Denpasar Diterjang Banjir Bandang, 7 Rumah dan 4 Pura Rusak Parah
Jro Mangku Made Sudiartha sudah memprediksi bakal terjadi bencana. Ketika itu, Jero Mangku mencium bau menyengat di kawasan Pura.
DENPASAR, NusaBali
Banjir bandang menerjang kawasan Kelurahan Tonja, Denpasar Utara pada Rabu (21/12) malam sekitar pukul 23.00 wita. Banjir bandang terjadi diperkirakan akibat dari hujan deras yang mengguyur wilayah Pelaga, Kabupaten Badung selama dua hari berturut-turut sejak Selasa (20/12). Akibatnya, sungai Ayung yang mengalir di wilayah Kelurahan Tonja meluap dengan ketinggian mencapai sekitar 8 meter. Sebanyak 7 rumah dan 4 pura rusak parah diterjang banjir.
Salah satu warga, Ispurwantari, yang menjadi korban banjir saat ditemui Kamis (22/12) kemarin mengatakan, sekitar pukul 22.00 wita, dirinya sudah mendengar air bergemuruh. “Setengah 11 (22.30 wita) air sudah tinggi, beruntung saya dan keluarga keburu tahu dan menyelamatkan diri ke rumah tetangga di atas,” ungkapnya, sembari meratapi nasib setelah sejumlah barang-barang eletroniknya hanyut bersama banjir.
Akibat banjir ini ada satu unit mobil milik Nyoman Adiantara juga terendam dan sebanyak 6 sepeda motor rusak tak bisa dihidupkan akibat banjir. Masih menurut Ispurwantari, banjir bandang baru mulai surut ketika pukul 03.00 wita.
Dari pantauan NusaBali hingga siang kemarin arus sungai masih tampak deras dengan warna air yang coklat. Tampak arus air di DAM Oongan cukup besar sehingga menarik perhatian sejumlah warga untuk menonton derasnya air yang terjun dari DAM.
Ditemui secara terpisah, Lurah Tonja, Ade Indahsari Putri didampingi Bendesa Pakraman Tonja Made Sudarsana menjelaskan, 7 rumah warga yang luluh lantak akibat banjir tersebar di dua wilayah yakni Lingkungan Banjar Oongan dan Lingkungan Kedaton (Beteng Sari). Sedangkan 4 Pura yang rusak parah berlokasi di Lingkungan Banjar Tegehkuri, diantaranya Pura Beji, Pura Taman Sari, Pura Taman Maspahit, dan Pura Ngenjung Sari. Kempat pura ini berada di lokasi yang saling berdekatan di pinggir sungai Ayung tepatnya dibawah sebelah utara jembatan Jalan Kemuda.
Di lingkungan Oongan, 5 rumah yang terkena banjir diantaranya milik Sasoko, Nyoman Widiantara, Nengah Mustika, Ketut Partika dan Halimah. “Kelima KK ini merupakan warga pendatang yang ngontrak tanah di sana,” jelasnya. Sedangkan 2 rumah yang terkena banjir di lingkungan Kedaton milik Made Ardika dan Robert. “Secara fisik, tidak ada rumah yang rusak sampai tergerus banjir. Hanya saja banyak barang-barang milik warga yang hanyut. Seperti lemari, meja, kursi, dan peralatan elektronik,” kata Lurah Ade Indahsari.
Untuk mengatasi bencana banjir bandang ini, pihak lurah mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak Camat Denpasar Utara secara lisan untuk disampaikan kepada Walikota Denpasar. Sementara untuk permohonan bantuan, pihaknya telah membuat proposal yang diajukan ke Gubernur Bali cq Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bali.
Ditambahkan Bendesa Tonja Made Sudarsana, kondisi keempat pura yang dilanda banjir sangat memprihatinkan. Bahkan terparah, Pura Beji kondisinya sudah rata dengan tanah. “Bale Gong tinggal kerangka atapnya saja, bangunannya sudah jatuh ke tanah, gentengnya hanyut entah kemana. Selain itu, yang juga ikut hanyut seperti Bale Tajuk, palinggih Padmasana, Tugu Bedugul, dan Candi bentar posisinya miring,” jelasnya. Terhadap kerusakan 4 pura tersebut, diperkirakan total kerugiannya mencapai Rp 285 juta. Sementara di Pura Taman Sari mengalami kerusakan bangunan tempat sembahyang, tembok panyengker keliling, dan sejumlah patung/togog hanyut. Selanjutnya di Pura Taman Maspahit terjadi kerusakan pada candi bentar dan tembok penyengker. “Di Pura Ngenjung Sari ada 3 patung dan tiang listrik yang rusak. Pelinggih lainnya masih aman sebab posisi pura agak diatas Pura Beji,” jelas Sudarsana.
