Warga Desak Bupati Cabut Izin Pabrik Limbah B3
Warga mendesak Bupati Tamba mencabut berbagai izin rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis di Banjar Munduk, Desa Pengambengan, karena warga tahu Bupati ada wewenang mencabut perizinan.
NEGARA, NusaBali
Warga yang menolak rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis di Banjar Munduk, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, mendatangi kantor Bupati Jembrana, Senin (3/5) sore. Kedatangan warga ini untuk minta Bupati Jembrana I Nengah Tamba mencabut berbagai kelengkapan izin yang telah dikantongi investor.
Sebelum mendatangi kantor Bupati Jembrana, sekitar 20-an warga yang berdatangan mulai sekitar pukul 14.00 Wita, sempat mendatangi kantor DPRD Jembrana. Kedatangan warga yang dikawal Satpol PP Jembrana ini, hendak meminta pendampingan dewan untuk bertemu Bupati Tamba. Namun karena tidak ada surat pemberitahuan sebelumnya, pihak dewan menyatakan tidak bisa langsung mendampingi, dan disarankan membuat surat pemberitahuan untuk diteruskan ke Bupati.
Meski diwajibkan bersurat terlebih dahulu, warga yang berusaha negosiasi dengan Satpol PP Jembrana dan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol ) Jembrana, tetap ingin bertemu langsung dengan Bupati. Akhirnya sekitar pukul 14.45 Wita, salah seorang warga yang ikut dalam aksi tersebut mengkonfirmasi sudah akan diterima Bupati Tamba di kantor Bupati Jembrana. Tetapi dengan catatan hanya 5 orang perwakilan warga yang diperbolehkan masuk ke kantor Bupati, dan sisanya diminta membubarkan diri.
Namun saat beranjak ke kantor Bupati, diterima konfirmasi bahwa Bupati Tamba yang sedang ada acara lain, tidak dapat menemui warga. Tetapi pertemuan dengan perwakilan warga itu, diserahkan kepada anggota tim hukum Pemkab Jembrana, Putu Artha. Perwakilan warga yang juga diterima oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jembrana I Ketut Eko Susila Artha Permana itu melakukan pertemuan di ruang rapat kantor Badan Kesbangpol Jembrana.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan warga mendesak Bupati Tamba mengkaji ulang dan mencabut berbagai izin terkait rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis di Banjar Munduk, Desa Pengambengan. Termasuk IMB yang telah dikeluarkan Pemkab Jembrana pada 8 Desember 2020 lalu, saat masa pemerintahan Bupati Jembrana I Putu Artha. Terlebih dalam proses izin tersebut, dituding ada rekayasa persetujuan warga. Padahal warga penyanding di Banjar Munduk dipastikan sudah lama menolak rencana pabrik pengolahan limbah B3 medis yang dinilai hanya akan memberikan dampak negatif terhadap warga sekitar.
Mendengar tuntutan warga itu, tim hukum Pemkab Jembrana, Putu Artha, menyampaikan sangat kecil kemungkinan untuk menindaklanjuti pencabutan izin rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis di Pengambengan tersebut. Pasalnya, sebelum dikeluarkannya izin itu, pasti ada dasar terkait kelengkapan izin lainnya yang harus dipenuhi dari pusat maupun provinsi. Namun, dirinya meminta waktu untuk berkoordinasi langsung dengan Bupati Tamba, dan berjanji memberikan jawaban dalam beberapa hari ke depan.
Ditemui usai pertemuan tersebut, salah seorang perwakilan warga, Adi Jurmadiansyah, mengatakan sebenarnya hanya ingin mendapat ketegasan langsung dari Bupati Tamba, apakah bisa atau tidak mencabut perizinan rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis tersebut. Diakui, dalam beberapa pertemuan sebelumnya termasuk dalam pertemuan kemarin, ada saran untuk mengajukan tuntutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, dirinya bersama warga lainnya, belum sampai merencanakan itu, karena menaruh harapan kepada Bupati Tamba.
“Kalau kita masuk PTUN, pengambil kebijakan yang kita tuntut. Tentunya yang mengambil kebijakan sekarang, adalah termasuk Bupati yang sekarang. Jadi kami menghormati Bupati, karena kami tahu Bupati ada wewenang mencabut perizinan,” ujarnya.
Adi menambahkan, apabila nanti Bupati Tamba juga sudah jelas menyatakan tidak bisa mencabut izin tersebut, barulah warga berencana membawa tuntutan ke PTUN. Namun, warga tetap berharap sebelum harus sampai ke PTUN, pemerintahan saat ini bisa mendengarkan dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. “Artinya, sekarang kita menaruh harapan besar kepada Bupati. Kalaupun tidak bisa, ya terpaksa kita tempuh jalur PTUN. Ini kita masih menunggu jawaban resmi Bupati, apakah bisa atau tidak (mencabut izin),” ucap Adi.
