Pura Danu Miliki Palinggih Unik Berwujud Godogan
Pujawali di Pura Danu, Banjar Lodalang, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan pada Anggara Kliwon Prangbakat, Selasa (6/12) berlangsung khusuk
TABANAN, NusaBali
Pura yang diempon 49 kepala keluarga (KK) adat dari 5 banjar adat kawasan Desa Pakraman Kukuh, Kecamatan Marga dan Desa Pakraman Senapahan, Kecamatan Kediri ini selesai sebelum matahari terbenam. Tradisi pujawali lebar sebelum surya surup karena pura ini jauh dari pemukiman penduduk. Pura ini berada di bawah tebing dan tepi sungai Yeh Dati yang jadi batas alam Desa Kukuh dengan Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri.
Pamangku Pura Danu, Jero Mangku Wayan Rejog menuturkan, ada keunikan di pura jika pujawali alit atau piodalan ten nadi. Keunikannya, Banten Suci yang dihaturkan ke palinggih tanpa daging bebek. Sementara pujawali ageng, Banten Suci lengkap dengan daging babi. Diterangkan pujawali alit digelar dengan tanpa potong babi, tanpa ngupah gong, serta tanpa ngulemin (mengundang) pamangku Pura Tri Kahyangan, pamangku dari pura pamaksan lainnya serta tanpa menghadirkan bendesa adapt dan mekel desa.
Sementara pujawali ageng krama pangempon potong babi. Ngupah gong, serta ngulemin pamangku Pura Tri Kahyangan, pamangku pura pamaksan lainnya serta menghadrikan bendesa adat serta mekel desa. Jenis pujawali dibuat beda untuk menyiasati papeson (urunan) krama pangempon agar lebih ringan. Atau setahun sekali kena urunan untuk beli babi. Pujawali di Pura Danu digelar setiap 210 hari sekali bertepatan dengan Anggara Kliwon Prabangkat.
Pamangku Pura Danu lainnya, Jero Mangku Ketut Rai Sutirka menambahkan, saat mengolah banten, selalu haturkan sesaji ke palinggih alit di seberang sungai Yeh Dati. Jika alpa haturkan sesaji di palinggih alit, sering terjadi kejanggalan. Seperti bebayuhan hilang atau selalu terjadi hitungan yang kurang. “Ini sering terjadi jika kasinoman lupa haturkan sesaji di palinggih alit seberang sungai Yeh Dati,” cerita Jero Mangku Rai Sutirka.
Sedangkan Kelian Pamaksan Pura Danu, Made Gara menuturkan ibu hamil pantang melintang di salah satu palinggih yang ada di atas tebing. Pernah terbukti jika ibu hamil tanpa sengaja melintas di palinggih ini risikonya keguguran. “Kalau ada ibu hamil sengaja ingin menggugurkan kandungan dengan melintas di kawasan palinggih tidak akan terjadi keguguran,” terang Gara. Dikatakan, jarak pura dengan palinggih di atas tebing itu sekitar 6 meter.
Pura Danu ada di bawah tebing. Pura ini tak memiliki panyengker seperti umumnya pura di Bali. Sisi timur pura adalah tebing, sisi selatan dan sisi utara adalah kebun milik warga, sementara di sebelah barat adalah sungai Yeh Dati. Menurut kepercayaan, di Yeh Dati adalah istana wong samar. Di sungai ini ada satu batu berukuran besar yang dipercaya banyak pusaka gaib. Di selatan Pura Danu, sekitar 100 meter merupakan tempat buang abu jenazah.
Ada 4 palinggih di Pura Danu. Paling selatan palinggih beji, di sini ada pancuran. Di Utama Mandala ada Gedong Simpen, Padma Lingga Yoni yang merupakan bangunan kuno, belum pernah diperbaiki. “Dulu kita pernah mau perbaiki palinggih Padma Lingga Yoni ini, namun undagi yang datang tak berani perbaiki karena bangunan kuno,” imbuh Gara. Palinggih lainnya yakni berupa Kodok yang disebut palinggih Ratu Gede. Satu lagi yakni Piyasan. “Ada dua bangunan unik di sini yakni Padma Lingga Yoni dan Palinggih Ratu Gede berupa kodok,” imbuh Gara.