Untuk semnetara waktu, pihaknyapun tak bisa berbuat banyak pasca bencana banjir ini. Sebab akibat banjir, halaman Pura Beji dipenuhi dengan lumpur. “Lumpurnya masih tebal, ada mungkin selutut. Setelah lumpur itu dibersihkan oleh BPBD barulah kita bisa lakukan upaya perbaikan,” jelasnya. Perbaikan pun tak serta merta bisa segera dilakukan, pihaknya mengaku akan menggelar rapat bersama prajuru desa.
Diakui Sudarsana, perbaikan pura ini mendesak untuk dilakukan mengingat fungsi pura sangat vital untuk kegiatan ritual keagamaan di desa setempat. “Pura Beji nike genah melasti menjelang Nyepi. Kalau nggak segera diperbaiki, bagaimana nanti bulan Maret sudah mau melasti. Selain itu, di pura ini juga difungsikan sebagai tempat ngangget don bingin untuk upacara Nyekah,” terangnya.
Dari sisi niskala, menurut penuturan Jro Mangku Made Sudiartha yang juga pamangku Desa Puseh sekaligus pengayah di Pura Beji, menyatakan kajadian kali ini sudah diprediksi sejak 4 hari lalu. Ketika itu, Jero Mangku mencium bau menyengat di kawasan Pura. “4 Hari lalu tyang ngadek bau andih di sini. Langsung kepikiran pasti toya akan munggah. Tapi entah kapan dan jam berapa hanya beliau yang tahu. Sejak itu saya tidak ke pura,” jelasnya. Firasat itupun pernah dialami sebelumnya, tepatnya pada tahun 2002 dengan kejadian yang sama yakni meluapnya sungai Ayung. Namun kerusakan yang diakibatkan tidak teralalu parah. “Waktu itu cuma meja dan kursi yang hanyut. Airnya juga tidak terlalu tinggi,” jelasnya.
Menurut Jero Mangku, ketika firasat bau menyengat itu muncul, merupakan sebuah pertanda supaya krama sekitar tidak keluyuran di kawasan pura. “Lebih baik pulang ke rumah. Karena bau itu adalah kode, krama dilarang klincak-klincak di pura,” jelasnya. * nvi
Banjir bandang menerjang kawasan Kelurahan Tonja, Denpasar Utara pada Rabu (21/12) malam sekitar pukul 23.00 wita. Banjir bandang terjadi diperkirakan akibat dari hujan deras yang mengguyur wilayah Pelaga, Kabupaten Badung selama dua hari berturut-turut sejak Selasa (20/12). Akibatnya, sungai Ayung yang mengalir di wilayah Kelurahan Tonja meluap dengan ketinggian mencapai sekitar 8 meter. Sebanyak 7 rumah dan 4 pura rusak parah diterjang banjir.
Salah satu warga, Ispurwantari, yang menjadi korban banjir saat ditemui Kamis (22/12) kemarin mengatakan, sekitar pukul 22.00 wita, dirinya sudah mendengar air bergemuruh. “Setengah 11 (22.30 wita) air sudah tinggi, beruntung saya dan keluarga keburu tahu dan menyelamatkan diri ke rumah tetangga di atas,” ungkapnya, sembari meratapi nasib setelah sejumlah barang-barang eletroniknya hanyut bersama banjir.
Akibat banjir ini ada satu unit mobil milik Nyoman Adiantara juga terendam dan sebanyak 6 sepeda motor rusak tak bisa dihidupkan akibat banjir. Masih menurut Ispurwantari, banjir bandang baru mulai surut ketika pukul 03.00 wita.
Dari pantauan NusaBali hingga siang kemarin arus sungai masih tampak deras dengan warna air yang coklat. Tampak arus air di DAM Oongan cukup besar sehingga menarik perhatian sejumlah warga untuk menonton derasnya air yang terjun dari DAM.
Ditemui secara terpisah, Lurah Tonja, Ade Indahsari Putri didampingi Bendesa Pakraman Tonja Made Sudarsana menjelaskan, 7 rumah warga yang luluh lantak akibat banjir tersebar di dua wilayah yakni Lingkungan Banjar Oongan dan Lingkungan Kedaton (Beteng Sari). Sedangkan 4 Pura yang rusak parah berlokasi di Lingkungan Banjar Tegehkuri, diantaranya Pura Beji, Pura Taman Sari, Pura Taman Maspahit, dan Pura Ngenjung Sari. Kempat pura ini berada di lokasi yang saling berdekatan di pinggir sungai Ayung tepatnya dibawah sebelah utara jembatan Jalan Kemuda.
