Stok di Bali Cukup, GMNI Tolak Rencana Impor Beras
DENPASAR, NusaBali
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berwacana kembali membuka impor beras sebanyak 1 juta ton pada awal tahun 2021 ini.
Rencana kebijakan tersebut mendapat respon pro dan kontra berbagai kalangan masyarakat, termasuk di Bali. Salah satunya DPC GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) Denpasar yang tegas menolak rencana impor beras tersebut.
Ketua DPC GMNI Denpasar, I Putu Chandra Riantama dalam rilisnya kepada NusaBali, di Denpasar, Selasa (23/3) malam menyampaikan kekhawatiran kebijakan impor beras oleh pusat. Karena sangat berpotensi mencederai keadilan bagi Petani Bali. Apalagi, kebijakan impor beras sangat bertentangan dengan visi Gubernur Bali. “Rencana impor beras mencederai semangat petani dan sangat bertentangan dengan visi gubernur, Nangun Sat Kerthi Loka Bali," ujar Candra.
Menurut Candra, pada 22 misi pembangunan Bali, poin pertama telah mencanangkan kepastian kebutuhan pangan, sandang, dan papan dalam jumlah dan kualitas yang memadai bagi kehidupan krama Bali. Bahkan, poin kedua tegas menyatakan komitmen mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing pertanian, dan meningkatkan kesejahteraan petani," beber anak muda asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung ini.
Chandra menambahkan Gubernur Bali, Wayan Koster harusnya langsung merespon rencana impor beras ini. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Udayana (FH Unud) yang kini melanjutkan program Magister Hukum di FH Unud ini menambahkan Gubernur Koster harus berani tegas menyatakan sikap menolak impor beras.
Di sisi lain Wakil Ketua Bidang Buruh Tani dan Nelayan DPC GMNI Denpasar, I Putu Edi Swastawan menyatakan bahwa Bali memang tidak memerlukan beras impor. Mahasiswa Magister Agribisnis Unud ini menyatakan berdasarkan data statistik, proyeksi ketersediaan beras di Bali cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk.
“BPS memproyeksikan potensi produksi padi subround Januari-April 2021 sebesar 253.780 ton GKG (gabah kering giling). Sedangkan jika mengacu pada data BPS 2019, rata-rata konsumsi beras penduduk Bali adalah 7,24 kg/kapita/bulan. Jika asumsi nilai rendemen gabah 64,02% sesuai angka revisi BPS 2018, dengan jumlah penduduk sesuai SP 2020, sebanyak 4,32 juta jiwa. Maka potensi ketersediaan beras per kapita di Bali adalah 9,4 kg/bulan pada subround 1. Sehingga jelas Bali tidak membutuhkan beras impor," beber Edi.
Atas kondisi ini, Kadis Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali, I Wayan Jarta, dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Rabu (24/3) kemarin mengatakan kebijakan impor beras adalah kebijakan pusat. "Ranah kebijakannya itu adalah di pusat. Kalau Bali saat ini memang ketersediaan beras mencukupi sampai 4 bulan ke depan," ujar Jarta.
Kata Jarta, impor beras bagi Bali memang belum perlu kalau mengacu keperluan masyarakat. Apalagi bulan depan sudah mulai panen lagi di Bali. Sehingga dari sisi ketersediaan mencukupi. Pusat sendiri menghitung dari kebutuhan secara nasional. "Untuk ketersediaan beras 4 bulan mencukupi, kemudian masa panen yang sudah dekat saya rasa Bali aman. Namun kalau soal impor beras itu adalah kebijakan pusat yang mengacu dengan kebutuhan nasional. Kalau Bali kebutuhan berasnya aman," ujar Jarta. *nat
Komentar