Baru 656 Usaha Kantongi Sertifikat CHSE
Kecilnya angka akomodasi pariwisata tersertifikasi CHSE juga berkenaan dengan operasional yang belum buka
MANGUPURA, NusaBali
Pemerintah Kabupaten Badung terus mendorong seluruh akomodasi pariwisata menerapkan standar protokol kesehatan (prokes), sebagai penunjang rencana dibuka pariwisata internasional Juli 2021 mendatang. Dinas Pariwisata (Dispar) Badung mencatat saat ini sebanyak 656 akomodasi pariwisata telah memiliki sertifikat berbasis CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability).
“Seluruhnya ada 656 usaha di Badung yang memiliki sertifikat CHSE. Terdiri dari 513 akomodasi, 90 restoran dan rumah makan, 8 mall, 18 wisata tirta, 24 daya tarik wisata (DTW), dan 3 cinema,” kata Kepala Bidang Industri Pariwisata Dispar Kabupaten Badung, Ngakan Putu Tri Ariawan, Jumat (11/6).
Namun, saat ditanya berapa persen yang belum mengantongi sertifikat CHSE, Ngakan Ariawan enggan merinci. Jika dilihat berdasarkan jumlah akomodasi pariwisata di Kabupaten Badung, masih banyak yang belum memiliki sertifikat tersebut. Berdasarkan data yang ada terdapat sekitar 3.300 akomodasi pariwisata di Badung yang terdiri dari hotel berbintang, hotel non bintang, vila, serta 1.800 restoran. Ini berarti masih banyak akomodasi pariwisata di Gumi Keris belum memiliki CHSE. Padahal, CHSE merupakan suatu kewajiban jelang dibukanya pariwisata internasional, sebagai bukti bahwa pelaku usaha telah memiliki, menerapkan, hingga meningkatkan prokes di usahanya masing-masing.
Kondisi ini juga diakui Pelaksana Tugas (Plt) Kadis Pariwisata Cokorda Raka Darmawan. Menurut catatannya, angka akomodasi pariwisata yang sudah tersertifikasi CHSE belum mencapai 50 persen. Meski demikian, program tersebut dipastikan masih terus berjalan. Walau sekarang ini, tidak dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten. “Di kabupaten untuk sementara ini tidak melaksanakan itu (sertifikasi CHSE, Red), karena keterbatasan anggaran,” katanya, Jumat (11/6).
Raka Darmawan menduga kecilnya angka akomodasi pariwisata tersertifikasi CHSE juga berkenaan dengan operasional yang belum buka. Karena disadari untuk mempersiapkan fasilitas prokes tentu dibutuhkan dana yang tidak sedikit. “Itu (fasilitas prokes, Red) akan bertumbuh seiring hadirnya wisatawan. Karena sekarang wisatawan tidak ada, maka tentu berat juga bagi industri untuk beroperasi,” kata birokrat asal Gianyar itu.
Masih menurut Raka Darmawan, sejatinya mekanisme untuk memperoleh sertifikat CHSE tidaklah sulit. Pemilik usaha hanya wajib menyiapkan sarana dan prasarananya, seperti tersedianya tempat cuci tangan di beberapa titik sesuai dengan luas wilayahnya, hand sanitizer, pengukur suhu tubuh, dan tentunya dari segi kebersihan tempat juga harus dijaga. “Jika sudah ada pengajuan dari pengusaha nantinya akan ada tim yang melakukan penilaian,” tandasnya. *ind, dar
“Seluruhnya ada 656 usaha di Badung yang memiliki sertifikat CHSE. Terdiri dari 513 akomodasi, 90 restoran dan rumah makan, 8 mall, 18 wisata tirta, 24 daya tarik wisata (DTW), dan 3 cinema,” kata Kepala Bidang Industri Pariwisata Dispar Kabupaten Badung, Ngakan Putu Tri Ariawan, Jumat (11/6).
Namun, saat ditanya berapa persen yang belum mengantongi sertifikat CHSE, Ngakan Ariawan enggan merinci. Jika dilihat berdasarkan jumlah akomodasi pariwisata di Kabupaten Badung, masih banyak yang belum memiliki sertifikat tersebut. Berdasarkan data yang ada terdapat sekitar 3.300 akomodasi pariwisata di Badung yang terdiri dari hotel berbintang, hotel non bintang, vila, serta 1.800 restoran. Ini berarti masih banyak akomodasi pariwisata di Gumi Keris belum memiliki CHSE. Padahal, CHSE merupakan suatu kewajiban jelang dibukanya pariwisata internasional, sebagai bukti bahwa pelaku usaha telah memiliki, menerapkan, hingga meningkatkan prokes di usahanya masing-masing.
Kondisi ini juga diakui Pelaksana Tugas (Plt) Kadis Pariwisata Cokorda Raka Darmawan. Menurut catatannya, angka akomodasi pariwisata yang sudah tersertifikasi CHSE belum mencapai 50 persen. Meski demikian, program tersebut dipastikan masih terus berjalan. Walau sekarang ini, tidak dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten. “Di kabupaten untuk sementara ini tidak melaksanakan itu (sertifikasi CHSE, Red), karena keterbatasan anggaran,” katanya, Jumat (11/6).
Raka Darmawan menduga kecilnya angka akomodasi pariwisata tersertifikasi CHSE juga berkenaan dengan operasional yang belum buka. Karena disadari untuk mempersiapkan fasilitas prokes tentu dibutuhkan dana yang tidak sedikit. “Itu (fasilitas prokes, Red) akan bertumbuh seiring hadirnya wisatawan. Karena sekarang wisatawan tidak ada, maka tentu berat juga bagi industri untuk beroperasi,” kata birokrat asal Gianyar itu.
Masih menurut Raka Darmawan, sejatinya mekanisme untuk memperoleh sertifikat CHSE tidaklah sulit. Pemilik usaha hanya wajib menyiapkan sarana dan prasarananya, seperti tersedianya tempat cuci tangan di beberapa titik sesuai dengan luas wilayahnya, hand sanitizer, pengukur suhu tubuh, dan tentunya dari segi kebersihan tempat juga harus dijaga. “Jika sudah ada pengajuan dari pengusaha nantinya akan ada tim yang melakukan penilaian,” tandasnya. *ind, dar
Komentar