Diberhentikan Sepihak, Kelian Desa Adat Les Penuktukan Layangkan Surat ke MDA
SINGARAJA, NusaBali
Pemberhentian sepihak Jro Pasek Nengah Wiryasa sebagai Kelian Desa Adat Les Penuktukan, Kecamatan Tejakula, Buleleng, oleh sejumlah krama yang mengatasnamakan Kertha Desa setempat dinilai janggal.
Atas persoalan ini, Jro Pasek Wiryasa melalui tim Kuasa Hukumnya pun melayangkan surat ke Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali. Jro Pasek Wiryasa mengatakan, sejatinya pemberhentian secara sepihak ini berawal adanya mosi tidak percaya yang dilayangkan oleh sejumlah krama terhadap kinerja dirinya selama menjabat sebagai kelian desa adat. Dalam mosi tersebut, juga dilampirkan beberapa kesalahan Jro Pasek Wiryasa yang menurut dirinya tidak substansi melainkan administrasi.
Dia menyebutkan, beberapa kesalahan itu sejatinya telah diselesaikan secara musyawarah di desa. Namun pada 7 Februari lalu dalam rapat pertanggungjawaban LPD, kesalahan itu kembali diungkit. "Pada saat itu, salah satu anggota Kertha Desa mengambil alih rapat dan langsung menjatuhkan sanksi pemberhentian terhadap sata selaku Kelian dan Ketua serta anggota LPD," kata Jro Pasek Wiryasa, Selasa (23/3) siang.
Belakangan pada 6 Maret lalu, sejumlah krama yang mengatasnamakan Kertha Desa menggelar paruman dan membuat keputusan memberhentikan Jro Pasek Wiryasa sebagai Kelian Desa Adat Les Penuktukan. Paruman itu hanya dihadiri 72 orang krama, sedangkan jumlah krama di desa adat tersebut mencapai ribuan orang. Atas hal itu, Jro Pasek Wiryasa pun merasa keberatan.
Ditambah lagi, menurut Jro Pasek Wiryasa, pihak Kertha Desa sejatinya tidak memiliki wewenang untuk memberhentikan jabatan Kelian Desa Adat Les. "Yang menggelar paruman itu hanya 3 orang Kertha Desa dari 7 orang. Saya selaku Ketua Kertha Desa bahkan tidak diberitahu. Juga yang berwewenang mengangkat dan memberhentikan Kelian Desa Adat adalah Peduluan Desa," jelasnya.
Jro Pasek Wiryasa pun menyayangkan hasil keputusan tersebut dimohonkan penetapan ke Bendesa Agung MDA Provinsi Bali melalui MDA Kabupaten Buleleng meneruskan rekomendasi penerbitan SK Pengakuan dari MDA Kecamatan Tejakula. Polemik ini, lanjut dia, sebelumnya juga sudah sempat dibahas bersama di MDA Kabupaten Buleleng.
Hanya saja, Jro Pasek Wiryasa menyebutkan masih merasa berkeberatan dengan langkah itu. "Sempat saya dimediasi di MDA Kabupaten Buleleng, namun arahnya kok saya seolah-olah diminta untuk berhenti dengan bahasa pamit. Saya hanya minta keadilan, dan berharap Bendesa Agung MDA di Provinsi, memediasi persoalan ini," katanya.
Jro Pasek Wiryasa mengungkapkan, dirinya menjabat sebagai Kelian Desa Adat Les Penuktukan sejak tahun 2016 melalui pemilihan dan pelantikan secara sekala dan niskala sesuai awig-awig dan pararem yang berlaku. Kata Jro Pasek Wiryasa, berdasarkan aturan tersebut, masa jabatan kelian desa adat yang dia emban yakni seumur hidup.
"Bisa diberhentikan jika meninggal, atas permohonan sendiri dan diterima dalam sebuah paruman, diberhentikan krama jika ada persoalan hukum melalui proses paruman sesuai dengan awig-awig yang ada," tandas Jro Pasek Wiryasa.
Sementara itu, Kuasa Hukum Jro Pasek Wiryasa, Nyoman Sunarta mengaku, sudah bersurat ke Bendesa Agung MDA Provinsi Bali untuk memediasi persoalan ini, sebelum mengeluarkan keputusan. Menurut Sunarta, penjatuhan sanksi pemberhentian kliennya sebagai Kelian Desa Adat setempat tidak sesuai awig-awig dan pararem yang ada.
"Cara-cara seperti ini akan menjadi preseden buruk dan ini jelas akan merugikan masyarakat Desa Adat Les Penuktukan. Kalau ini sampai dibiarkan, bisa terjadi di desa adat lain memberhentikan Kelian Desa Adat dengan cara seperti ini," kata Sunarta.
Untuk itu Sunarta meminta, agar Bendesa Agung MDA Provinsi Bali tidak melakukan penetapan atau tidak menerbitkan SK tentang penetapan dan pengakuan Prajuru Desa Adat Les Penuktukan masa laporan 2021-2023 yang telah dimohonkan.
