Aliran Modal ke Fintech Capai Rp 31,5 T
JAKARTA, NusaBali
Bank Indonesia (BI) mencatat geliat aliran modal untuk teknologi finansial (tekfin) atau fintech terus mengalami peningkatan.
Asisten Gubernur BI, Filianingsih Hendarta menyebut, angkanya mencapai 2,19 miliar dollar AS pada tahun 2020 atau setara dengan Rp 31,5 triliun (kurs Rp 14.400). Nominal tersebut tumbuh 235 persen dibanding posisi tahun 2019 (year on year/yoy).
"Pendanaan ini kami harapkan terus meningkat, khususnya dalam sektor payment (pembayaran) dan fintech," kata Filianingsih dalam Indonesia Data and Economic Conference Katadata, seperti dilansir kompas.com, Rabu (24/3).
Filianingsih menyebut, besarnya pendanaan tak lepas dari perubahan pola transaksi masyarakat selama pandemi Covid-19. Setidaknya selama tahun 2020, bank sentral melihat ada tiga fakta digitalisasi.
Fakta pertama, masyarakat makin terbiasa melakukan transaksi digital. Nominal transaksi e-commerce pada kuartal IV 2020 mencapai 90,28 triliun atau meningkat 28 persen (QtoQ) dan 49,5 persen (yoy).
"Volume transaksi digital pun tumbuh positif pada kuartal tersebut. Pertumbuhannya mencapai 12,4 persen (QtoQ) dan 41 persen (yoy). Begitu pula untuk transaksi uang elektronik dengan pertumbuhan 18 persen (QtoQ) dan hampir 20 persen (yoy)," ucap Filianingsih.
Fakta kedua, banyak inovasi yang terus berlanjut dari Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) maupun perbankan.
Kini, banyak fintech mengeluarkan produk baru yang dikolaborasikan dengan IKNB dan perbankan tersebut. Kolaborasi yang tertanam bermacam-macam bentuknya, baik antar fintech, maupun antar bank dengan fintech.
Kolaborasi berupa tarik tunai, pembelian reksa dana melalui channel uang elektronik, atau kerjasama penyaluran dana antara fintech lending dan bank.
"Kemudian yang ketiga, banyak korporasi konvensional yang melakukan digitalisasi. Contohnya beberapa grup korporasi ritel saat ini melakukan kerja sama dengan e-commerce. Mereka menyinergikan bisnis offline dengan online untuk meningkatkan penjualan first moving consumer good," tutur Filianingsih.
Kendati pendanaan fintech terus bertumbuh, bukan berarti fintech bebas dari tantangan. Penyediaan layanan di wilayah, infrastruktur pendukung, dan pengembangan daya saing sumber daya manusia menjadi pekerjaan rumah bersama. Tantangan lainnya, pusat kegiatan ekonomi RI masih terkonsentrasi di DKI dan daerah penyangga. Tantangan ini, kata Filianingsih, perlu kerangka kebijakan sistem pembayaran yang komprehensif.
"BI sebagai bank sentral telah menerbitkan blue print SPI 2025 untuk membangun ekosistem yang sehat sebagai panduan, terdiri dari 5 visi yang dirumuskan jadi target arah kebijakan BI khususnya dalam sistem pembayaran," pungkasnya. *
"Pendanaan ini kami harapkan terus meningkat, khususnya dalam sektor payment (pembayaran) dan fintech," kata Filianingsih dalam Indonesia Data and Economic Conference Katadata, seperti dilansir kompas.com, Rabu (24/3).
Filianingsih menyebut, besarnya pendanaan tak lepas dari perubahan pola transaksi masyarakat selama pandemi Covid-19. Setidaknya selama tahun 2020, bank sentral melihat ada tiga fakta digitalisasi.
Fakta pertama, masyarakat makin terbiasa melakukan transaksi digital. Nominal transaksi e-commerce pada kuartal IV 2020 mencapai 90,28 triliun atau meningkat 28 persen (QtoQ) dan 49,5 persen (yoy).
"Volume transaksi digital pun tumbuh positif pada kuartal tersebut. Pertumbuhannya mencapai 12,4 persen (QtoQ) dan 41 persen (yoy). Begitu pula untuk transaksi uang elektronik dengan pertumbuhan 18 persen (QtoQ) dan hampir 20 persen (yoy)," ucap Filianingsih.
Fakta kedua, banyak inovasi yang terus berlanjut dari Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) maupun perbankan.
Kini, banyak fintech mengeluarkan produk baru yang dikolaborasikan dengan IKNB dan perbankan tersebut. Kolaborasi yang tertanam bermacam-macam bentuknya, baik antar fintech, maupun antar bank dengan fintech.
Kolaborasi berupa tarik tunai, pembelian reksa dana melalui channel uang elektronik, atau kerjasama penyaluran dana antara fintech lending dan bank.
"Kemudian yang ketiga, banyak korporasi konvensional yang melakukan digitalisasi. Contohnya beberapa grup korporasi ritel saat ini melakukan kerja sama dengan e-commerce. Mereka menyinergikan bisnis offline dengan online untuk meningkatkan penjualan first moving consumer good," tutur Filianingsih.
Kendati pendanaan fintech terus bertumbuh, bukan berarti fintech bebas dari tantangan. Penyediaan layanan di wilayah, infrastruktur pendukung, dan pengembangan daya saing sumber daya manusia menjadi pekerjaan rumah bersama. Tantangan lainnya, pusat kegiatan ekonomi RI masih terkonsentrasi di DKI dan daerah penyangga. Tantangan ini, kata Filianingsih, perlu kerangka kebijakan sistem pembayaran yang komprehensif.
"BI sebagai bank sentral telah menerbitkan blue print SPI 2025 untuk membangun ekosistem yang sehat sebagai panduan, terdiri dari 5 visi yang dirumuskan jadi target arah kebijakan BI khususnya dalam sistem pembayaran," pungkasnya. *
Komentar