Sektor Non Pariwisata Juga Butuh Perhatian
ALFI minta penerbangan langsung dari Bali ke negara-negara tujuan ekspor mesti dibuka
DENPASAR,NusaBali
Eksportir dan pelaku bisnis jasa ekspedisi meminta Pemerintah dan stakeholder memberi porsi perhatian lebih kepada sektor di luar pariwisata. Salah satunya industri kreatif. Hal itu sejalan dengan upaya diversifikasi potensi ekonomi Bali, agar tidak terus bergantung terhadap pariwisata.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (DPD ALFI) Bali Anak Agung Bagus Joni Saputra mengatakan Senin(7/6).
Hal tersebut disampaikan Gung Bayu Joni, sapaan pengusaha muda adal Kerobokan, Kuta Utara Badung menyangkut perkembangan pandemi Covid-19 dan pengaruhnya terhadap ekspor-impor Bali.
Dikatakan Gung Bayu Joni, sejauh ini masih belum ada perkembangan signifikan. “Namun masih ada ruang, masih ada peluang,” ujarnya optimis.
Gung Bayu Joni menunjuk produk industri kreatif Bali, yang masih jalan pemasarannya walau kecil. Diantaranya produk kayu, fesyen, produk tekstile, perhiasan.
Ada sejumlah aspek yang diharapkan mendapat atensi dari Pemerintah dan stakeholder. Pertama aspek transportasi atau kemudahan pengiriman. Dalam hal ini penerbangan langsung dari Bali ke negara-negara tujuan ekspor mesti dibuka. “Sampai saat ini kan masih tutup,” lanjut Gung Bayu Joni.
Akibat tidak ada penerbangan langsung ke Bali, volume ekspor Bali secara keseluruhan, termasuk industri dan produk pertanian dan olahan tidak maksimal.
“Biaya pengiriman lebih mahal, karena harus transit di tempat lain seperti Surabaya atau Jakarta,” ujarnya.
Karena ada tambahan biaya, otomatis harus ada penyesuaian harga. Dan itu mengurangi daya saing produk, karena biaya yang semakin tinggi.
Selanjutnya berimbas pada mutu produk jika sampai di negara tujuan ekspor. Produk pertanian seperti hortikultura atau produk olahan, akan mengalami penurunan kualitas, akibat proses waktu lebih panjang.
Derajat kesegeraan produk akan menyusut. “Misalnya buah atau sayur bukan tidak mungkin busuk karena kelamaan proses,” lanjut.
Demikian juga produk perikanan seperti nener. Harus ada tambahan oksigen untuk mempertahankan suhu air dalam wadah nener, sehingga nener yang merupakan bibit bandeng tetap bertahan. Apabila tidak ada tambahan oksigen, besar kemungkinan nener mati.
“Karena itulah penerbangan langsung salah satu kunci untuk menggenjot ekspor industri kreatif dan produk-produk lainnya,” tandas Gung Bayu Joni.
Selain itu akses permodalan dan pemasaran terhadap industri kreatif agar juga mendapatkan perhatian yang berimbang.
Tidak saja relative tahan ‘bantingan’, industri kreatif dan sektor -sektor lain juga menyerap tenaga kerja dan memberikan pemasukkan bagi daerah/negara yakni devisa. “Kita sepakat pariwisata yang rentan terhadap isu,bencana alam termasuk wabah seperti Covid-19, harus disangga sektor lain yakni industri kreatif dan yang lainnnya,” ujarnya.
Melandainya kasus vaksin setelah dilakukan vaksinasi massal, diharapkan benar- benar ditindaklanjuti dengan pembukaan border. “ Area green zone Sanur, Nusa Dua dan Ubud serta kawasan penyangga kan sudah dua kali vaksin. Saatnya pariwisata Bali dinormalkan dengan pembukaan border,” tandasnya. *K17
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (DPD ALFI) Bali Anak Agung Bagus Joni Saputra mengatakan Senin(7/6).
Hal tersebut disampaikan Gung Bayu Joni, sapaan pengusaha muda adal Kerobokan, Kuta Utara Badung menyangkut perkembangan pandemi Covid-19 dan pengaruhnya terhadap ekspor-impor Bali.
Dikatakan Gung Bayu Joni, sejauh ini masih belum ada perkembangan signifikan. “Namun masih ada ruang, masih ada peluang,” ujarnya optimis.
Gung Bayu Joni menunjuk produk industri kreatif Bali, yang masih jalan pemasarannya walau kecil. Diantaranya produk kayu, fesyen, produk tekstile, perhiasan.
Ada sejumlah aspek yang diharapkan mendapat atensi dari Pemerintah dan stakeholder. Pertama aspek transportasi atau kemudahan pengiriman. Dalam hal ini penerbangan langsung dari Bali ke negara-negara tujuan ekspor mesti dibuka. “Sampai saat ini kan masih tutup,” lanjut Gung Bayu Joni.
Akibat tidak ada penerbangan langsung ke Bali, volume ekspor Bali secara keseluruhan, termasuk industri dan produk pertanian dan olahan tidak maksimal.
“Biaya pengiriman lebih mahal, karena harus transit di tempat lain seperti Surabaya atau Jakarta,” ujarnya.
Karena ada tambahan biaya, otomatis harus ada penyesuaian harga. Dan itu mengurangi daya saing produk, karena biaya yang semakin tinggi.
Selanjutnya berimbas pada mutu produk jika sampai di negara tujuan ekspor. Produk pertanian seperti hortikultura atau produk olahan, akan mengalami penurunan kualitas, akibat proses waktu lebih panjang.
Derajat kesegeraan produk akan menyusut. “Misalnya buah atau sayur bukan tidak mungkin busuk karena kelamaan proses,” lanjut.
Demikian juga produk perikanan seperti nener. Harus ada tambahan oksigen untuk mempertahankan suhu air dalam wadah nener, sehingga nener yang merupakan bibit bandeng tetap bertahan. Apabila tidak ada tambahan oksigen, besar kemungkinan nener mati.
“Karena itulah penerbangan langsung salah satu kunci untuk menggenjot ekspor industri kreatif dan produk-produk lainnya,” tandas Gung Bayu Joni.
Selain itu akses permodalan dan pemasaran terhadap industri kreatif agar juga mendapatkan perhatian yang berimbang.
Tidak saja relative tahan ‘bantingan’, industri kreatif dan sektor -sektor lain juga menyerap tenaga kerja dan memberikan pemasukkan bagi daerah/negara yakni devisa. “Kita sepakat pariwisata yang rentan terhadap isu,bencana alam termasuk wabah seperti Covid-19, harus disangga sektor lain yakni industri kreatif dan yang lainnnya,” ujarnya.
Melandainya kasus vaksin setelah dilakukan vaksinasi massal, diharapkan benar- benar ditindaklanjuti dengan pembukaan border. “ Area green zone Sanur, Nusa Dua dan Ubud serta kawasan penyangga kan sudah dua kali vaksin. Saatnya pariwisata Bali dinormalkan dengan pembukaan border,” tandasnya. *K17
1
Komentar