Selain itu diminta juga, Bendesa Agung MDA Provinsi Bali segera melakukan mediasi menyelesaikan persoalan ini secara adil sesuai awig-awig dan pararem yang berlaku. "Kami harap ada mediasi sehingga ada keadilan bagi klien kami. Jika sampai ada penetapan dari MDA Provinsi, tentu kami akan melakukan upaya hukum menyikapi persoalan ini," tutup Sunarta.*m
Dia menyebutkan, beberapa kesalahan itu sejatinya telah diselesaikan secara musyawarah di desa. Namun pada 7 Februari lalu dalam rapat pertanggungjawaban LPD, kesalahan itu kembali diungkit. "Pada saat itu, salah satu anggota Kertha Desa mengambil alih rapat dan langsung menjatuhkan sanksi pemberhentian terhadap sata selaku Kelian dan Ketua serta anggota LPD," kata Jro Pasek Wiryasa, Selasa (23/3) siang.
Belakangan pada 6 Maret lalu, sejumlah krama yang mengatasnamakan Kertha Desa menggelar paruman dan membuat keputusan memberhentikan Jro Pasek Wiryasa sebagai Kelian Desa Adat Les Penuktukan. Paruman itu hanya dihadiri 72 orang krama, sedangkan jumlah krama di desa adat tersebut mencapai ribuan orang. Atas hal itu, Jro Pasek Wiryasa pun merasa keberatan.
Ditambah lagi, menurut Jro Pasek Wiryasa, pihak Kertha Desa sejatinya tidak memiliki wewenang untuk memberhentikan jabatan Kelian Desa Adat Les. "Yang menggelar paruman itu hanya 3 orang Kertha Desa dari 7 orang. Saya selaku Ketua Kertha Desa bahkan tidak diberitahu. Juga yang berwewenang mengangkat dan memberhentikan Kelian Desa Adat adalah Peduluan Desa," jelasnya.
Jro Pasek Wiryasa pun menyayangkan hasil keputusan tersebut dimohonkan penetapan ke Bendesa Agung MDA Provinsi Bali melalui MDA Kabupaten Buleleng meneruskan rekomendasi penerbitan SK Pengakuan dari MDA Kecamatan Tejakula. Polemik ini, lanjut dia, sebelumnya juga sudah sempat dibahas bersama di MDA Kabupaten Buleleng.
Hanya saja, Jro Pasek Wiryasa menyebutkan masih merasa berkeberatan dengan langkah itu. "Sempat saya dimediasi di MDA Kabupaten Buleleng, namun arahnya kok saya seolah-olah diminta untuk berhenti dengan bahasa pamit. Saya hanya minta keadilan, dan berharap Bendesa Agung MDA di Provinsi, memediasi persoalan ini," katanya.
Jro Pasek Wiryasa mengungkapkan, dirinya menjabat sebagai Kelian Desa Adat Les Penuktukan sejak tahun 2016 melalui pemilihan dan pelantikan secara sekala dan niskala sesuai awig-awig dan pararem yang berlaku. Kata Jro Pasek Wiryasa, berdasarkan aturan tersebut, masa jabatan kelian desa adat yang dia emban yakni seumur hidup.
"Bisa diberhentikan jika meninggal, atas permohonan sendiri dan diterima dalam sebuah paruman, diberhentikan krama jika ada persoalan hukum melalui proses paruman sesuai dengan awig-awig yang ada," tandas Jro Pasek Wiryasa.
Sementara itu, Kuasa Hukum Jro Pasek Wiryasa, Nyoman Sunarta mengaku, sudah bersurat ke Bendesa Agung MDA Provinsi Bali untuk memediasi persoalan ini, sebelum mengeluarkan keputusan. Menurut Sunarta, penjatuhan sanksi pemberhentian kliennya sebagai Kelian Desa Adat setempat tidak sesuai awig-awig dan pararem yang ada.
"Cara-cara seperti ini akan menjadi preseden buruk dan ini jelas akan merugikan masyarakat Desa Adat Les Penuktukan. Kalau ini sampai dibiarkan, bisa terjadi di desa adat lain memberhentikan Kelian Desa Adat dengan cara seperti ini," kata Sunarta.
Untuk itu Sunarta meminta, agar Bendesa Agung MDA Provinsi Bali tidak melakukan penetapan atau tidak menerbitkan SK tentang penetapan dan pengakuan Prajuru Desa Adat Les Penuktukan masa laporan 2021-2023 yang telah dimohonkan.
Selain itu diminta juga, Bendesa Agung MDA Provinsi Bali segera melakukan mediasi menyelesaikan persoalan ini secara adil sesuai awig-awig dan pararem yang berlaku. "Kami harap ada mediasi sehingga ada keadilan bagi klien kami. Jika sampai ada penetapan dari MDA Provinsi, tentu kami akan melakukan upaya hukum menyikapi persoalan ini," tutup Sunarta.*m
1
Komentar