Pamangku Pedharman Besakih Tutup Usia,
Pamangku di Pura Pedharman Pasek Besakih, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, Jro Mangku Nyoman Gede, 92, tutup usia, Selasa (15/11) sekitar pukul 14.00 Wita, di kediamannya Banjar Adat Paruman Pamangku di Pura Pedharman Pasek Besakih, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem.
AMLAPURA, NusaBali,
Jro Mangku Nyoman Gede, 92, tutup usia, Selasa (15/11) sekitar pukul 14.00 Wita, di kediamannya Banjar Adat Paruman, Desa Pakraman Selat, Kecamatan Selat, Karangasem. Desa Pakraman Selat, Kecamatan Selat, Karangasem. Upacara ngaben rencananya dilaksanakan pada Redite Pon Prangbakat, Minggu (4/12). Upacara ngaben pada Minggu besok telah diawali pembersihan disusul naik tumpang salu, pada Wraspati Pon Uye, Kamis (24/11).
Putra ketiga almarhum, I Nyoman Gede Adria, kepada para pelayat di kediamannya, Jumat (2/12), menuturkan, almarhum meninggal menderita sakit tua. Hadir melayat, Ketua Maha Gotra Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Karangasem I Gede Pawana, Bendesa Pakraman Duda, Kecamatan Selat, I Komang Sujana, Pemimpin Umum Harian NusaBali I Gede Muliarsana, Perbekel Sebudi (Kecamatan Selat) I Nyoman Tinggal, dan yang lainnya.
Gede Adria mengatakan, almarhum aktif sebagai Jro Mangku di Pura Pedharman Pasek Besakih sebelumnya dirinya dilahirkan. “Saya telah berumur 49 tahun, setidaknya telah 54 tahun ayah saya jadi pamangku,” kata Gede Adria yang mantan anggota DPRD Karangasem.
Dituturkannya, ayahnya menjadi pamangku di Pura Pedharman Pasek Besakih karena garis keturunan. Sejak almarhum kondisi kesehatannya mulai menurun, maka putra keduanya melanjutkan ngayah sebagai pamangku yakni Jro Mangku Made Yoga Antara, yang menggantikan sejak Purnama Kapat, Sabtu (15/10). “Secara fisik ayah saya selama ini sehat-sehat saja, namanya sudah usia lanjut, meninggal karena usia,” tambah Gede Adria.
Almarhum sempat bercerita saat Gunung Agung meletus, sempat menggelar ritual mendak Ida Bhatara Gunung Agung, bertepatan lahar panas mulai mengalir dari arah utara rumahnya.
Almarhum melakukan upacara mulang pakelem dengan kurban seekor bebek dari rumahnya, secara ajaib lahar yang mengalir dari hulu, berbelok ke arah barat, sehingga rumahnya terhindar dari bencana lahar panas. “Saat Gunung Agung meletus tahun 1963, ayah saya telah menikah, hanya saja belum dikaruniai keturunan, tetapi telah jadi pamangku,” kata Gede Adria. Almarhum meninggalkan 10 anak dan 8 cucu. * k16
Jro Mangku Nyoman Gede, 92, tutup usia, Selasa (15/11) sekitar pukul 14.00 Wita, di kediamannya Banjar Adat Paruman, Desa Pakraman Selat, Kecamatan Selat, Karangasem. Desa Pakraman Selat, Kecamatan Selat, Karangasem. Upacara ngaben rencananya dilaksanakan pada Redite Pon Prangbakat, Minggu (4/12). Upacara ngaben pada Minggu besok telah diawali pembersihan disusul naik tumpang salu, pada Wraspati Pon Uye, Kamis (24/11).
Putra ketiga almarhum, I Nyoman Gede Adria, kepada para pelayat di kediamannya, Jumat (2/12), menuturkan, almarhum meninggal menderita sakit tua. Hadir melayat, Ketua Maha Gotra Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Karangasem I Gede Pawana, Bendesa Pakraman Duda, Kecamatan Selat, I Komang Sujana, Pemimpin Umum Harian NusaBali I Gede Muliarsana, Perbekel Sebudi (Kecamatan Selat) I Nyoman Tinggal, dan yang lainnya.
Gede Adria mengatakan, almarhum aktif sebagai Jro Mangku di Pura Pedharman Pasek Besakih sebelumnya dirinya dilahirkan. “Saya telah berumur 49 tahun, setidaknya telah 54 tahun ayah saya jadi pamangku,” kata Gede Adria yang mantan anggota DPRD Karangasem.
Dituturkannya, ayahnya menjadi pamangku di Pura Pedharman Pasek Besakih karena garis keturunan. Sejak almarhum kondisi kesehatannya mulai menurun, maka putra keduanya melanjutkan ngayah sebagai pamangku yakni Jro Mangku Made Yoga Antara, yang menggantikan sejak Purnama Kapat, Sabtu (15/10). “Secara fisik ayah saya selama ini sehat-sehat saja, namanya sudah usia lanjut, meninggal karena usia,” tambah Gede Adria.
Almarhum sempat bercerita saat Gunung Agung meletus, sempat menggelar ritual mendak Ida Bhatara Gunung Agung, bertepatan lahar panas mulai mengalir dari arah utara rumahnya.
Almarhum melakukan upacara mulang pakelem dengan kurban seekor bebek dari rumahnya, secara ajaib lahar yang mengalir dari hulu, berbelok ke arah barat, sehingga rumahnya terhindar dari bencana lahar panas. “Saat Gunung Agung meletus tahun 1963, ayah saya telah menikah, hanya saja belum dikaruniai keturunan, tetapi telah jadi pamangku,” kata Gede Adria. Almarhum meninggalkan 10 anak dan 8 cucu. * k16
1
Komentar