Eks Sekda Buleleng 'Dibidik' Kasus Rumah Jabatan
Kejati Bali: Sekda Sewa Rumahnya Sendiri Jadi Rumah Jabatan
DENPASAR, NusaBali
Pemkab Buleleng tiada henti diterpa isu dugaan korupsi.
Setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng mengungkap kasus penyelewengan dana hibah Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pariwisata, kini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali yang membidik kasus du-gaan korupsi rumah jabatan. Yang dibidik Kejati Bali adalah mantan Sekda Kabupaten Buleleng (2011-2020), Dewa Ketut Puspaka.
Asisiten Intelejen (Asintel) Kejati Bali, Zuhandi, mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan proses penyidikan terkait dugaan korupsi dalam sewa rumah jabatan di Buleleng ini. Pihaknya sudah memeriksa 12 saksi untuk dimintai keterangannya dalam kasus ini.
Namun, untuk calon tersangka dalam kasus ini, Zuhandi enggan menyebutkan nama. “Belum ada penetapan tersangka,” beber Zuhandi dalam jumpa pers di Kantor Kejati Bali, Rabu (17/3).
Dalam rilis disebutkan, kasus ini berawal dari kegiatan sewa rumah jabatan Sekda Buleleng sejak tahun 2014 sampai 2020. Kegiatan sewa tersebut dilakukan karena sejak 2014 hingga saat ini Pemkab Buleleng belum memiliki rumah jabatan untuk Sekda.
Nah, dalam sewa rumah jabatan tersebut, kata Zuhandi, terdapat perjanjian sewa antara Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) pada Setda Kabupaten Buleleng dengan pemilik rumah. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bali, dalam kegiatan tersebut ditemukan unsur penyimpangan yang mengarah kepada tindak pidana korupsi.
Disebutkan, Sekda Buleleng menyewa rumahnya sendiri untuk dijadikan rumah jabatan. Lalu, uang sewa yang dibiayai oleh APBD Buleleng masuk ke saku Dewa Puspaka.
Perbuatan tersebut melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 37/2010 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2011 dan perubahan nomenklatur lampiran Permendagri Nomor 22/2011 (TA 2012), Nomor 37/2012 (TA 2013), Nomor 20/2013 (TA 2014), hingga Permendagri Nomor 33/2019 (TA 2020).
“Pelanggaran terhadap Permendagri tersebut mengarah kepada unsur Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar Zuhandi, yang dalam jumpa pers kemarin didampingi Aspidsus Kejati Bali, Agus Eko Purnomo.
Sementara, dari keterangan 12 saksi yang diperiksa penyidik kejaksaan pada tahap penyelidikan dan data Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), ditemukan unsur-unsur kegiatan sewa rumah jabatan melanggar peraturan hukum yang berlaku. “Rumah yang disewakan adalah rumah pribadi Sekda tersebut,” tegas mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bantul, Jogjakarta ini.
Zuhandi kembali menegaskan bahwa penyidikan kasus rumah jabatan Sekda Buleleng ini masih bersifat umum. Terkait kerugian negara, kata dia, ditaksir mencapai Rp 836.952.318 atau sekitar Rp 836,95 juta. “Kami akan segera melakukan pemeriksaan saksi-saksi untuk kemudian menetapkan tersangka,” tegas Zuhandi.
Sementara itu, mantan Sekda Buleleng Dewa Puspaka belum berhasil dikonfirmasi NusaBali terkait kasus ini. Saat dihubungi per telepon dari Singaraja, Rabu kemarin, nomor Ponselnya yang biasa digunakan saat masih menjabat sudah tidak aktif. Begitu pula saat dihubungi via pesan jaringan pribadinya, hanya tercentang satu.
NusaBali juga sempat memantau ke kediaman birokrat asal Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Buleleng ini di komplek perumahan elite kawasan Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng. Namun, rumah mewah di tepi barat Kota Singaraja yang diduga disewa sendiri untuk rumah jabatan Sekda tersebut kemarin nampak sepi. Gerbangnya pun terlihat tertutup rapat.
Seorang tetangga mengatakan, selama ini memang jarang ada aktivitas menonjol di rumah mantan Sekda Buleleng yang baru pensiun setahun lalu itu. Bahkan, santer beredar informasi bahwa rumah mewah di Desa Bhaktiseraga tersebut telah dijual. “Kabarnya sudah dijual, tapi tidak tahu juga, benar apa tidak. Yang bersangkutan (Dewa Puspaka, Red) memang jarang kelihatan sekarang, katanya juga tinggal di Denpasar,” ujar pria yang enggan namanya dikorankan ini. *rez,k23
1
Komentar