Tim hukum Pemkab Jembrana Putu Artha, mengatakan dari pandangannya selaku orang hukum, pemerintah saat ini tidak bisa mengintervensi terkait perizinan rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis tersebut. Pasalnya, itu sudah melalui proses sesuai aturan yang berlaku. Apabila pemerintah mengintervensi perizinan tersebut, bisa saja menjadi bumerang terhadap pemerintah saat ini. “Artinya bisa saja kita (Pemkab) yang digugat (investor). Menurut saya, tidak bisa intervensi karena sudah hal yang baku,” ujar Putu Artha yang juga seorang pengacara.
Kemudian terkait sejumlah dampak negatif yang dikhawatirkan warga, Putu Artha menyatakan, adalah hal yang belum pasti. Ketika berbicara logika standar, mungkin saja dikhawatirkan terjadi dampak-dampak negatif tersebut. Namun dari pihak investor, dipastikan juga memiliki ahli dan sudah mempertimbangkan dampak-dampak yang dikhawatirkan warga. “Itu kan menurut versinya dia (warga yang menolak). Ketika berbicara logika standar, mungkin begitu. Tetapi ketika ada praktisi dan ahli-ahli, jelas sudah memadai unsur-unsur itu,” ucapnya.
Sebenarnya, kata Putu Artha, apabila warga ingin mengajukan ke PTUN, itu adalah hak yang konstitusional. Cara itu pun jauh lebih baik dibanding melakukan gerakan-gerakan untuk menuntut pemerintahan saat ini. “Terserah sekarang masyarakat Pengambengan, mau hak legal standing membawa tuntutan ke PTUN dan lain sebagainya. Tetapi dengan catatan ada proses-proses tertentu di PTUN. Ada aturan-aturan yang harus dikaji, terkait masalah waktu dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Namun, Putu Artha menambahkan, untuk kepastian apakah bisa atau tidak Bupati Tamba mengkaji ulang ataupun mencabut izin rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis itu, kewenangannya tetap ada di tangan Bupati. “Keputusan bisa atau tidak itu, bermuara kepada pak Bupati. Mungkin dengan adanya pertemuan tadi, nanti ada hal-hal yang sifatnya mendukung, itu terserah beliau. Hanya beliau yang bisa menyampaikan mengkaji ulang atau tidak,” ucapnya. *ode
Warga yang menolak rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis di Banjar Munduk, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, mendatangi kantor Bupati Jembrana, Senin (3/5) sore. Kedatangan warga ini untuk minta Bupati Jembrana I Nengah Tamba mencabut berbagai kelengkapan izin yang telah dikantongi investor.
Sebelum mendatangi kantor Bupati Jembrana, sekitar 20-an warga yang berdatangan mulai sekitar pukul 14.00 Wita, sempat mendatangi kantor DPRD Jembrana. Kedatangan warga yang dikawal Satpol PP Jembrana ini, hendak meminta pendampingan dewan untuk bertemu Bupati Tamba. Namun karena tidak ada surat pemberitahuan sebelumnya, pihak dewan menyatakan tidak bisa langsung mendampingi, dan disarankan membuat surat pemberitahuan untuk diteruskan ke Bupati.
Meski diwajibkan bersurat terlebih dahulu, warga yang berusaha negosiasi dengan Satpol PP Jembrana dan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol ) Jembrana, tetap ingin bertemu langsung dengan Bupati. Akhirnya sekitar pukul 14.45 Wita, salah seorang warga yang ikut dalam aksi tersebut mengkonfirmasi sudah akan diterima Bupati Tamba di kantor Bupati Jembrana. Tetapi dengan catatan hanya 5 orang perwakilan warga yang diperbolehkan masuk ke kantor Bupati, dan sisanya diminta membubarkan diri.
Namun saat beranjak ke kantor Bupati, diterima konfirmasi bahwa Bupati Tamba yang sedang ada acara lain, tidak dapat menemui warga. Tetapi pertemuan dengan perwakilan warga itu, diserahkan kepada anggota tim hukum Pemkab Jembrana, Putu Artha. Perwakilan warga yang juga diterima oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jembrana I Ketut Eko Susila Artha Permana itu melakukan pertemuan di ruang rapat kantor Badan Kesbangpol Jembrana.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan warga mendesak Bupati Tamba mengkaji ulang dan mencabut berbagai izin terkait rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis di Banjar Munduk, Desa Pengambengan. Termasuk IMB yang telah dikeluarkan Pemkab Jembrana pada 8 Desember 2020 lalu, saat masa pemerintahan Bupati Jembrana I Putu Artha. Terlebih dalam proses izin tersebut, dituding ada rekayasa persetujuan warga. Padahal warga penyanding di Banjar Munduk dipastikan sudah lama menolak rencana pabrik pengolahan limbah B3 medis yang dinilai hanya akan memberikan dampak negatif terhadap warga sekitar.
