Komisi IV DPRD Bali Kompak Menolak
Wacana di Pusat soal Jasa Pendidikan Jadi Objek Pajak
Hal ini akan memberatkan masyarakat yang justru saat ini sangat memerlukan bantuan-bantuan lunak, stimulus supaya bisa bertahan hidup.
DENPASAR, NusaBali
Setelah sembako dikenakan pajak, pemerintah pusat berencana memberlakukan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk jasa pendidikan. Hal ini memantik reaksi dari wakil rakyat di daerah. Ketua Komisi IV DPRD Bali dari lintas fraksi sepakat bersikap menolak rencana tersebut jika diberlakukan.
Ketua Komisi IV DPRD Bali membidangi pendidikan dan kesra, I Gusti Putu Budiarta alias Gung De, di Denpasar, Jumat (11/6) siang mengatakan rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk jasa pendidikan tidaklah tepat. Karena sejak awal dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pendidikan mulai dari Pendidikan Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak kena pajak.
"Kalau pemberlakuan pajak untuk jasa pendidikan ini jadi, kita di DPRD Bali pasti menolak. Saat ini baru sebatas di media massa dan di pusat saja wacana itu. Belum diputuskan resmi oleh pusat," ujar Gung De. Menurut Gung De, pada Undang-Undang yang masih berlaku jasa pendidikan tidak dikenakan PPN. Kalau ada rencana pemerintah memungut PPN, apalagi dalam masa situasi Pandemi Covid-19 sangat tidak tepat.
"Hal ini akan memberatkan masyarakat yang justru saat ini sangat memerlukan bantuan-bantuan lunak, stimulus supaya bisa bertahan hidup dalam kondisi ekonomi anjlok, karena ekonomi Bali terdampak Pandemi Covid-19," ujar politisi senior PDIP yang juga Bendesa Adat Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan ini.
Kalau itu dikenakan untuk swasta? Menurut Gung De, pengenaan PPN untuk jasa pendidikan bagi sekolah swasta juga tidak tepat. "Seperti yang saya katakan di awal, saat ini tidaklah tepat. Orang dari dulu keinginan kita pendidikan itu biayanya murah, bahkan digratiskan untuk semua jenjang. Kalau ada pengenaan pajak untuk jasa pendidikan tentu imbasnya kepada masyarakat," ujar mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Bali ini.
DPRD Bali sendiri akan menunggu perkembangan pembahasan rencana pengenaan pajak untuk jasa pendidikan. "Kita akan ikuti perkembangannya," ujar Gung De.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali dari Fraksi Gerindra, I Wayan Disel Astawa secara terpisah mengatakan Komisi IV DPRD Bali akan tolak pengenaan pajak jasa pendidikan. "Bukan hanya tidak tepat karena Pandemi Covid-19. Tetapi memang harusnya pendidikan itu digratiskan tanpa embel-embel apapun," ujar Disel Astawa.
"Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sudah jelas, bunyinya ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’. Artinya seluruh rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang sama. Kalau untuk menyelenggarakan pendidikan saja kena pajak, ini sudah melenceng dengan Undang-Undang Dasar. Karena pengenaan pajak itu imbasnya pasti ke masyarakat," tegas politisi asal Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung ini.
Disel Astawa juga menegaskan bahwa saat Pandemi Covid-19 saat ini masyarakat untuk makan saja susah. Apalagi bayar uang sekolah. "Terutama yang anak-anak pendidikannya di swasta, karena kuota sekolah negeri terbatas.
"Untuk makan sehari-hari rakyat susah. Pajak sembako dikenakan, pajak untuk pendidikan kena lagi. Kami pasti tolak itu di DPRD Bali," tegas Ketua DPC Partai Gerindra Badung ini. Disel Astawa meminta pemerintah lebih baik fokus dengan penanganan kesehatan masyarakat, dan penanganan dampak Pandemi Covid-19 terhadap ekonomi masyarakat.
