Gunakan Sarana Bade Tumpang Pitu, Raja Tabanan Juga Ikut Naik
Prosesi Ritual Ngaben Bikul Pertama dalam 10 Tahun yang Digelar Desa Adat Bedha, Tabanan
Selain bade tumpang pitu, prosesi ritual ngaben bikul di Desa Adat Bedha kemarin juga menggunakan sarana petulangan berwujud singa merah. Bade dan singa diarak sejah 4 kilometer dari Pura Luhur Puseh Bedha menuju Pantai Yeh Gangga
TABANAN, NusaBali
Upacara ritual ngaben bikul (tikus) telah dilaksanakan Desa Adat Bedha, yang mewilayahi 38 banjar adat di 3 kecamatan kawasan Kabupaten Tabanan (Kecamatan Kediri, Kecamatan Tabanan, Kecamatan Kerambitan) pada Buda Umanis Medangsia, Rabu (5/5) pagi. Prosesi ngaben bikul pertama dalam 10 tahun terakhir yang dilaksanakan di areal Pura Luhur Puseh Bedha ini menggunakan bade tumpang pitu (tingkat 7). Bahkan, Raja Tabanan, Ida Cokorda Anglurah Tabanan, ikut naik ke atas bade.
Prosesi ngaben bikul di Pura Luhur Puseh Bedha, Rabu kemarin, me-nyerupai upacara Pitra Yadnya untuk manusia, baik bebantenan maupun sarana upacara lainnya seperti bade dan petulangan. Namun, ritual ini bukan upacara Pitra Yadnya, melainkan Bhuta Yadnya. Bedanya lagi, ngaben bikul ini dilakukan sampai terakhir ngayut di segara, tidak dilanjutkan dengan upacara ngerorasin, memukur, dan nge-linggihang di kemulan.
Pantauan NusaBali, upacara ngaben bikul di Pura Luhur Puseh Bedha kemarin dimulai pagi sekitar pukul 08.00 Wita, diawali dengan prosesi ngeringkes. Prosesi negringkes ini menggunakan sejumlah bikul berwarna putih dan hitam sebagai simbolik.
Setelah prosesi ngeringkes selesai, bikul-bikul tersebut dibawa ke atas bade tumpang pitu, layaknya sawa dalam ngaben untuk manusia. Kemudian, bade diarak dari Pura Luhur Puseh Bedha menuju Pantai Yeh Gangga di Desa Sudimara, Kecamatan Tabanan yang berjarak sekiutar 4 kilometer ke arah selatan, untuk selanjutnya dibakar. Selain bade, juga ada sarana petulangan berwujud singa warna merah diarak dalam prosesi ngaben bikul ini. Pengarakan bade dan petulangan singa diiringi gambelan angklung.
Seluruh rangkaian prosesi dari Pura Luhur Puseh Bedha sampai Pantai Yeh Gangga dihadiri Raja Ida Cokorda Anglurah Tabanan. Bahkan, Ida Cokorda Anglurah Tabanan ikut naik ke atas bade yang diarak dari Pura Luhur Puseh Bedha menuju Pantai Yeh Gangga. Pengarakan bade dalam ngaben tikus ini menggunakan kendaraan yang dimodifikasi.
Sehari sebelum ngaben bikul, telah dipaksanakan upacara pecarian serangkaian ngaben di Pura Luhur Puseh Bedha pada Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (4/5). Turut menghadiri upacara pecaruan hari itu, antara lain, Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya, Ketua DPRD Tabanan I Made Dirga, Raja Tabanan Ida Cokorda Anglurah Tabanan, sejumlah anggota DPRD Tabanan, dan Pimpinan OPD lingkup Pemkab Tabanan. Dalam upacara pecaruan tersebut, masing-masing krama subak di wilayah Desa Adat Bedha diberikan tirta dan nasi tawur untuk ditebar di sawahnya.
Bendesa Adat Bedha, I Nyoman Surata, menjelaskan upacara ngaben bikul ini bertujuan untuk mencegah hama tikus menganggu tanaman padi di wilayah Desa Adat Bedha. Prosesi ngaben bikul hanya digelar sewaktu-waktu saat terjadi serangan hama terhadap tanaman padi petani yang tidak terkendali atau disebut merana akeh. “Seingat saya, ngaben bikul terakhir digelar Desa Adat Bedha 10 tahun lalu,” ungkap Nyoman Surata.
