Stop Ekspor Babi ke Luar Daerah
Jelang Galungan GUPBI minta pengusaha penuhi kebutuhan nasyarakat Bali
DENPASAR,NusaBali
Dewan Pimpinan Daerah Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali meminta para pengusaha yang rutin mengekspor babi ke luar daerah, diantaranya ke Jakarta dan Jawa, menghentikan sementara pengiriman tersebut.Tujuannya mengantisipasi peningkatan kebutuhan
daging babi di Bali yang diyakini meningkat jelang hari Galungan, Rabu (14/4) dan Kuningan, Sabtu (24/4) depan.
Ketua DPD GUPBI Bali I Ketut Hari Suyasa menyampaikan Senin (29/3). "Sementara kita harap stop dulu, untuk pemenuhan kebutuhan di Bali," ujar pria asal Banjar Batanbuah, Desa Abiansemal Dauh Yeh Cani, Kecamatan Abiansemal, Badung.
Dikatakan Hari Suyasa, daging babi khususnya bagi masyarakat Hindu di Bali, merupakan salah satu sarana upakara. Terutama pada hari Galungan dan Kuningan, daging babi merupakan bahan sate Galungan-salah satu bahan upakara hari Galungan yang dikenal sebagai hari Kemenangan "Dharma atas Adharma".
Selain untuk bahan upakara, peningkatan pasokan daging babi itu jelas untuk memenuhi peningkatan konsumsi di Bali. Karena Galungan bagi krama Bali adalah moment rutin untuk melakoni tradisi memapatung dan mebat. Karenanya kebutuhan babi jelas terkerek dibanding hari biasa.
"Khususnya pada Hari Penampahan, sehari sebelum Galungan kan seluruh Bali mebat," jelasnya
menunjuk pembuatan lawar yang salah satu bahannya adalah daging babi.
Apabila pengiriman babi keluar tidak di stop sementara, Bali yang memang masih berstatus minus babi, dikhawatirkan akan semakin dalam kekurangan babi. Kondisi tersebut tentu potensial mendorong masuknya daging babi selundupan ke Bali, yang pada akhirnya merugikan peternak lokal Bali sendiri.
Di sisi lain yang tak kalah mencemaskan adalah seandainya babi atau dagingnya terpapar penyakit jelas mengancam kesehatan masyarakat.
"Karena itu untuk sementara mari sedikit idealis. Sementara mohon jangan kirim dulu babi keluar," katanya.
Walaupun kata Hari Suyasa, harga daging babi (hidup) lumayan menggiurkan. Untuk saat ini selisihnya sampai Rp 15 ribu per kilogram. Misalnya di Bali harga Rp 45 ribu per kilo, sedang di luar harganya Rp 60 ribu. Sehingga dari hitungan bisnis, pengiriman babi ke luar daerah lebih menguntungkan dibanding dijual di Bali.
Namun demi pemenuhan kebutuhan dan menghindari daging luar yang kemungkinan terpapar penyakit, GUPBI minta pemasok babi stop sementara pengiriman babi ke luar daerah. "Jika nanti setelah Galungan,silakan," ucap Hari Suyasa.
Sekali pengiriman babi ke luar daerah, ungkap Hari Suyasa sekitar 8 ton atau setara dengan sekitar 80 ekor babi.
Menurutnya permintaan babi dari luar Bali belakangan cukup tinggi. "Kalau diikuti setiap hari ada permintaan," ujar pria yang juga anggota tim ahli Pemkab Badung. *K17
daging babi di Bali yang diyakini meningkat jelang hari Galungan, Rabu (14/4) dan Kuningan, Sabtu (24/4) depan.
Ketua DPD GUPBI Bali I Ketut Hari Suyasa menyampaikan Senin (29/3). "Sementara kita harap stop dulu, untuk pemenuhan kebutuhan di Bali," ujar pria asal Banjar Batanbuah, Desa Abiansemal Dauh Yeh Cani, Kecamatan Abiansemal, Badung.
Dikatakan Hari Suyasa, daging babi khususnya bagi masyarakat Hindu di Bali, merupakan salah satu sarana upakara. Terutama pada hari Galungan dan Kuningan, daging babi merupakan bahan sate Galungan-salah satu bahan upakara hari Galungan yang dikenal sebagai hari Kemenangan "Dharma atas Adharma".
Selain untuk bahan upakara, peningkatan pasokan daging babi itu jelas untuk memenuhi peningkatan konsumsi di Bali. Karena Galungan bagi krama Bali adalah moment rutin untuk melakoni tradisi memapatung dan mebat. Karenanya kebutuhan babi jelas terkerek dibanding hari biasa.
"Khususnya pada Hari Penampahan, sehari sebelum Galungan kan seluruh Bali mebat," jelasnya
menunjuk pembuatan lawar yang salah satu bahannya adalah daging babi.
Apabila pengiriman babi keluar tidak di stop sementara, Bali yang memang masih berstatus minus babi, dikhawatirkan akan semakin dalam kekurangan babi. Kondisi tersebut tentu potensial mendorong masuknya daging babi selundupan ke Bali, yang pada akhirnya merugikan peternak lokal Bali sendiri.
Di sisi lain yang tak kalah mencemaskan adalah seandainya babi atau dagingnya terpapar penyakit jelas mengancam kesehatan masyarakat.
"Karena itu untuk sementara mari sedikit idealis. Sementara mohon jangan kirim dulu babi keluar," katanya.
Walaupun kata Hari Suyasa, harga daging babi (hidup) lumayan menggiurkan. Untuk saat ini selisihnya sampai Rp 15 ribu per kilogram. Misalnya di Bali harga Rp 45 ribu per kilo, sedang di luar harganya Rp 60 ribu. Sehingga dari hitungan bisnis, pengiriman babi ke luar daerah lebih menguntungkan dibanding dijual di Bali.
Namun demi pemenuhan kebutuhan dan menghindari daging luar yang kemungkinan terpapar penyakit, GUPBI minta pemasok babi stop sementara pengiriman babi ke luar daerah. "Jika nanti setelah Galungan,silakan," ucap Hari Suyasa.
Sekali pengiriman babi ke luar daerah, ungkap Hari Suyasa sekitar 8 ton atau setara dengan sekitar 80 ekor babi.
Menurutnya permintaan babi dari luar Bali belakangan cukup tinggi. "Kalau diikuti setiap hari ada permintaan," ujar pria yang juga anggota tim ahli Pemkab Badung. *K17
Komentar