Saksi Ungkap Intimidasi Dalam Sidang Dugaan Pelanggaran Kode Etik Pilkada Buleleng
KPU tegaskan lakukan proses dan tahapan Pilkada Buleleng tegak lurus dengan aturan, tanpa tunggu pawisik dari mana pun
DENPASAR, NusaBali
Sidang dugaan pelanggaran kode etik tahapan Pilkada Buleleng 2017 digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung KPU Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, Rabu (30/11). Dalam sidang tersebut, saksi-saksi ungkap adanya intimidasi saat tahapan verifikasi factual dukungan calon Independen.
Persidangan dengan agenda para pihak dan pemeriksaan saksi-saksi, Rabu kemarin, dipimpin ketua majelis yang juga anggota DKPP, Valina Sinka Subekti. Sedangkan Tim Pemeriksa Daerah terdiri dari Ketua KPU Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandhi, anggota Bawaslu Bali I Ketut Sunadra, tokoh masyarakat I Wayan Juana (mantan yang Ketua Panwaslu Bali), dan tokoh masyarakat Luh Riniti Rahayu (mantan komisioner KPU Bali).
Sidang yang digelar selama 6 jam mulai pagi pukul 10.00 Wita hingga siang pukul 14.00 Wita tersebut, diawali dengan mendengarkan materi pelanggaran kode etik dari pihak pelapor, I Gede Suardana, yang tercatat sebagai Ketua Dewan Pembina Forum Pemerhati Masyarakat Kecil (FP-MK). Setelah itu, majelis mendengarkan keterangan saksi-saksi.
Majelis juga mendengarkan keterangan ‘pembelaan’ dari para terlapor, yakni Ketua KPU Buleleng I Gede Suardana, Ketua Panwas Pemilihan Kabupaten Buleleng Ni Ketut Ariyani, dan Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Bila (Kecamatan Kubutambahan, Buleleng) I Ketut Dipawirya.
Pelapor Gede Suardana dalam sidang kemarin menyampaikan beberapa pelanggaran Pilkada Buleleng 2017, mulai tahapan verifikasi factual dukungan kandidat pasangan calon Independen Dewa Nyoman Sukrawan-Gede Dharma Wijaya (paket Surya) hingga adanya intimidasi. Menurut pelapor, KPU Buleleng selaku penyelenggara Pilkada telah mengabaikan aturan-aturan hukum yang menghilangkan hak-hak masyarakat untuk memberikan dukungan kepada Paket Surya.
Yang menjadi poin utama laporan di hadapan DKPP, pelapor menyebutkan adanya pernyataan Ketua KPU Buleleng pada 16 Oktober Tahun 2016, yang berbunyi ‘Jika pendukung Paket Surya belum hadir dalam verifikasi factual di tingkat desa (PPS), dapat dihadirkan saat pleno di tingkat PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan)’. Statemen Ketua KPU Buleleng ini dirilis media massa.
Tapi, lanjut pelapor, faktanya saat pendukung Paket Surya mau mengikuti verifikasi factual di tingkat PPK, malah ditolak. Alasannya, KPU Buleleng mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang tidak membolehkan adanya verifikasi faktual di PPK. Walhasil, Paket Surya akhirnya kekurangan 235 dukungan dari total syarat minimal 40.283 dukungan valid yang disyaratkan, hingga terpental.
Paket Surya pun ajukan gugatan (ke Panwas). Akhirnya, dilakukan verifikasi factual ulang di 5 desa/kelurahan. Tapi, pada akhirnya Paket Surya tetap kekurang 47 dukungan, hingga terpental dari pencalonan ke Pilkada Buleleng 2017. Pelapor Gede Suardana juga mengungkap verifikasi factual di Desa Bila batal dilaksanakan, karena form B1-KWK tidak ada. PPS setempat beralasan, form B1-KWK tersebut dipinjam PPK.
Sedangkan Ketua Panwas Buleleng, Ni Ketut Ariyani, dinilai tidak netral oleh pelapor. Disebutkan, Ketut Ariyani adalah adik ipar I Nyoman Suradaya alias Om Baya, mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali 2004-2009 yang jadi Tim Sukses Pasangan Incumbent Putu Agus Suradnyana-dr Nyoman Sutjidra (PAS-Sutji)---yang diusung PDIP bersama NasDem-Hanura-Gerindra-PPP-PKB-PAN.
