Ketua MA Ingatkan Hakim Tidak Main-main dengan Anggaran Proyek
MANGUPURA, NusaBali.com
Ketua Mahkamah Agung Prof Dr M Syarifudin memberikan sejumlah pesan dalam acara pembinaan teknis dan administrasi peradilan bagi pimpinan, hakim dan aparatur peradilan tingkat banding dan tingkat pertama pada empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia, di Hotel Sheraton Kuta Bali, Jumát (9/4/2021).
Terkait dengan proyek-proyek pengadaan dan pembangunan gedung yang telah mulai berjalan, Syarifudin berpesan kepada para pimpinan pengadilan dan para pejabat peradilan lainnya untuk tidak sekali-kali bermain-main dengan anggaran proyek. "Para pimpinan pengadilan harus terus mengawasi dengan baik setiap jalannya proyek di Satker masing-masing, jangan justru menjadi bagian dari pihak-pihak yang bermain dengan proyek tersebut,” tegasnya.
Pada kesempatan itu, Ketua MA Syarifudin juga mengingatkan para hakim dan aparatur peradilan agar tidak melakukan tindakan yang dapat merusak nama baik lembaga peradilan yang telah bekerja keras untuk kemajuan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya.
“Apa yang diucapkan seorang hakim di ruang sidang akan menjadi hukum bagi para pihak yang berperkara, sedangkan yang diucapkannya di ruang publik akan menjadi hukum bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, marilah kita senantiasa bijak untuk mengekspresikan setiap ucapan dan tindakan di ruang-ruang publik karena apa yang kita ucapkan dan apa yang kita lakukan akan menggambarkan pribadi kita yang sesungguhnya,” pesannya.
Dalam kesempatan itu, Ketua MA Syarifudin menyinggung Laporan Hasil Audit Kinerja dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia atas Penyelesaian Minutasi Perkara dan Penyampaian Putusan Kepada Para Pihak Berperkara, serta Pelaksanaan Eksekusi pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Umum di bawahnya tahun 2019 dan 2020 di wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Oleh karena itu, saya telah melakukan pengecekan sendiri terhadap SIPP tingkat pertama dan tingkat banding pada empat lingkungan peradilan di seluruh Indonesia, dan ternyata dari hasil pengecekan tersebut banyak ditemukan pengadilan yang data SIPPnya menujukkan keterlambatan penyelesaian perkara, dan keterlambatan dalam proses minutasi. Bahkan, ada beberapa pengadilan yang data SIPPnya menunjukkan perkara-perkara yang lebih dari setahun masih belum diputus,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan penerapan Perma Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik. Menurutnya pemberlakuan Perma Nomor 4 Tahun 2020 tidak hanya di saat pandemi saja, melainkan dapat diterapkan pada saat pandemi telah berakhir, sepanjang ada keadaan tertentu yang mengakibatkan perlu dilakukan persidangan secara elektronik.
“Hakim/Majelis Hakim harus benar-benar memahami subtansi Perma Nomor 4 Tahun 2020 tersebut, agar tidak menimbulkan keraguan pada saat harus mengambil sikap terhadap perkara yang sedang ditanganinya,’’ jelasnya.
Hal lain yang disampaikannya adalah implementasi Perma Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menurutnya masih ditemukan beberapa putusan tindak pidana korupsi terkait dengan Pasal 2 dan Pasal 3 yang tidak mengikuti ketentuan yang digariskan dalam Perma Nomor 1 Tahun 2020.
Selanjutnya Syarifudin juga mengingatkan keberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 44 ayat (2) dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha, bahwa pengajuan keberatan yang sebelumnya diajukan ke pengadilan negeri beralih menjadi ke pengadilan niaga dan tiga bulan sejak UU Cipta Kerja tersebut diundangkan, pengajuan keberatan harus sudah mulai didaftarkan di pengadilan niaga.
“Meskipun perubahan tersebut mengandung dampak besar bagi proses berperkara karena kita sampai dengan saat ini hanya memiliki lima Pengadilan Niaga saja, namun karena itu adalah perintah undang-undang, kita harus siap untuk melaksanakannya,” tegasnya.
Selanjutnya Ketua MA mengingatkan bahwa sebagai respons atas terbitnya UU Cipta Kerja, Mahkamah Agung juga telah menerbitkan SEMA Nomor 2 Tahun 2021 tentang Ketentuan Tenggang Waktu Penyelesaian Permohonan Penitipan Ganti Kerugian Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Di sisi lain, Ketua MA mengatakan banyak keluhan datang dari para pihak yang berperkara karena putusan yang diucapkan oleh hakim tidak begitu jelas terdengar atau uraian pertimbangan yang diucapkan sulit untuk dipahami. Maka itu Ketua MA mengimbau agar setiap pengucapan putusan dilakukan dengan sejelas mungkin. "Ketika akan membacakan amar putusan agar para hakim mengucapkannya dengan suara dan artikulasi yang bisa didengar jelas oleh para pihak, supaya tidak ada keraguan dari para pihak menyangkut isi putusan yang dijatuhkan. Terlebih lagi jika pengucapan putusan dilakukan secara virtual, maka hakim harus benar-benar memastikan bahwa para pihak dapat mendengarnya secara jelas,” tegasnya. *nvi
1
Komentar