Partai Sepakat Aturan Peralihan Perlu Diberi Ruang
JAKARTA, NusaBali
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Nyoman Parta menegaskan agar aturan peralihan diberi ruang.
Dengan begitu, ketika ada pemekaran daerah tidak perlu mengubah undang-undang lagi. Hal tersebut dapat diterapkan pula saat mendirikan Pengadilan Tinggi di provinsi baru.
“Saya sepakat mengenai diberikannya ruang dalam aturan peralihan agar tidak mengubah undang-undang,” kata Parta saat Rapat Penyusunan RUU Pengadilan Tinggi Riau, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, dan Papua Barat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (31/3).
Parta juga menyampaikan cara lain, jika itu tidak memungkinkan hal tersebut. Di mana setiap kali Baleg terlibat proses pembahasan materi pembentukan provinsi yang baru, langsung diisi piranti tentang kebutuhan kelembagaan yang ada di daerah. Dengan begitu, bisa langsung terbentuk sendiri. Plus tidak setiap saat melakukan perluasan terhadap undang-undang pemerintahan daerah. Lalu membuat undang-undang Pengadilan Tinggi dan lainnya.
“Jadi, kita inventaris dulu. Berapa sih lembaga peradilan yang dibutuhkan daerah sehingga nanti menjadi lengkap. Ada pendirian sebuah daerah dan kelembagaan yang hadir di daerah itu,” imbuh politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Saat ini ada 30 Pengadilan Tinggi dalam peradilan umum. Tim tenaga ahli Baleg DPR RI ini menjelaskan, Pengadilan Tinggi berada di ibukota setiap provinsi. Masing-masing melayani satu provinsi. Adanya pemekaran membuat Pengadilan Tinggi melayani dua provinsi. Yaitu Pengadilan Tinggi Pekan Baru (Riau dan Kepri), Pengadilan Tinggi Samarinda (Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara), Pengadilan Tinggi Makassar (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat), dan Pengadilan Tinggi Jayapura (Papua dan Papua Barat). Guna memudahkan akses masyarakat mencari keadilan, diupayakan setiap provinsi memiliki Pengadilan Tinggi. Oleh karena itu, disusun RUU Pengadilan Tinggi Riau, Sulawesi Barat, Papua Barat, dan Kalimantan Utara. *k22
“Saya sepakat mengenai diberikannya ruang dalam aturan peralihan agar tidak mengubah undang-undang,” kata Parta saat Rapat Penyusunan RUU Pengadilan Tinggi Riau, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, dan Papua Barat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (31/3).
Parta juga menyampaikan cara lain, jika itu tidak memungkinkan hal tersebut. Di mana setiap kali Baleg terlibat proses pembahasan materi pembentukan provinsi yang baru, langsung diisi piranti tentang kebutuhan kelembagaan yang ada di daerah. Dengan begitu, bisa langsung terbentuk sendiri. Plus tidak setiap saat melakukan perluasan terhadap undang-undang pemerintahan daerah. Lalu membuat undang-undang Pengadilan Tinggi dan lainnya.
“Jadi, kita inventaris dulu. Berapa sih lembaga peradilan yang dibutuhkan daerah sehingga nanti menjadi lengkap. Ada pendirian sebuah daerah dan kelembagaan yang hadir di daerah itu,” imbuh politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Saat ini ada 30 Pengadilan Tinggi dalam peradilan umum. Tim tenaga ahli Baleg DPR RI ini menjelaskan, Pengadilan Tinggi berada di ibukota setiap provinsi. Masing-masing melayani satu provinsi. Adanya pemekaran membuat Pengadilan Tinggi melayani dua provinsi. Yaitu Pengadilan Tinggi Pekan Baru (Riau dan Kepri), Pengadilan Tinggi Samarinda (Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara), Pengadilan Tinggi Makassar (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat), dan Pengadilan Tinggi Jayapura (Papua dan Papua Barat). Guna memudahkan akses masyarakat mencari keadilan, diupayakan setiap provinsi memiliki Pengadilan Tinggi. Oleh karena itu, disusun RUU Pengadilan Tinggi Riau, Sulawesi Barat, Papua Barat, dan Kalimantan Utara. *k22
1
Komentar