Kunci Persatuan Krama, Perkuat Babaos
Desa Adat Bedha Mengayomi 38 Banjar Adat
Bendesa Surata harus berupaya untuk memastikan sikap masing-masing banjar. Terutama tentang visi desa adat ke depan terkait mempersatukan krama.
TABANAN, NusaBali
Bendesa Adat Bedha I Nyoman Surata, kembali terpilih menjadi Bendesa Adat Bedha empat periode. Desa adat ini memiliki 38 banjar adat, terbanyak kedua di Bali setelah Desa Adat Kota Denpasar.
38 banjar adat tersebut ada di 7 desa dinas, tersebar di 3 kecamatan. Desa dimaksud, Desa Pangkung Karung, Kecamatan Kerambitan, Desa Sudimara, Desa Gubug, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan, Desa Pangkung Tibah, Desa Bengkel, dan Desa Belalang, Kecamatan Kediri.
Dengan banyak desa adat, tentu tak gampang mengelola desa. Dalam hal menyamakan persepsi tentang program desa adat, pemimpin desa adat ini mesti memiliki daya babaos (komunikasi) yang handal, terutama untuk menggerakkan krama. Sebagaimana umumnya, komunikasi kerap menjadi hambatan dalam memimpin desa adat.
Bendesa Adat Bedha Nyoman Surata mengakui, ‘PR’ terberat selama memimpin Desa Adat Bedha itu adalah dalam komunikasi antar banjar adat. Sebagai bendesa adat, Bendesa Surata harus berupaya untuk memastikan sikap masing-masing banjar. Terutama tentang visi desa adat ke depan terkait mempersatukan krama desa adat. Karena banyaknya banjar adat, tentu tidak mudah menyatukan sikap tersebut. Sehingga harus memiliki daya komunikasi efektif dalam menggerakan krama.
"Meskipun sulit, desa adat harus mempunyai tanggung jawab untuk menjaga persatuan krama. Sesuai pengalaman selama ini dalam memimpin, saya selalu perkuat di komunikasi yang didasari dengan pengabdian ngayah dan lascarya," ungkapnya, Kamis (22/4).
Dengan terpilih kembali menjadi bendesa adat, Nyoman Surata tentu proses ngayah ini akan dimanfaatkan dengan baik untuk memajukan Desa Adat Bedha. Apalagi sekarang Desa Adat Bedha telah membuat tunon krematorium Santha Graha berlokasi di Desa Pangkung Tibah, Kecamatan Kediri.
Surata menginginkan desa adat bisa memiliki Badan Usaha Milik Desa Adat (BUMDa). Dengan sudah dibangunnya Krematorium Tunon Satha Graha di Desa Adat Bedha, program BUMDa
akan dikawal dengan baik. "Disamping sudah ada LPD, penting untuk membuat BUMDa. Supaya desa adat yang besar bisa mempertahankan eksistensi dan bisa menjamin kehidupan desa adat ke depan. Tidak hanya selalu mengandalkan bantuan saja," terang mantan dosen Arsitektur di Fakultas Teknik, Universitas Udayana sejak tahun 1985 – 2019 ini.
Program lain yang akan dibuat untuk memajukan Desa Adat Bedha adalah membangun wisata religi sesuai dengan potensi yang ada. Untuk membangun ini, dia sudah memiliki konsep Panca Maha Buta. Pura Luhur Puseh Akasa dan LPD dijadikan kawasan teja. Wantilan dan lapangan dijadikan kawasan bayu, taman beji akan dijadikan kawasan apah, Taman Kebo Iwa akan dijadikan pusat rekreasi atau pertiwi.
"Nanti, di areal Patung Kebo Iwa kami juga akan bangun miniatur perjalanan Kebo Iwa, agar masyarakat mengetahui yasa kerti dari Kebo Iwa," tegasnya.
Guna mewujudkan program tersebut, Surata meminta seluruh krama Desa Adat Bedha bersatu, bervisi-misi sama. Dengan itu akan bisa mewujudkan harapan dari seluruh masyarakat.