Dalam sidang perdana yang digelar DKPP kemarin, pelapor Gede Suardana juga menghadirkan 3 saksi. Mereka masing-masing I Wayan Sumadra, Ellyas Elo, dan I Gusti Adi Suardana. Dalam keterangannya, saksi Wayan Sumadra membeberkan bahwa di Lingkungan Kalibaru, Kelurahan Banjar Jawa, Kecamatan Buleleng, salah satu LO (penghubung) Paket Surya yakni I Nyoman Gita dibentak-bentak secara kasar oleh seseorang bernama I Made Suarsana alias Anggur.
"Karena kamu, nama saya hancur. Jangan ada verifikasi di sini (Lingkungan Kalibaru). Kalau masih verifikasi, saya tidak bertanggung jawab apa yang akan terjadi di sini," hardik Made Suarsana sebagaimana ditirukan saksi Wayan Sumadra dalam sidang kemarin.
Saksi Sumadra juga menyaksikan sendiri bagaimana Suarsana mengusir petugas kepolisian dari Polres Buleleng dan mengusir dirinya dari Lingkungan Kalibaru. "Kami bahkan diusir dari Lingkungan Kalibaru. Karenanya, rencana verifikasi factual di Lingkungan Kalibaru batal dilakukan. Masyarakat sudah takut, tidak mau mengikuti verifikasi," ungkap saksi Sumadra.
Keterangan saksi Ellyas Elo juga hampir sama. Menurut Ellyas, proses verifikasi factual dukungan Paket Surya di Lingkungan Kalibaru gagal dilakukan karena adanya intimidasi dan pengusiran. "Warga ketakutan dan tidak berani mengikuti proses verifikasi. Ini sudah dilaporkan pihak berwenang," tutur saksi Ellyas.
Sedangkan saksi I Gusti Adi Suardana menyaksikan dan mengalami sendiri terjadinya intimidasi di Desa Gerokgak, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. "Intimidasi itu dilakukan oknum anggota DPRD Buleleng," papar saksi yang akrab dipanggil Gusti Gatot ini di persidangan kemarin.
Atas pemaparan pelapor dan saksi-saksi seperti itu, Ketua Majelis Valina Sinka Subekti mencecar pertanyaan kepada terlapor Ketua KPU Buleleng, Gede Suardana. "Kenapa Saudara mengeluarkan statement tanggal 16 Oktober, sehingga bisa dianggap menghalangi hak konstitusi pendukung Paket Surya? Kenapa Anda juga mengeluarkan SE itu?" tanya Valina.
Sempat terjadi perdebatan alot antara Valina dan terlapor Ketua KPU Buleleng. Materi perdebatan adalah masalah keluarnya SE KPU Buleleng tanggal 16 Oktober 2016 sore pukul 16.00 Wita. Sedangkan Paket Surya masih punya batas waktu sampai tengah malam pukul 24.00 Wita.
"Kami mengeluarkan SE setelah koordinasi dengan KPU Bali dan KPU RI. Kami juga klarifikasi yang mulai, statment kami itu bukan tanggal 16 Oktober, tapi 15 Oktober 2016," jawab terlapor Gede Suadana.
Dia menegaskan, pihaknya telah memberitahukan adanya SE KPU Buleleng kepada Paket Surya, dengan menelepon langsung. "Kami saat itu menelepon langsung Saudara kandidat Dewa Nyoman Sukrawan," paparnya.
Toh, Valina tetap menyebutkan SE yang diterbitkan pukul 16.00 Wita sangat pendek dan tidak mungkin terpenuhi oleh Paket Surya. "Dengan waktu beberapa jam itu, tidak mungkin memenuhi kekurangan dukungan," ujar Valina.
Meski demikian, Valina selaku Ketua Majelis menghargai upaya terlapor Ketua KPU Buleleng yang berusaha untuk tetap mengawal proses verifikasi factual dengan mekanisme aturan dan beritikad baik menghubungi langsung kandidat Calon Bupati Dewa Sukrawan.