Nyoman Surata berharap dengan digelarnya ngaben bikul ini, atma dari hama penyakit tersucikan secara niskala, sehingga nantinya dalam siklus kehidupan berikutnya hama tak lagi merusak tanaman. “Serangan hama tikus biasanya luar biasa. Apalagi di tahun 1965 saat saya masih SD. Waktu itu, anak-anak sekolah dikerahkan ikut memberantas tikus,” jelas Surata yang baru saja kembali terpilih sebagai Bendesa Adat Bedha.
Menurut Surata, selain dresta, upacara ngaben bikul ini dilaksanakan berpedoman dengan sejumlah sastra, seperti Primbon Bali, Durga Dewa Durajan, dan Weda Puja Pitara Siwa. “Upacara ngaben bikul ini sudah diwarisi secara turun-temurun. Saya sendiri pertama kali menyaksikan upacara ini tahun 1965,” katanya.
Sementara itu, Ida Cokorda Anglurah Tabanan mengungkapkan upacara ngaben bikul di Desa Adat Bedha sangtat perlu dibuatkan jadwal tetap secara berkala. “Apa mungkin digelar 5 tahun sekali ataupun 10 tahun sekali, supaya nyambung dengan harapan pemerintah terkait pertanian,” ujar Ida Cokorda Anglurah saat ritual pembakaran bade di Pantai Yeh Gangga, Rabu kemarin.
Sebelumnya, Bupati Tabanan IKG Sanjaya mengapresiasi langkah Desa Adat Bedha melaksanakan upacara ngaben bikul. “Apabila dicermati, ngaben bikul mempunyai tujuan untuk membersihkan hama tanaman, khususnya tikus dan pengaruh buruk lainnya secara niskala,” ujar Bupati Sanjaya saat menghadiri prosesi pecaruan serangkaian upacara mreteka merana (ngaben bikul) di Pura Luhur Puseh Bedha, Selasa pagi.
Menurut Bupati Sanjaya, ritual ini sangat baik dilakukan terhadap tikus yang diburu di lahan pertanian warga dan dibunuh, sehingga memberikan suatu penghormatan kepada binatang pengerat tersebut. Di samping itu, hal ini juga pasti akan berdampak terhadap lingkungan, khususnya area pertanian.
“Saya selaku kepala daerah di Kabupaten Tabana sangat mengapresiasi kegiatan ritual ngaben tikus, yang merupakan bentuk keberpihakan terhadap petani. Ini sangat sejalan dengan visi misi Kabupaten Tabanan,” terang Bupati asal Banjar Dauhpala, Desa Dauh Peken, Kecamatan Tabanan yang juga Ketua DPC PDIP Tabanan ini. *des
Prosesi ngaben bikul di Pura Luhur Puseh Bedha, Rabu kemarin, me-nyerupai upacara Pitra Yadnya untuk manusia, baik bebantenan maupun sarana upacara lainnya seperti bade dan petulangan. Namun, ritual ini bukan upacara Pitra Yadnya, melainkan Bhuta Yadnya. Bedanya lagi, ngaben bikul ini dilakukan sampai terakhir ngayut di segara, tidak dilanjutkan dengan upacara ngerorasin, memukur, dan nge-linggihang di kemulan.
Pantauan NusaBali, upacara ngaben bikul di Pura Luhur Puseh Bedha kemarin dimulai pagi sekitar pukul 08.00 Wita, diawali dengan prosesi ngeringkes. Prosesi negringkes ini menggunakan sejumlah bikul berwarna putih dan hitam sebagai simbolik.
Setelah prosesi ngeringkes selesai, bikul-bikul tersebut dibawa ke atas bade tumpang pitu, layaknya sawa dalam ngaben untuk manusia. Kemudian, bade diarak dari Pura Luhur Puseh Bedha menuju Pantai Yeh Gangga di Desa Sudimara, Kecamatan Tabanan yang berjarak sekiutar 4 kilometer ke arah selatan, untuk selanjutnya dibakar. Selain bade, juga ada sarana petulangan berwujud singa warna merah diarak dalam prosesi ngaben bikul ini. Pengarakan bade dan petulangan singa diiringi gambelan angklung.