Dia menambahkan, terpilihnya kembali menjadi Bendesa Adat Bedha adalah sebuah tanggung jawab. Terlebih lagi Surata sudah sejak tahun 2005 menjadi Bendesa Adat Bedha. "Segala sesuatu yang dijalankan harus didasarkan dengan lascarya serta harus menelurkan nilai-nilai positif untuk bisa diwariskan ke generasi penerus," katanya. *des
38 banjar adat tersebut ada di 7 desa dinas, tersebar di 3 kecamatan. Desa dimaksud, Desa Pangkung Karung, Kecamatan Kerambitan, Desa Sudimara, Desa Gubug, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan, Desa Pangkung Tibah, Desa Bengkel, dan Desa Belalang, Kecamatan Kediri.
Dengan banyak desa adat, tentu tak gampang mengelola desa. Dalam hal menyamakan persepsi tentang program desa adat, pemimpin desa adat ini mesti memiliki daya babaos (komunikasi) yang handal, terutama untuk menggerakkan krama. Sebagaimana umumnya, komunikasi kerap menjadi hambatan dalam memimpin desa adat.
Bendesa Adat Bedha Nyoman Surata mengakui, ‘PR’ terberat selama memimpin Desa Adat Bedha itu adalah dalam komunikasi antar banjar adat. Sebagai bendesa adat, Bendesa Surata harus berupaya untuk memastikan sikap masing-masing banjar. Terutama tentang visi desa adat ke depan terkait mempersatukan krama desa adat. Karena banyaknya banjar adat, tentu tidak mudah menyatukan sikap tersebut. Sehingga harus memiliki daya komunikasi efektif dalam menggerakan krama.
"Meskipun sulit, desa adat harus mempunyai tanggung jawab untuk menjaga persatuan krama. Sesuai pengalaman selama ini dalam memimpin, saya selalu perkuat di komunikasi yang didasari dengan pengabdian ngayah dan lascarya," ungkapnya, Kamis (22/4).
Dengan terpilih kembali menjadi bendesa adat, Nyoman Surata tentu proses ngayah ini akan dimanfaatkan dengan baik untuk memajukan Desa Adat Bedha. Apalagi sekarang Desa Adat Bedha telah membuat tunon krematorium Santha Graha berlokasi di Desa Pangkung Tibah, Kecamatan Kediri.
Surata menginginkan desa adat bisa memiliki Badan Usaha Milik Desa Adat (BUMDa). Dengan sudah dibangunnya Krematorium Tunon Satha Graha di Desa Adat Bedha, program BUMDa
akan dikawal dengan baik. "Disamping sudah ada LPD, penting untuk membuat BUMDa. Supaya desa adat yang besar bisa mempertahankan eksistensi dan bisa menjamin kehidupan desa adat ke depan. Tidak hanya selalu mengandalkan bantuan saja," terang mantan dosen Arsitektur di Fakultas Teknik, Universitas Udayana sejak tahun 1985 – 2019 ini.
Program lain yang akan dibuat untuk memajukan Desa Adat Bedha adalah membangun wisata religi sesuai dengan potensi yang ada. Untuk membangun ini, dia sudah memiliki konsep Panca Maha Buta. Pura Luhur Puseh Akasa dan LPD dijadikan kawasan teja. Wantilan dan lapangan dijadikan kawasan bayu, taman beji akan dijadikan kawasan apah, Taman Kebo Iwa akan dijadikan pusat rekreasi atau pertiwi.
"Nanti, di areal Patung Kebo Iwa kami juga akan bangun miniatur perjalanan Kebo Iwa, agar masyarakat mengetahui yasa kerti dari Kebo Iwa," tegasnya.
Guna mewujudkan program tersebut, Surata meminta seluruh krama Desa Adat Bedha bersatu, bervisi-misi sama. Dengan itu akan bisa mewujudkan harapan dari seluruh masyarakat.
Dia menambahkan, terpilihnya kembali menjadi Bendesa Adat Bedha adalah sebuah tanggung jawab. Terlebih lagi Surata sudah sejak tahun 2005 menjadi Bendesa Adat Bedha. "Segala sesuatu yang dijalankan harus didasarkan dengan lascarya serta harus menelurkan nilai-nilai positif untuk bisa diwariskan ke generasi penerus," katanya. *des
1
Komentar