Raja Tabanan Sembuh Berkat Kelapa di Dalam Rumpun Bambu
Menjelang pujawali pada Buda Umanis Prangbakat, Rabu, 7 Desember 2016 nanti, NusaBali akan melaksanakan kegiatan sosial spiritual Ngiring Sareng-sareng Ngayah di Pura Luhur Tamba Waras, Desa Pakraman Sangketan, Kecamatan Penebel, Tabanan.
Pura Luhur Tamba Waras di Desa Pakraman Sangketan yang Dapat Julukan Apotek Niskala
TABANAN, NusaBali
Kegiatan ngayah bersama pembaca NusaBali ini akan digelar Sabtu (3/12) lusa. Seperti apa pura yang dikenal sebagai apotek niskala ini? Berikut, kami sajikan cuplikannya secara serial. Pura Luhur Tamba Waras di Desa Pakraman Sangketan, Kecamatan Penebel, Tabanan merupakan salah satu Pura Catur Angga, yang berstatus sebagai Kahyangan Jagat Bali. Pura yang berdasarkan catatan sejarah berdiri sekitar abad ke-12 ini dikenal dengan julukan ‘apotek niskala’, karena banyak berkah obat di sana. Raja Tabanan masa silam pun tersembuhkan dari sakit kerat berkat kelapa dalam rumpun bambu di areal pura ini.
Pura Luhur Tamba Waras berada di kawasan hutan lereng Gunung Batukaru. Pura ini diempon 350 KK krama adat dari 5 desa pakraman, masing-masing Desa Pakraman Sangketan, Desa Pakraman Bongli, Desa Pakraman Puring, Desa Pakraman Munduk Dawa, dan Desa Pakraman Munduk Bun. Kelima desa adat ini masuk wilayah dinas Desa Sangketan, Kecamatan Penebel.
Jika dilihat dari strukturnya, Pura Luhur Tamba Waras berkedudukan sebagai gudang farmasinya jagat raya atau apotek niskala. Disebut sebagai pusat pengobatan, karena berkaitan erat dengan sejarah di mana Raja Tabanan berhasil sembuh setelah mendapat pawisik (perunjuk niskala) agar mencari obat di hutan belantara lereng Gunung Batukaru ini.
Raja Tabanan XX, Ida Cokorda Anglurah Tabanan, sempat menceritakan adanya keterkaitan sejarah Puri Tabanan dan Pura Luhur Tamba Waras di Desa Pakraman Sangketan ini. Diceritakan, leluhurnya (Raja Tabanan masa lampau) pernah sakit keras. Tabib kerajaan dan tabib lainnya yang didatangkan dari kerajaan berbedam tak mampu menyembuhkan Raja Tabanan.
Nah, abdi raja akhirnya dapat pawisik bahwa obat untuk kesembuhan Raja Tabanan bisa ditemukan di hutan kawasan Gunung Batukaru. “Pawisik itu menyebutkan, jika melihat asap mengepul di tengah hutan, di situlah obat tersebut berada,” ungkap Ida Cokorda Anglurah Tabanan saat ditemui Nusabali di Puri Tabanan, Selasa (29/11).
Raja Tabanan yang jatuh sakit pun mengutus Patih dari Jero Sumabia bersama abdi dan prajurit untuk pergi ke hutan buat mencari obat. Singkat cerita, ketika melintas di hutan Batukaru, Patih melihat asap di dalam rumpun bambu. Setelah dibuka, ternyata asap itu keluar dari buah kelapa yang berada di tengah rumpun bambu. “Patih dan abdi memohon buah kelapa itu, seraya berdoa agar raja bisa sembuh,” papar Ida Cokorda Anglurah.
Kelapa yang penuh asap itu kemudian dibawa pulang ke Puri (Istana Kerajaan) Tabanan. Setibanya di puri, abdi raja nanusin (mengolah kelapa menjadi minyak). Minyak itu kemudian dihaturkan kepada Raja Tabanan. Ajaib, dalam hitungan beberapa jam kemudian, raja langsung sembuh total.
Saat itu pula, Raja Tabanan memutuskan untuk membangun palinggih di tempat mendapatkan kelapa tersebut. Palinggih tersebut kemudian diberi nama Pura Luhur Tamba Waras. Sesuai namanya, Tamba berarti obat, sementara waras artinya sehat (sembuh). Itu sebabnya, Pura Luhur Tamba Waras dijuluki apotek niskala.