Seluruh rangkaian prosesi dari Pura Luhur Puseh Bedha sampai Pantai Yeh Gangga dihadiri Raja Ida Cokorda Anglurah Tabanan. Bahkan, Ida Cokorda Anglurah Tabanan ikut naik ke atas bade yang diarak dari Pura Luhur Puseh Bedha menuju Pantai Yeh Gangga. Pengarakan bade dalam ngaben tikus ini menggunakan kendaraan yang dimodifikasi.
Sehari sebelum ngaben bikul, telah dipaksanakan upacara pecarian serangkaian ngaben di Pura Luhur Puseh Bedha pada Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (4/5). Turut menghadiri upacara pecaruan hari itu, antara lain, Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya, Ketua DPRD Tabanan I Made Dirga, Raja Tabanan Ida Cokorda Anglurah Tabanan, sejumlah anggota DPRD Tabanan, dan Pimpinan OPD lingkup Pemkab Tabanan. Dalam upacara pecaruan tersebut, masing-masing krama subak di wilayah Desa Adat Bedha diberikan tirta dan nasi tawur untuk ditebar di sawahnya.
Bendesa Adat Bedha, I Nyoman Surata, menjelaskan upacara ngaben bikul ini bertujuan untuk mencegah hama tikus menganggu tanaman padi di wilayah Desa Adat Bedha. Prosesi ngaben bikul hanya digelar sewaktu-waktu saat terjadi serangan hama terhadap tanaman padi petani yang tidak terkendali atau disebut merana akeh. “Seingat saya, ngaben bikul terakhir digelar Desa Adat Bedha 10 tahun lalu,” ungkap Nyoman Surata.
Nyoman Surata berharap dengan digelarnya ngaben bikul ini, atma dari hama penyakit tersucikan secara niskala, sehingga nantinya dalam siklus kehidupan berikutnya hama tak lagi merusak tanaman. “Serangan hama tikus biasanya luar biasa. Apalagi di tahun 1965 saat saya masih SD. Waktu itu, anak-anak sekolah dikerahkan ikut memberantas tikus,” jelas Surata yang baru saja kembali terpilih sebagai Bendesa Adat Bedha.
Menurut Surata, selain dresta, upacara ngaben bikul ini dilaksanakan berpedoman dengan sejumlah sastra, seperti Primbon Bali, Durga Dewa Durajan, dan Weda Puja Pitara Siwa. “Upacara ngaben bikul ini sudah diwarisi secara turun-temurun. Saya sendiri pertama kali menyaksikan upacara ini tahun 1965,” katanya.
Sementara itu, Ida Cokorda Anglurah Tabanan mengungkapkan upacara ngaben bikul di Desa Adat Bedha sangtat perlu dibuatkan jadwal tetap secara berkala. “Apa mungkin digelar 5 tahun sekali ataupun 10 tahun sekali, supaya nyambung dengan harapan pemerintah terkait pertanian,” ujar Ida Cokorda Anglurah saat ritual pembakaran bade di Pantai Yeh Gangga, Rabu kemarin.
Sebelumnya, Bupati Tabanan IKG Sanjaya mengapresiasi langkah Desa Adat Bedha melaksanakan upacara ngaben bikul. “Apabila dicermati, ngaben bikul mempunyai tujuan untuk membersihkan hama tanaman, khususnya tikus dan pengaruh buruk lainnya secara niskala,” ujar Bupati Sanjaya saat menghadiri prosesi pecaruan serangkaian upacara mreteka merana (ngaben bikul) di Pura Luhur Puseh Bedha, Selasa pagi.
Menurut Bupati Sanjaya, ritual ini sangat baik dilakukan terhadap tikus yang diburu di lahan pertanian warga dan dibunuh, sehingga memberikan suatu penghormatan kepada binatang pengerat tersebut. Di samping itu, hal ini juga pasti akan berdampak terhadap lingkungan, khususnya area pertanian.
“Saya selaku kepala daerah di Kabupaten Tabana sangat mengapresiasi kegiatan ritual ngaben tikus, yang merupakan bentuk keberpihakan terhadap petani. Ini sangat sejalan dengan visi misi Kabupaten Tabanan,” terang Bupati asal Banjar Dauhpala, Desa Dauh Peken, Kecamatan Tabanan yang juga Ketua DPC PDIP Tabanan ini. *des
Komentar