Mendengar tuntutan warga itu, tim hukum Pemkab Jembrana, Putu Artha, menyampaikan sangat kecil kemungkinan untuk menindaklanjuti pencabutan izin rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis di Pengambengan tersebut. Pasalnya, sebelum dikeluarkannya izin itu, pasti ada dasar terkait kelengkapan izin lainnya yang harus dipenuhi dari pusat maupun provinsi. Namun, dirinya meminta waktu untuk berkoordinasi langsung dengan Bupati Tamba, dan berjanji memberikan jawaban dalam beberapa hari ke depan.
Ditemui usai pertemuan tersebut, salah seorang perwakilan warga, Adi Jurmadiansyah, mengatakan sebenarnya hanya ingin mendapat ketegasan langsung dari Bupati Tamba, apakah bisa atau tidak mencabut perizinan rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis tersebut. Diakui, dalam beberapa pertemuan sebelumnya termasuk dalam pertemuan kemarin, ada saran untuk mengajukan tuntutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, dirinya bersama warga lainnya, belum sampai merencanakan itu, karena menaruh harapan kepada Bupati Tamba.
“Kalau kita masuk PTUN, pengambil kebijakan yang kita tuntut. Tentunya yang mengambil kebijakan sekarang, adalah termasuk Bupati yang sekarang. Jadi kami menghormati Bupati, karena kami tahu Bupati ada wewenang mencabut perizinan,” ujarnya.
Adi menambahkan, apabila nanti Bupati Tamba juga sudah jelas menyatakan tidak bisa mencabut izin tersebut, barulah warga berencana membawa tuntutan ke PTUN. Namun, warga tetap berharap sebelum harus sampai ke PTUN, pemerintahan saat ini bisa mendengarkan dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. “Artinya, sekarang kita menaruh harapan besar kepada Bupati. Kalaupun tidak bisa, ya terpaksa kita tempuh jalur PTUN. Ini kita masih menunggu jawaban resmi Bupati, apakah bisa atau tidak (mencabut izin),” ucap Adi.
Tim hukum Pemkab Jembrana Putu Artha, mengatakan dari pandangannya selaku orang hukum, pemerintah saat ini tidak bisa mengintervensi terkait perizinan rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis tersebut. Pasalnya, itu sudah melalui proses sesuai aturan yang berlaku. Apabila pemerintah mengintervensi perizinan tersebut, bisa saja menjadi bumerang terhadap pemerintah saat ini. “Artinya bisa saja kita (Pemkab) yang digugat (investor). Menurut saya, tidak bisa intervensi karena sudah hal yang baku,” ujar Putu Artha yang juga seorang pengacara.
Kemudian terkait sejumlah dampak negatif yang dikhawatirkan warga, Putu Artha menyatakan, adalah hal yang belum pasti. Ketika berbicara logika standar, mungkin saja dikhawatirkan terjadi dampak-dampak negatif tersebut. Namun dari pihak investor, dipastikan juga memiliki ahli dan sudah mempertimbangkan dampak-dampak yang dikhawatirkan warga. “Itu kan menurut versinya dia (warga yang menolak). Ketika berbicara logika standar, mungkin begitu. Tetapi ketika ada praktisi dan ahli-ahli, jelas sudah memadai unsur-unsur itu,” ucapnya.
Sebenarnya, kata Putu Artha, apabila warga ingin mengajukan ke PTUN, itu adalah hak yang konstitusional. Cara itu pun jauh lebih baik dibanding melakukan gerakan-gerakan untuk menuntut pemerintahan saat ini. “Terserah sekarang masyarakat Pengambengan, mau hak legal standing membawa tuntutan ke PTUN dan lain sebagainya. Tetapi dengan catatan ada proses-proses tertentu di PTUN. Ada aturan-aturan yang harus dikaji, terkait masalah waktu dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Namun, Putu Artha menambahkan, untuk kepastian apakah bisa atau tidak Bupati Tamba mengkaji ulang ataupun mencabut izin rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis itu, kewenangannya tetap ada di tangan Bupati. “Keputusan bisa atau tidak itu, bermuara kepada pak Bupati. Mungkin dengan adanya pertemuan tadi, nanti ada hal-hal yang sifatnya mendukung, itu terserah beliau. Hanya beliau yang bisa menyampaikan mengkaji ulang atau tidak,” ucapnya. *ode
Komentar