"Pariwisata Bali paling kena dampak. Supaya ini dipikirkan, dicarikan jalan keluar. Pelaku usaha sekarang sudah megap-megap karena dikejar-kejar pihak bank. Bagi kami, ini lebih penting ketimbang mengejar pendapatan dari pajak," tegas Bendesa Adat Ungasa n, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung ini.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali, I Ketut Ngurah Boy Jayawibawa dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin soal wacana pengenaan PPN untuk jasa pendidikan mengatakan belum ada keputusan resmi. Sehingga pihaknya tidak bisa memberikan argumentasi di publik. "Kita baru baca di media nasional. Di media sosial juga banyak responnya. Yang mau dikenakan pajak ini apakah lembaga swasta, atau termasuk sekolah negeri belum jelas. Maka kita tunggu saja, " tegas Ngurah Boy. *nat
Ketua Komisi IV DPRD Bali membidangi pendidikan dan kesra, I Gusti Putu Budiarta alias Gung De, di Denpasar, Jumat (11/6) siang mengatakan rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk jasa pendidikan tidaklah tepat. Karena sejak awal dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pendidikan mulai dari Pendidikan Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak kena pajak.
"Kalau pemberlakuan pajak untuk jasa pendidikan ini jadi, kita di DPRD Bali pasti menolak. Saat ini baru sebatas di media massa dan di pusat saja wacana itu. Belum diputuskan resmi oleh pusat," ujar Gung De. Menurut Gung De, pada Undang-Undang yang masih berlaku jasa pendidikan tidak dikenakan PPN. Kalau ada rencana pemerintah memungut PPN, apalagi dalam masa situasi Pandemi Covid-19 sangat tidak tepat.
"Hal ini akan memberatkan masyarakat yang justru saat ini sangat memerlukan bantuan-bantuan lunak, stimulus supaya bisa bertahan hidup dalam kondisi ekonomi anjlok, karena ekonomi Bali terdampak Pandemi Covid-19," ujar politisi senior PDIP yang juga Bendesa Adat Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan ini.
Kalau itu dikenakan untuk swasta? Menurut Gung De, pengenaan PPN untuk jasa pendidikan bagi sekolah swasta juga tidak tepat. "Seperti yang saya katakan di awal, saat ini tidaklah tepat. Orang dari dulu keinginan kita pendidikan itu biayanya murah, bahkan digratiskan untuk semua jenjang. Kalau ada pengenaan pajak untuk jasa pendidikan tentu imbasnya kepada masyarakat," ujar mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Bali ini.
DPRD Bali sendiri akan menunggu perkembangan pembahasan rencana pengenaan pajak untuk jasa pendidikan. "Kita akan ikuti perkembangannya," ujar Gung De.
Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali dari Fraksi Gerindra, I Wayan Disel Astawa secara terpisah mengatakan Komisi IV DPRD Bali akan tolak pengenaan pajak jasa pendidikan. "Bukan hanya tidak tepat karena Pandemi Covid-19. Tetapi memang harusnya pendidikan itu digratiskan tanpa embel-embel apapun," ujar Disel Astawa.
"Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sudah jelas, bunyinya ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’. Artinya seluruh rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang sama. Kalau untuk menyelenggarakan pendidikan saja kena pajak, ini sudah melenceng dengan Undang-Undang Dasar. Karena pengenaan pajak itu imbasnya pasti ke masyarakat," tegas politisi asal Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung ini.
Disel Astawa juga menegaskan bahwa saat Pandemi Covid-19 saat ini masyarakat untuk makan saja susah. Apalagi bayar uang sekolah. "Terutama yang anak-anak pendidikannya di swasta, karena kuota sekolah negeri terbatas.
"Untuk makan sehari-hari rakyat susah. Pajak sembako dikenakan, pajak untuk pendidikan kena lagi. Kami pasti tolak itu di DPRD Bali," tegas Ketua DPC Partai Gerindra Badung ini. Disel Astawa meminta pemerintah lebih baik fokus dengan penanganan kesehatan masyarakat, dan penanganan dampak Pandemi Covid-19 terhadap ekonomi masyarakat.
"Pariwisata Bali paling kena dampak. Supaya ini dipikirkan, dicarikan jalan keluar. Pelaku usaha sekarang sudah megap-megap karena dikejar-kejar pihak bank. Bagi kami, ini lebih penting ketimbang mengejar pendapatan dari pajak," tegas Bendesa Adat Ungasa n, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung ini.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali, I Ketut Ngurah Boy Jayawibawa dikonfirmasi NusaBali, Jumat kemarin soal wacana pengenaan PPN untuk jasa pendidikan mengatakan belum ada keputusan resmi. Sehingga pihaknya tidak bisa memberikan argumentasi di publik. "Kita baru baca di media nasional. Di media sosial juga banyak responnya. Yang mau dikenakan pajak ini apakah lembaga swasta, atau termasuk sekolah negeri belum jelas. Maka kita tunggu saja, " tegas Ngurah Boy. *nat
1
Komentar