Ditambahkan, di natar pura juga ada pohon belimbing, jebug arum, dan tigaron. Meski tumbuhnya menjulang tinggi, pangempon pura tak berani tebang pohon ini. Karena beberapa kali mau potong, buruh selalu ketakutan karena melihat ular. Gara menambahkan, kulit tigaron sering diambil krama untuk boreh (lulur) karena dipercaya berkhasiat obat untuk kulit. Sistem pangempon dulunya juga banyak gabung karena mendapat kesembuhan di Pura Danu. * k21
Pamangku Pura Danu, Jero Mangku Wayan Rejog menuturkan, ada keunikan di pura jika pujawali alit atau piodalan ten nadi. Keunikannya, Banten Suci yang dihaturkan ke palinggih tanpa daging bebek. Sementara pujawali ageng, Banten Suci lengkap dengan daging babi. Diterangkan pujawali alit digelar dengan tanpa potong babi, tanpa ngupah gong, serta tanpa ngulemin (mengundang) pamangku Pura Tri Kahyangan, pamangku dari pura pamaksan lainnya serta tanpa menghadirkan bendesa adapt dan mekel desa.
Sementara pujawali ageng krama pangempon potong babi. Ngupah gong, serta ngulemin pamangku Pura Tri Kahyangan, pamangku pura pamaksan lainnya serta menghadrikan bendesa adat serta mekel desa. Jenis pujawali dibuat beda untuk menyiasati papeson (urunan) krama pangempon agar lebih ringan. Atau setahun sekali kena urunan untuk beli babi. Pujawali di Pura Danu digelar setiap 210 hari sekali bertepatan dengan Anggara Kliwon Prabangkat.
Pamangku Pura Danu lainnya, Jero Mangku Ketut Rai Sutirka menambahkan, saat mengolah banten, selalu haturkan sesaji ke palinggih alit di seberang sungai Yeh Dati. Jika alpa haturkan sesaji di palinggih alit, sering terjadi kejanggalan. Seperti bebayuhan hilang atau selalu terjadi hitungan yang kurang. “Ini sering terjadi jika kasinoman lupa haturkan sesaji di palinggih alit seberang sungai Yeh Dati,” cerita Jero Mangku Rai Sutirka.
Sedangkan Kelian Pamaksan Pura Danu, Made Gara menuturkan ibu hamil pantang melintang di salah satu palinggih yang ada di atas tebing. Pernah terbukti jika ibu hamil tanpa sengaja melintas di palinggih ini risikonya keguguran. “Kalau ada ibu hamil sengaja ingin menggugurkan kandungan dengan melintas di kawasan palinggih tidak akan terjadi keguguran,” terang Gara. Dikatakan, jarak pura dengan palinggih di atas tebing itu sekitar 6 meter.
Pura Danu ada di bawah tebing. Pura ini tak memiliki panyengker seperti umumnya pura di Bali. Sisi timur pura adalah tebing, sisi selatan dan sisi utara adalah kebun milik warga, sementara di sebelah barat adalah sungai Yeh Dati. Menurut kepercayaan, di Yeh Dati adalah istana wong samar. Di sungai ini ada satu batu berukuran besar yang dipercaya banyak pusaka gaib. Di selatan Pura Danu, sekitar 100 meter merupakan tempat buang abu jenazah.
Ada 4 palinggih di Pura Danu. Paling selatan palinggih beji, di sini ada pancuran. Di Utama Mandala ada Gedong Simpen, Padma Lingga Yoni yang merupakan bangunan kuno, belum pernah diperbaiki. “Dulu kita pernah mau perbaiki palinggih Padma Lingga Yoni ini, namun undagi yang datang tak berani perbaiki karena bangunan kuno,” imbuh Gara. Palinggih lainnya yakni berupa Kodok yang disebut palinggih Ratu Gede. Satu lagi yakni Piyasan. “Ada dua bangunan unik di sini yakni Padma Lingga Yoni dan Palinggih Ratu Gede berupa kodok,” imbuh Gara.
Ditambahkan, di natar pura juga ada pohon belimbing, jebug arum, dan tigaron. Meski tumbuhnya menjulang tinggi, pangempon pura tak berani tebang pohon ini. Karena beberapa kali mau potong, buruh selalu ketakutan karena melihat ular. Gara menambahkan, kulit tigaron sering diambil krama untuk boreh (lulur) karena dipercaya berkhasiat obat untuk kulit. Sistem pangempon dulunya juga banyak gabung karena mendapat kesembuhan di Pura Danu. * k21
1
Komentar