Sementara itu, terlapor Ketua Panwas Buleleng, Ketut Ariyani, mengakui dirinya memang bersaudara ipar dengan Nyoman Suradaya alias Om Baya. Namun, kata dia, Om Baya ini bukan termasuk Tim Pemenangan Paket Surya sebagaimana disebutkan pelapor. "Tidak ada tercatat yang bernama Nyoman Suradaya sebagai Tim Pemenangan Paket PAS-Sutji," tandas Ariyani dalam sidang kemarin.
Sedangkan terlapor Ketua PPS Desa Bila, Ketut Dipawirya, dalam sidang kemarin membantah soal masalah form B1-KWK yang dipinjam PPK, sehingga tidak ada verifikasi factual dukungan Paket Surya. "Saat kejadian, LO Paket Surya tidak mau menunggu form B1-KWK. Saat itu anggota PPK Komang Lely sedang dalam perjalanan. Komang Lely ini mungkin membawa sepeda motor agak pelan, sehingga lama datangnya. LO Paket Surya sudah marah-marah dan menyampaikan tidak usah verifikasi. Padahal, kami siap verifikasi," beber Dipawirya.
Persidangan kemarin sempat diwarnai perdebatan sengit, saat sesi pertanyaan Tim Pemeriksa Daerah yang dilakukan Luh Riniti Rahayu kepada terlapor Ketua KPU Buleleng. Pasalnya, pertanyaan Riniti Rahayu cukup unik, tapi nyelekit. "Kenapa Anda baru koordinasi dengan KPU Bali dan KPU RI, serta terbitkan SE setelah keluarkan statment di media? Apakah karena bukan pawisik atau sempat ditelepon siapa-siapa?" cecar Riniti Rahayu.
Ditanya seperti itu, Ketua KPU Buleleng Gede Suardana langsung menjawab dengan nada agak meninggi. "Kami melaksanakan proses dan tahapan Pilkada tegak lurus dengan aturan. Tidak ada menunggu pawisik atau ditelepon siapa pun," tangkis Suardana.
Seusai sidang kemarin siang, Ketua Majelis Valina Sinka mengatakan pihaknya akan kembali melakukan persidang dugaan pelanggaran kode etik tahapan Pilkada Buleleng 2017, kalau dirasa ada materi yang kurang. "Nanti akan kita putuskan. Tidak ada batas waktunya. Jika ada yang kurang, kita hadirkan pihak-pihak terkait lagi," tandas Valina. * nat
Persidangan dengan agenda para pihak dan pemeriksaan saksi-saksi, Rabu kemarin, dipimpin ketua majelis yang juga anggota DKPP, Valina Sinka Subekti. Sedangkan Tim Pemeriksa Daerah terdiri dari Ketua KPU Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandhi, anggota Bawaslu Bali I Ketut Sunadra, tokoh masyarakat I Wayan Juana (mantan yang Ketua Panwaslu Bali), dan tokoh masyarakat Luh Riniti Rahayu (mantan komisioner KPU Bali).
Sidang yang digelar selama 6 jam mulai pagi pukul 10.00 Wita hingga siang pukul 14.00 Wita tersebut, diawali dengan mendengarkan materi pelanggaran kode etik dari pihak pelapor, I Gede Suardana, yang tercatat sebagai Ketua Dewan Pembina Forum Pemerhati Masyarakat Kecil (FP-MK). Setelah itu, majelis mendengarkan keterangan saksi-saksi.
Majelis juga mendengarkan keterangan ‘pembelaan’ dari para terlapor, yakni Ketua KPU Buleleng I Gede Suardana, Ketua Panwas Pemilihan Kabupaten Buleleng Ni Ketut Ariyani, dan Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Bila (Kecamatan Kubutambahan, Buleleng) I Ketut Dipawirya.
Pelapor Gede Suardana dalam sidang kemarin menyampaikan beberapa pelanggaran Pilkada Buleleng 2017, mulai tahapan verifikasi factual dukungan kandidat pasangan calon Independen Dewa Nyoman Sukrawan-Gede Dharma Wijaya (paket Surya) hingga adanya intimidasi. Menurut pelapor, KPU Buleleng selaku penyelenggara Pilkada telah mengabaikan aturan-aturan hukum yang menghilangkan hak-hak masyarakat untuk memberikan dukungan kepada Paket Surya.