Menurut Ida Cokorda Anglurah, sampai saat ini hubungan Puri Tabanan dan Pura Luhur Tamba Waras masih berlangsung harmonis. Puri Tabanan sebagai pengerajeg, sementara Jero Subamia dan krama Desa Pakraman Sangketan sebagai penganceng Pura Luhur Tamba Waras. “Seiring berjalannya waktu, dibangun pura sebagai rasa syukur raja karena telah diberi kesembuhan,” beber Ida Cokorda Anglurah.
Ida Cokorda Anglurah menyebutkan, banyak sekali obat yang ditemui di Pura Luhur Tamba Waras. Mulai dari daun kepasilan (benalu) yang dipercayai bisa menyembuhkan segala jenis penyakit. Ada pula juuk linglang yang sewaktu-waktu muncul jika sudah ada petunjuk gaib. “Siapa pun boleh nunas (meminta). Biasanya, saat Purnama, umat tangkil. Minyak kepasilan ditedunkan dan diberikan kepada umat sedharma,” katanya.
Sementara itu, Pamangku Gede Pura Luhur Tamba Waras, Jro Mangku Putu Wijaya Kusuma, menyatakan seminggu sekali pura ini nedunang (menurunkan) tamba. Umumnya, tamba yang diberikan kepada umat dalam bentuk minyak, baik minyak urut maupun untuk diminum.
Menurut Jro Mangku Wijaya, minyak untuk minum berisi campuran juuk linglang, manik sekecap, lungsir mancawarna, dan bun pancasona. “Selain minyak, ada juga yang mendapat petunjuk untuk nunas boreh (obat lulur),” imbuh pamangku yang berprofesi sebagai guru ini.
Tamba untuk boreh, biasanya umat yang tangkil ke Pura Luhur Tamba Waras minta daun temen selem (hitam) dan kepasilan. Hampir semua palinggih dan tumbuhan di Utama Mandala Pura Luhur Tamba Waras berisi kepasilan. Umumnya, di Bali banyak terdapat temen dengan daunnya berwarna merah. Tapi, di pura ini, daun temen berwarna hitam. Mengingat sumber obat berasal dari daun temen selem, maka warna hitam mendominasi di Pura Luhur Tamba Waras.
Pada pujawali di Pura Luhur Tamba Waras yang jatuh 6 bulan sekli (210 hari sistem penanggalan Bali) pada Buda Umanis Prangbakat, pamangku biasa bagikan tamba berupa minyak di Palinggih Bale Aket. Selain tamba berupa minyak untuk minum dan urut, pamangku juga mapaica benang dwidatu (warna hitam-putih). “Ida Sesuhunan Pura Luhur Tamba Waras berikan obat yang komplit untuk kehidupan manusia, binatang, dan alam,” tandas Jro Mangku Wijaya Kusuma. * cr61
TABANAN, NusaBali
Kegiatan ngayah bersama pembaca NusaBali ini akan digelar Sabtu (3/12) lusa. Seperti apa pura yang dikenal sebagai apotek niskala ini? Berikut, kami sajikan cuplikannya secara serial. Pura Luhur Tamba Waras di Desa Pakraman Sangketan, Kecamatan Penebel, Tabanan merupakan salah satu Pura Catur Angga, yang berstatus sebagai Kahyangan Jagat Bali. Pura yang berdasarkan catatan sejarah berdiri sekitar abad ke-12 ini dikenal dengan julukan ‘apotek niskala’, karena banyak berkah obat di sana. Raja Tabanan masa silam pun tersembuhkan dari sakit kerat berkat kelapa dalam rumpun bambu di areal pura ini.
Pura Luhur Tamba Waras berada di kawasan hutan lereng Gunung Batukaru. Pura ini diempon 350 KK krama adat dari 5 desa pakraman, masing-masing Desa Pakraman Sangketan, Desa Pakraman Bongli, Desa Pakraman Puring, Desa Pakraman Munduk Dawa, dan Desa Pakraman Munduk Bun. Kelima desa adat ini masuk wilayah dinas Desa Sangketan, Kecamatan Penebel.
Jika dilihat dari strukturnya, Pura Luhur Tamba Waras berkedudukan sebagai gudang farmasinya jagat raya atau apotek niskala. Disebut sebagai pusat pengobatan, karena berkaitan erat dengan sejarah di mana Raja Tabanan berhasil sembuh setelah mendapat pawisik (perunjuk niskala) agar mencari obat di hutan belantara lereng Gunung Batukaru ini.
Raja Tabanan XX, Ida Cokorda Anglurah Tabanan, sempat menceritakan adanya keterkaitan sejarah Puri Tabanan dan Pura Luhur Tamba Waras di Desa Pakraman Sangketan ini. Diceritakan, leluhurnya (Raja Tabanan masa lampau) pernah sakit keras. Tabib kerajaan dan tabib lainnya yang didatangkan dari kerajaan berbedam tak mampu menyembuhkan Raja Tabanan.
