Subsidi LPG 3 Kg Diberikan NonTunai
Penyaluran subsidi secara terbuka yang terjadi saat ini tidak tepat sasaran
JAKARTA, NusaBali
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan subsidi LPG 3 Kg akan diberikan langsung kepada warga miskin berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) mulai tahun depan.
Agar penyaluran subsidi dengan skema tertutup ini berjalan lancar dan tepat sasaran, pemerintah juga telah melakukan perbaikan sistem DTKS bersama pemerintah daerah melalui updating, verifikasi dan validasi data.
"Harapannya bisa kami lakukan, kalau nanti sesuai arahan dari Banggar (Badan Anggaran), ini bisa kami lakukan pada 2022," ujarnya dalam rapat 'Formulasi Subsidi dan Kompensasi yang Tepat Sasaran Bagi Masyarakat Miskin dan Rentan Miskin' di Banggar DPR, seperti dilansir cnnindonesia.com, Rabu (7/4).
Febrio menjelaskan selama ini masih terjadi selisih harga cukup tinggi dalam penyaluran subsidi LPG 3 Kg, yakni sekitar Rp6-7 ribu per tabung. Karena itu, pemerintah mengusulkan agar penyaluran diubah menjadi skema tertutup atau langsung kepada konsumen.
"Dilakukan dengan perbaikan sistem DTKS, ini dilakukan dengan kerja sama dengan pemerintah daerah dalam rangka updating, verifikasi, dan validasi data, sehingga datanya semakin reliabel dan akurat," tuturnya.
Selain itu, penyaluran LPG 3 Kg langsung kepada masing-masing penerima tersebut juga merupakan bagian dari transformasi subsidi energi yang diarahkan untuk perlindungan sosial (perlinsos) alias bantuan non tunai.
"Secara garis besar yang ingin kami usulkan, adalah transformasi ke subsidi berbasis orang program perlinsos (perlindungan sosial) . Dalam konteks LPG misalnya, ini diarahkan ke program perlinsos," jelasnya.
Menurut Febrio penyaluran subsidi secara terbuka yang terjadi saat ini tidak tepat sasaran karena dapat dirasakan oleh semua kelompok masyarakat. Padahal, pemberian subsidi ini ditujukan kepada kelompok miskin atau 40 persen masyarakat berpenghasilan terbawah.
Ia menyebutkan, hanya 36 persen dari kelompok miskin yang telah menikmati subsidi LPG 3 kg. Sementara di antara 40 persen masyarakat berpenghasilan atas, 39,5 persennya menikmati subsidi tersebut.
"Kelihatan bahwa yang menikmati subsidi itu adalah orang yang justru yang tidak berhak. Inilah yang kita perbaiki ke depan," pungkasnya. *
Agar penyaluran subsidi dengan skema tertutup ini berjalan lancar dan tepat sasaran, pemerintah juga telah melakukan perbaikan sistem DTKS bersama pemerintah daerah melalui updating, verifikasi dan validasi data.
"Harapannya bisa kami lakukan, kalau nanti sesuai arahan dari Banggar (Badan Anggaran), ini bisa kami lakukan pada 2022," ujarnya dalam rapat 'Formulasi Subsidi dan Kompensasi yang Tepat Sasaran Bagi Masyarakat Miskin dan Rentan Miskin' di Banggar DPR, seperti dilansir cnnindonesia.com, Rabu (7/4).
Febrio menjelaskan selama ini masih terjadi selisih harga cukup tinggi dalam penyaluran subsidi LPG 3 Kg, yakni sekitar Rp6-7 ribu per tabung. Karena itu, pemerintah mengusulkan agar penyaluran diubah menjadi skema tertutup atau langsung kepada konsumen.
"Dilakukan dengan perbaikan sistem DTKS, ini dilakukan dengan kerja sama dengan pemerintah daerah dalam rangka updating, verifikasi, dan validasi data, sehingga datanya semakin reliabel dan akurat," tuturnya.
Selain itu, penyaluran LPG 3 Kg langsung kepada masing-masing penerima tersebut juga merupakan bagian dari transformasi subsidi energi yang diarahkan untuk perlindungan sosial (perlinsos) alias bantuan non tunai.
"Secara garis besar yang ingin kami usulkan, adalah transformasi ke subsidi berbasis orang program perlinsos (perlindungan sosial) . Dalam konteks LPG misalnya, ini diarahkan ke program perlinsos," jelasnya.
Menurut Febrio penyaluran subsidi secara terbuka yang terjadi saat ini tidak tepat sasaran karena dapat dirasakan oleh semua kelompok masyarakat. Padahal, pemberian subsidi ini ditujukan kepada kelompok miskin atau 40 persen masyarakat berpenghasilan terbawah.
Ia menyebutkan, hanya 36 persen dari kelompok miskin yang telah menikmati subsidi LPG 3 kg. Sementara di antara 40 persen masyarakat berpenghasilan atas, 39,5 persennya menikmati subsidi tersebut.
"Kelihatan bahwa yang menikmati subsidi itu adalah orang yang justru yang tidak berhak. Inilah yang kita perbaiki ke depan," pungkasnya. *
Komentar