Yang menjadi poin utama laporan di hadapan DKPP, pelapor menyebutkan adanya pernyataan Ketua KPU Buleleng pada 16 Oktober Tahun 2016, yang berbunyi ‘Jika pendukung Paket Surya belum hadir dalam verifikasi factual di tingkat desa (PPS), dapat dihadirkan saat pleno di tingkat PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan)’. Statemen Ketua KPU Buleleng ini dirilis media massa.
Tapi, lanjut pelapor, faktanya saat pendukung Paket Surya mau mengikuti verifikasi factual di tingkat PPK, malah ditolak. Alasannya, KPU Buleleng mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang tidak membolehkan adanya verifikasi faktual di PPK. Walhasil, Paket Surya akhirnya kekurangan 235 dukungan dari total syarat minimal 40.283 dukungan valid yang disyaratkan, hingga terpental.
Paket Surya pun ajukan gugatan (ke Panwas). Akhirnya, dilakukan verifikasi factual ulang di 5 desa/kelurahan. Tapi, pada akhirnya Paket Surya tetap kekurang 47 dukungan, hingga terpental dari pencalonan ke Pilkada Buleleng 2017. Pelapor Gede Suardana juga mengungkap verifikasi factual di Desa Bila batal dilaksanakan, karena form B1-KWK tidak ada. PPS setempat beralasan, form B1-KWK tersebut dipinjam PPK.
Sedangkan Ketua Panwas Buleleng, Ni Ketut Ariyani, dinilai tidak netral oleh pelapor. Disebutkan, Ketut Ariyani adalah adik ipar I Nyoman Suradaya alias Om Baya, mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Bali 2004-2009 yang jadi Tim Sukses Pasangan Incumbent Putu Agus Suradnyana-dr Nyoman Sutjidra (PAS-Sutji)---yang diusung PDIP bersama NasDem-Hanura-Gerindra-PPP-PKB-PAN.
Dalam sidang perdana yang digelar DKPP kemarin, pelapor Gede Suardana juga menghadirkan 3 saksi. Mereka masing-masing I Wayan Sumadra, Ellyas Elo, dan I Gusti Adi Suardana. Dalam keterangannya, saksi Wayan Sumadra membeberkan bahwa di Lingkungan Kalibaru, Kelurahan Banjar Jawa, Kecamatan Buleleng, salah satu LO (penghubung) Paket Surya yakni I Nyoman Gita dibentak-bentak secara kasar oleh seseorang bernama I Made Suarsana alias Anggur.
"Karena kamu, nama saya hancur. Jangan ada verifikasi di sini (Lingkungan Kalibaru). Kalau masih verifikasi, saya tidak bertanggung jawab apa yang akan terjadi di sini," hardik Made Suarsana sebagaimana ditirukan saksi Wayan Sumadra dalam sidang kemarin.
Saksi Sumadra juga menyaksikan sendiri bagaimana Suarsana mengusir petugas kepolisian dari Polres Buleleng dan mengusir dirinya dari Lingkungan Kalibaru. "Kami bahkan diusir dari Lingkungan Kalibaru. Karenanya, rencana verifikasi factual di Lingkungan Kalibaru batal dilakukan. Masyarakat sudah takut, tidak mau mengikuti verifikasi," ungkap saksi Sumadra.
Keterangan saksi Ellyas Elo juga hampir sama. Menurut Ellyas, proses verifikasi factual dukungan Paket Surya di Lingkungan Kalibaru gagal dilakukan karena adanya intimidasi dan pengusiran. "Warga ketakutan dan tidak berani mengikuti proses verifikasi. Ini sudah dilaporkan pihak berwenang," tutur saksi Ellyas.
Sedangkan saksi I Gusti Adi Suardana menyaksikan dan mengalami sendiri terjadinya intimidasi di Desa Gerokgak, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. "Intimidasi itu dilakukan oknum anggota DPRD Buleleng," papar saksi yang akrab dipanggil Gusti Gatot ini di persidangan kemarin.
