa preman," tandasnya. *pol
1
Komentar