Di lingkungan Oongan, 5 rumah yang terkena banjir diantaranya milik Sasoko, Nyoman Widiantara, Nengah Mustika, Ketut Partika dan Halimah. “Kelima KK ini merupakan warga pendatang yang ngontrak tanah di sana,” jelasnya. Sedangkan 2 rumah yang terkena banjir di lingkungan Kedaton milik Made Ardika dan Robert. “Secara fisik, tidak ada rumah yang rusak sampai tergerus banjir. Hanya saja banyak barang-barang milik warga yang hanyut. Seperti lemari, meja, kursi, dan peralatan elektronik,” kata Lurah Ade Indahsari.
Untuk mengatasi bencana banjir bandang ini, pihak lurah mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak Camat Denpasar Utara secara lisan untuk disampaikan kepada Walikota Denpasar. Sementara untuk permohonan bantuan, pihaknya telah membuat proposal yang diajukan ke Gubernur Bali cq Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bali.
Ditambahkan Bendesa Tonja Made Sudarsana, kondisi keempat pura yang dilanda banjir sangat memprihatinkan. Bahkan terparah, Pura Beji kondisinya sudah rata dengan tanah. “Bale Gong tinggal kerangka atapnya saja, bangunannya sudah jatuh ke tanah, gentengnya hanyut entah kemana. Selain itu, yang juga ikut hanyut seperti Bale Tajuk, palinggih Padmasana, Tugu Bedugul, dan Candi bentar posisinya miring,” jelasnya. Terhadap kerusakan 4 pura tersebut, diperkirakan total kerugiannya mencapai Rp 285 juta. Sementara di Pura Taman Sari mengalami kerusakan bangunan tempat sembahyang, tembok panyengker keliling, dan sejumlah patung/togog hanyut. Selanjutnya di Pura Taman Maspahit terjadi kerusakan pada candi bentar dan tembok penyengker. “Di Pura Ngenjung Sari ada 3 patung dan tiang listrik yang rusak. Pelinggih lainnya masih aman sebab posisi pura agak diatas Pura Beji,” jelas Sudarsana.
Untuk semnetara waktu, pihaknyapun tak bisa berbuat banyak pasca bencana banjir ini. Sebab akibat banjir, halaman Pura Beji dipenuhi dengan lumpur. “Lumpurnya masih tebal, ada mungkin selutut. Setelah lumpur itu dibersihkan oleh BPBD barulah kita bisa lakukan upaya perbaikan,” jelasnya. Perbaikan pun tak serta merta bisa segera dilakukan, pihaknya mengaku akan menggelar rapat bersama prajuru desa.
Diakui Sudarsana, perbaikan pura ini mendesak untuk dilakukan mengingat fungsi pura sangat vital untuk kegiatan ritual keagamaan di desa setempat. “Pura Beji nike genah melasti menjelang Nyepi. Kalau nggak segera diperbaiki, bagaimana nanti bulan Maret sudah mau melasti. Selain itu, di pura ini juga difungsikan sebagai tempat ngangget don bingin untuk upacara Nyekah,” terangnya.
Dari sisi niskala, menurut penuturan Jro Mangku Made Sudiartha yang juga pamangku Desa Puseh sekaligus pengayah di Pura Beji, menyatakan kajadian kali ini sudah diprediksi sejak 4 hari lalu. Ketika itu, Jero Mangku mencium bau menyengat di kawasan Pura. “4 Hari lalu tyang ngadek bau andih di sini. Langsung kepikiran pasti toya akan munggah. Tapi entah kapan dan jam berapa hanya beliau yang tahu. Sejak itu saya tidak ke pura,” jelasnya. Firasat itupun pernah dialami sebelumnya, tepatnya pada tahun 2002 dengan kejadian yang sama yakni meluapnya sungai Ayung. Namun kerusakan yang diakibatkan tidak teralalu parah. “Waktu itu cuma meja dan kursi yang hanyut. Airnya juga tidak terlalu tinggi,” jelasnya.
Menurut Jero Mangku, ketika firasat bau menyengat itu muncul, merupakan sebuah pertanda supaya krama sekitar tidak keluyuran di kawasan pura. “Lebih baik pulang ke rumah. Karena bau itu adalah kode, krama dilarang klincak-klincak di pura,” jelasnya. * nvi
Komentar