Pelaksanaan Anggaran Triwulan I di Bali Berjalan On The Track
Belanja Modal Capai Prosentase Tertinggi
DENPASAR, NusaBali
Di tengah pandemi Covid-19, pelaksanaan anggaran di Provinsi Bali pada Triwulan I Tahun 2021 mampu berjalan on the track.
Trend ini diharapkan terus berlanjut hingga akhir tahun 2021, sehingga bisa mendorong pemulihan ekonomi Bali. Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pembendaharaan Provinsi Bali (DJPB), Tri Budhianto, dalam kegiatan Media Meeting Kementerian Keuangan Triwulah I Tahun 2021 di Aula Kanwil DJPB Gedung Keuangan Negara, Niti Mandala Denpasar, Senin (19/4). Kegiatan Media Meeting tersebut juga dihadiri Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Ditjen Pajak Provinsi Bali Goro Ekanto, Kakanwil Ditjen Kekayaan Negara Provinsi Bali Anugrah Komara, dan Kepala Bagian Umum Kanwil Ditjen Bea & Cukai Wilayah Bali-NTB-NTT I Made Wijaya, yang masing-masing juga menyampaikan pemaparan.
Tri Budhianto menyebutkan, tahun 2021 telah berjalan selama satu triwulan lebih, di mana pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan utama dalam perekonomian. "Namun demikian, pemerintah pusat terus menerapkan kebijakan-kebijakan yang integratif dalam upaya penanganan Covid-19 dan sekaligus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," jelas Tri.
Menurut Tri, pagu anggaran belanja atas beban APBN untuk wilayah Provinsi Bali tahun 2021 mengalami peningkatan sebesar 6,22 persen dari tahun 2020 yang semula Rp 21,87 triliun naik menjadi Rp 23,23 triliun. Jumlah tersebut terbagi dalam dua jenis, yaitu untuk belanja pemerintah pusat melalui kementerian/lembaga sebesar Rp 11,63 triliun dan untuk transfer ke daerah & dana desa (TKDD) sebesar Rp 11,60 triliun.
Sepanjang Triwulan I Tahun 2021 ini, kata Tri, belanja kementerian/lembaga telah berhasil direalisasikan sebesar Rp 2,03 triliun atau 17,5 persen dari pagu. Ini lebih tinggi dari target Triwulan I yang dipatok 15 persen. Kinerja belanja kementerian/lembaga ini lebih baik jika dibandingkan dengan periode yang sama (Triwulan I) Tahun 2020 yang capaiannya Rp1,8 triliun atau 16,6 persen dari pagu.
Yang cukup menggembirakan, kata Tri, untuk jenis belanja modal memiliki prosentase capaian paling tinggi, yaitu 20,2 persen dari pagu. Hal ini diharapkan menjadi indikator manfaat belanja pemerintah dapat segera dirasakan oleh masyarakat. Sedangkan untuk belanja barang/jasa, memiliki capaian realisasi yang paling rendah sebesar 13,7 persen dari pagu. Ini perlu menjadi perhatian Satuan Kerja Kementerian/Lembaga untuk mengejar di triwulan selanjutnya.
Sebagai tambahan, untuk proyek-proyek prioritas nasional yang ada di Bali, kata Tri, juga semuanya berjalan baik dengan capaian rata-rata sekitar 30 persen. "Bahkan, beberapa di antaranya telah mencapai 100 persen," katanya.
Proyek-proyek prioritas nasional di Bali, antara lain, pembangunan Pelabuhan Segitiga Emas, yang meliputi Pelabuhan Bias Munjul (di Dusun Ceningan, Desa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung), Pelabuhan Sampalan (di Banjar Sampalan, Desa Batununggul, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung), dan Pelabuhan Sanur (di Pantai Matahari Terbit, Desa Sanur Kaja, Kecamatan Denpasar Selatan). Selain itu, juga pembangunan Bendungan Sidan (di perbatasan Kabupaten Bangli-Gianyar-Badung), Bendungan Tamblang (di perbatasan Kecamatan Kubutambahan-Kecamatan Sawan, Bulerleng), serta Embung Sanda, Embung Sanur, dan beberapa preservasi jalan/jembatan.
Di sisi lain, untuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD), hingga Triwulah I Tahun 2021 telah berhasil direalisasikan Rp 2,67 triliun atau 23 persen dari alokasi yang disediakan. Capaian ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020, karena belum adanya realisasi pada Dana Insentif Daerah (DID). Kemudian, kata Tri, masih rendahnya realisasi pada Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik. Rendahnya belanja-belanja tersebut dikarenakan masih adanya proses refocusing di tingkat pusat dan menunggu Juknis pelaksanaan DAK Fisik pada beberapa kementerian/lembaga.
Tri menyebutkan, penyaluran dana desa di Provinsi Bali telah berjalan dengan sangat baik dan tercepat dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Namun, perlu menjadi perhatian bahwa untuk penyaluran tahap kedua, masih harus menunggu penyelesaian Perkada Dana Desa dari masing-masing pemerintah daerah.
Sementara itu, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai fasilitas pembiayaan dari pemerintah pusat untuk mendorong pemulihan ekonomi di Bali, telah mencapai Rp1,6 triliun pada 32.673 debitur. Namun, penyaluran ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penyaluran KUR pada periode yang sama tahun 2020 yang mencapai Rp 1,9 triliun pada 37.808 debitur.
Mnurut Tri, hal ini cukup wajar mengingat pada Triwulan I Tahun 2020 belum begitu terdampak pandemi Covid-19, sehingga penyaluran KUR masih cukup baik. Dalam skemanya, penyaluran KUR di Provinsi Bali didominasi KUR Mikro (maksimal Rp 50 juta) mencapai Rp 918,8 miliar, disusul KUR Kecil, dan Super Mikro (Rp 10 juta) yang masing-masing mencapai Rp 616,6 miliar dan Rp 31 miliar.
Sedangkan penyaluran per daerah di Bali masih didominasi Kota Denpasar dengan penyaluran KUR sebesar Rp 267,8 miliar, disusul Kabupaten Buleleng dengan capaian Rp 229,7 miliar. Dari sisi sektor usahanya, penyaluran tetap didominasi sektor perdagangan besar dan eceran dengan besaran 40 persen. Disusul kemudian sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan sebesar 22 persen, dan sektor industri pengolahan sebesar 16 persen.
Dari aspek fiskal daerah, kata Tri, realisasi APBD pada Triwulan I Tahun 2021 berjalan lambat, mengingat kondisi yang belum menguntungkan akibat pandemi Covid-19. Realisasi APBD se-Provinsi Bali baru mencapai Rp 2,04 triliun atau 8,2 persen dari pagu. Capaian ini bahkan lebih rendah dibandingkan jumlah transfer dari pemerintah pusat yang diberikan kepada Pemkab/Pemkot se-Bali yang telah mencapai Rp 2,6 triliun.
“Karena itu, Pemkab/Pemkot diharapkan mampu mendorong belanja dengan lebih baik lagi, agar masyarakat dapat memperoleh manfaat lebih luas dan lebih cepat, sehingga pemulihan ekonomi juga terdorong,” katanya. *k17
Komentar