Nah, abdi raja akhirnya dapat pawisik bahwa obat untuk kesembuhan Raja Tabanan bisa ditemukan di hutan kawasan Gunung Batukaru. “Pawisik itu menyebutkan, jika melihat asap mengepul di tengah hutan, di situlah obat tersebut berada,” ungkap Ida Cokorda Anglurah Tabanan saat ditemui Nusabali di Puri Tabanan, Selasa (29/11).
Raja Tabanan yang jatuh sakit pun mengutus Patih dari Jero Sumabia bersama abdi dan prajurit untuk pergi ke hutan buat mencari obat. Singkat cerita, ketika melintas di hutan Batukaru, Patih melihat asap di dalam rumpun bambu. Setelah dibuka, ternyata asap itu keluar dari buah kelapa yang berada di tengah rumpun bambu. “Patih dan abdi memohon buah kelapa itu, seraya berdoa agar raja bisa sembuh,” papar Ida Cokorda Anglurah.
Kelapa yang penuh asap itu kemudian dibawa pulang ke Puri (Istana Kerajaan) Tabanan. Setibanya di puri, abdi raja nanusin (mengolah kelapa menjadi minyak). Minyak itu kemudian dihaturkan kepada Raja Tabanan. Ajaib, dalam hitungan beberapa jam kemudian, raja langsung sembuh total.
Saat itu pula, Raja Tabanan memutuskan untuk membangun palinggih di tempat mendapatkan kelapa tersebut. Palinggih tersebut kemudian diberi nama Pura Luhur Tamba Waras. Sesuai namanya, Tamba berarti obat, sementara waras artinya sehat (sembuh). Itu sebabnya, Pura Luhur Tamba Waras dijuluki apotek niskala.
Menurut Ida Cokorda Anglurah, sampai saat ini hubungan Puri Tabanan dan Pura Luhur Tamba Waras masih berlangsung harmonis. Puri Tabanan sebagai pengerajeg, sementara Jero Subamia dan krama Desa Pakraman Sangketan sebagai penganceng Pura Luhur Tamba Waras. “Seiring berjalannya waktu, dibangun pura sebagai rasa syukur raja karena telah diberi kesembuhan,” beber Ida Cokorda Anglurah.
Ida Cokorda Anglurah menyebutkan, banyak sekali obat yang ditemui di Pura Luhur Tamba Waras. Mulai dari daun kepasilan (benalu) yang dipercayai bisa menyembuhkan segala jenis penyakit. Ada pula juuk linglang yang sewaktu-waktu muncul jika sudah ada petunjuk gaib. “Siapa pun boleh nunas (meminta). Biasanya, saat Purnama, umat tangkil. Minyak kepasilan ditedunkan dan diberikan kepada umat sedharma,” katanya.
Sementara itu, Pamangku Gede Pura Luhur Tamba Waras, Jro Mangku Putu Wijaya Kusuma, menyatakan seminggu sekali pura ini nedunang (menurunkan) tamba. Umumnya, tamba yang diberikan kepada umat dalam bentuk minyak, baik minyak urut maupun untuk diminum.
Menurut Jro Mangku Wijaya, minyak untuk minum berisi campuran juuk linglang, manik sekecap, lungsir mancawarna, dan bun pancasona. “Selain minyak, ada juga yang mendapat petunjuk untuk nunas boreh (obat lulur),” imbuh pamangku yang berprofesi sebagai guru ini.
Tamba untuk boreh, biasanya umat yang tangkil ke Pura Luhur Tamba Waras minta daun temen selem (hitam) dan kepasilan. Hampir semua palinggih dan tumbuhan di Utama Mandala Pura Luhur Tamba Waras berisi kepasilan. Umumnya, di Bali banyak terdapat temen dengan daunnya berwarna merah. Tapi, di pura ini, daun temen berwarna hitam. Mengingat sumber obat berasal dari daun temen selem, maka warna hitam mendominasi di Pura Luhur Tamba Waras.
Pada pujawali di Pura Luhur Tamba Waras yang jatuh 6 bulan sekli (210 hari sistem penanggalan Bali) pada Buda Umanis Prangbakat, pamangku biasa bagikan tamba berupa minyak di Palinggih Bale Aket. Selain tamba berupa minyak untuk minum dan urut, pamangku juga mapaica benang dwidatu (warna hitam-putih). “Ida Sesuhunan Pura Luhur Tamba Waras berikan obat yang komplit untuk kehidupan manusia, binatang, dan alam,” tandas Jro Mangku Wijaya Kusuma. * cr61
1
Komentar