Nasabah Bank Makin Tekor Menabung
YLKI menilai biaya tarik tunai dan cek saldo ATM link kebijakan tak tepat
JAKARTA, NusaBali
ATM Link bakal mengenakan biaya transaksi cek saldo sebesar Rp 2.500 mulai 1 Juni mendatang. Perubahan biaya transaksi juga diberlakukan pada transaksi tarik tunai yang menjadi Rp 5.000.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kebijakan itu tidak tepat. Jika cek saldo saja berbayar, yang ada konsumen atau nasabah menjadi tekor menabung di bank.
Menurutnya, kebijakan ini menjadi kesempatan untuk bank berlaku eksploitatif kepada nasabah. Kalau sudah begini menurutnya menyimpan uang di bank tidak lagi jadi pilihan.
"Jika cek saldo saja dikenakan biaya, makin tekor konsumen, saldonya makin tergerus. Lalu apa gunanya menyimpan uang di bank? Lebih baik menyimpan di kasur saja," kata Tulus dalam keterangannya, seperti dilansir detikcom, Minggu (23/5).
"Wacana ini harus ditolak karena merupakan kebijakan eksploitatif," tegasnya. Bila kejadian ini dibiarkan, maka bank akan menjadikan biaya admin sebagai pendapatan utama. Hal itu menurutnya tidak adil. Apalagi mengingat sudah banyak biaya berkedok admin yang mesti diterapkan.
Misalnya saja admin bulanan, yang menurutnya sampai harus memotong hingga Rp 14.000 dari saldo nasabah. Ujungnya, menurut Tulus uang nasabah akan habis dimakan biaya administrasi.
"Setiap nasabah per bulan minimal dipotong Rp 14.000, belum biaya lain-lain, seperti pajak. Jadi lama-lama uang nasabah itu habis dimakan biaya administrasi. Ini namanya nabung mau untung atau mau buntung," ungkap Tulus.
ATM Link sendiri adalah mesin ATM milik empat bank BUMN yang tergabung ke dalam Himpunan Bank Negara (Himbara) yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN.
Kebijakan baru soal biaya transaksi diambil Himbara dengan tujuan untuk mendukung GNNT (Gerakan Nasional Non Tunai) atau cashless society sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat atas penggunaan uang tunai dalam bertransaksi.
Himbara pun menyebut kebijakan tersebut juga dilakukan untuk mendukung kenyamanan nasabah bertransaksi di ATM Himbara dan merupakan bentuk healthy business dalam menciptakan bisnis berkelanjutan.
"Hal ini juga merupakan upaya untuk meningkatkan layanan perbankan inklusif, peningkatan keamanan, dan kualitas layanan. Dengan demikian, nasabah bisa mendapatkan kenyamanan nasabah dalam bertransaksi," tulis keterangan resmi Himbara, Jumat (21/5/201).
Mengenai hal tersebut, Tulus justru mempertanyakan dari mana kenyamanan diberikan untuk nasabah. Menurutnya, pernyataan Himbara yang menyebut kebijakan baru pada biaya transaksi ATM Link untuk kenyamanan nasabah adalah klaim sepihak yang tidak masuk akal."Pihak bank berdalih demi kenyamanan nasabah. Lah, kenyamanan apanya? Memang ada surveinya terkait hal tersebut? Aneh bin ajaib! Itu klaim sepihak, mengatasnamakan konsumen. Klaim yang paradoks," ungkap Tulus. *
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kebijakan itu tidak tepat. Jika cek saldo saja berbayar, yang ada konsumen atau nasabah menjadi tekor menabung di bank.
Menurutnya, kebijakan ini menjadi kesempatan untuk bank berlaku eksploitatif kepada nasabah. Kalau sudah begini menurutnya menyimpan uang di bank tidak lagi jadi pilihan.
"Jika cek saldo saja dikenakan biaya, makin tekor konsumen, saldonya makin tergerus. Lalu apa gunanya menyimpan uang di bank? Lebih baik menyimpan di kasur saja," kata Tulus dalam keterangannya, seperti dilansir detikcom, Minggu (23/5).
"Wacana ini harus ditolak karena merupakan kebijakan eksploitatif," tegasnya. Bila kejadian ini dibiarkan, maka bank akan menjadikan biaya admin sebagai pendapatan utama. Hal itu menurutnya tidak adil. Apalagi mengingat sudah banyak biaya berkedok admin yang mesti diterapkan.
Misalnya saja admin bulanan, yang menurutnya sampai harus memotong hingga Rp 14.000 dari saldo nasabah. Ujungnya, menurut Tulus uang nasabah akan habis dimakan biaya administrasi.
"Setiap nasabah per bulan minimal dipotong Rp 14.000, belum biaya lain-lain, seperti pajak. Jadi lama-lama uang nasabah itu habis dimakan biaya administrasi. Ini namanya nabung mau untung atau mau buntung," ungkap Tulus.
ATM Link sendiri adalah mesin ATM milik empat bank BUMN yang tergabung ke dalam Himpunan Bank Negara (Himbara) yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN.
Kebijakan baru soal biaya transaksi diambil Himbara dengan tujuan untuk mendukung GNNT (Gerakan Nasional Non Tunai) atau cashless society sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat atas penggunaan uang tunai dalam bertransaksi.
Himbara pun menyebut kebijakan tersebut juga dilakukan untuk mendukung kenyamanan nasabah bertransaksi di ATM Himbara dan merupakan bentuk healthy business dalam menciptakan bisnis berkelanjutan.
"Hal ini juga merupakan upaya untuk meningkatkan layanan perbankan inklusif, peningkatan keamanan, dan kualitas layanan. Dengan demikian, nasabah bisa mendapatkan kenyamanan nasabah dalam bertransaksi," tulis keterangan resmi Himbara, Jumat (21/5/201).
Mengenai hal tersebut, Tulus justru mempertanyakan dari mana kenyamanan diberikan untuk nasabah. Menurutnya, pernyataan Himbara yang menyebut kebijakan baru pada biaya transaksi ATM Link untuk kenyamanan nasabah adalah klaim sepihak yang tidak masuk akal."Pihak bank berdalih demi kenyamanan nasabah. Lah, kenyamanan apanya? Memang ada surveinya terkait hal tersebut? Aneh bin ajaib! Itu klaim sepihak, mengatasnamakan konsumen. Klaim yang paradoks," ungkap Tulus. *
Komentar