Atas pemaparan pelapor dan saksi-saksi seperti itu, Ketua Majelis Valina Sinka Subekti mencecar pertanyaan kepada terlapor Ketua KPU Buleleng, Gede Suardana. "Kenapa Saudara mengeluarkan statement tanggal 16 Oktober, sehingga bisa dianggap menghalangi hak konstitusi pendukung Paket Surya? Kenapa Anda juga mengeluarkan SE itu?" tanya Valina.
Sempat terjadi perdebatan alot antara Valina dan terlapor Ketua KPU Buleleng. Materi perdebatan adalah masalah keluarnya SE KPU Buleleng tanggal 16 Oktober 2016 sore pukul 16.00 Wita. Sedangkan Paket Surya masih punya batas waktu sampai tengah malam pukul 24.00 Wita.
"Kami mengeluarkan SE setelah koordinasi dengan KPU Bali dan KPU RI. Kami juga klarifikasi yang mulai, statment kami itu bukan tanggal 16 Oktober, tapi 15 Oktober 2016," jawab terlapor Gede Suadana.
Dia menegaskan, pihaknya telah memberitahukan adanya SE KPU Buleleng kepada Paket Surya, dengan menelepon langsung. "Kami saat itu menelepon langsung Saudara kandidat Dewa Nyoman Sukrawan," paparnya.
Toh, Valina tetap menyebutkan SE yang diterbitkan pukul 16.00 Wita sangat pendek dan tidak mungkin terpenuhi oleh Paket Surya. "Dengan waktu beberapa jam itu, tidak mungkin memenuhi kekurangan dukungan," ujar Valina.
Meski demikian, Valina selaku Ketua Majelis menghargai upaya terlapor Ketua KPU Buleleng yang berusaha untuk tetap mengawal proses verifikasi factual dengan mekanisme aturan dan beritikad baik menghubungi langsung kandidat Calon Bupati Dewa Sukrawan.
Sementara itu, terlapor Ketua Panwas Buleleng, Ketut Ariyani, mengakui dirinya memang bersaudara ipar dengan Nyoman Suradaya alias Om Baya. Namun, kata dia, Om Baya ini bukan termasuk Tim Pemenangan Paket Surya sebagaimana disebutkan pelapor. "Tidak ada tercatat yang bernama Nyoman Suradaya sebagai Tim Pemenangan Paket PAS-Sutji," tandas Ariyani dalam sidang kemarin.
Sedangkan terlapor Ketua PPS Desa Bila, Ketut Dipawirya, dalam sidang kemarin membantah soal masalah form B1-KWK yang dipinjam PPK, sehingga tidak ada verifikasi factual dukungan Paket Surya. "Saat kejadian, LO Paket Surya tidak mau menunggu form B1-KWK. Saat itu anggota PPK Komang Lely sedang dalam perjalanan. Komang Lely ini mungkin membawa sepeda motor agak pelan, sehingga lama datangnya. LO Paket Surya sudah marah-marah dan menyampaikan tidak usah verifikasi. Padahal, kami siap verifikasi," beber Dipawirya.
Persidangan kemarin sempat diwarnai perdebatan sengit, saat sesi pertanyaan Tim Pemeriksa Daerah yang dilakukan Luh Riniti Rahayu kepada terlapor Ketua KPU Buleleng. Pasalnya, pertanyaan Riniti Rahayu cukup unik, tapi nyelekit. "Kenapa Anda baru koordinasi dengan KPU Bali dan KPU RI, serta terbitkan SE setelah keluarkan statment di media? Apakah karena bukan pawisik atau sempat ditelepon siapa-siapa?" cecar Riniti Rahayu.
Ditanya seperti itu, Ketua KPU Buleleng Gede Suardana langsung menjawab dengan nada agak meninggi. "Kami melaksanakan proses dan tahapan Pilkada tegak lurus dengan aturan. Tidak ada menunggu pawisik atau ditelepon siapa pun," tangkis Suardana.
Seusai sidang kemarin siang, Ketua Majelis Valina Sinka mengatakan pihaknya akan kembali melakukan persidang dugaan pelanggaran kode etik tahapan Pilkada Buleleng 2017, kalau dirasa ada materi yang kurang. "Nanti akan kita putuskan. Tidak ada batas waktunya. Jika ada yang kurang, kita hadirkan pihak-pihak terkait lagi," tandas Valina. * nat
Komentar