Dampak WFB Masih Minim
AMPB desak Pemerintah dan BUMN membuat event di Bali
DENPASAR,NusaBali
Pelaku pariwisata merasakan program ‘ Work from Bali’ (WFB) belum berdampak signifikan terhadap perbaikan kondisi pariwisata Bali. Karenanya Pemerintah berikut BUMN-BUMN didesak memperbanyak event di Bali. Tujuannya mempercepat pemulihan pariwisata Bali.
Ketua Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali(AMPB) Gusti Kade Sutawa menyampaikan desakan tersebut Senin (21/6). “Kalau jargon WBF itu bagus. Namun dampaknya terhadap income belum kelihatan,” ujarnya.
Dikatakan GK Sutawa, yang melakukan WFB masih sedikit. Hanya beberapa orang saja sehingga revenue (pendapatan)-nya bagi Bali juga tentu tidak banyak.
Di pihak lain BUMN yang punya ribuan karyawan, semestinya bisa menjadi motor mendukung WFB dengan menggelar event. BUMN itu, kata GK Sutawa punya ribuan staf dan karyawan, yang bisa didorong untuk WFB.
Hal itu lanjutnya, tentu akan lebih mempercepat dan nyata upaya pemulihan. “Itu kalau mau serius membantu memulihkan perekonomian Bali,” lanjut GK Sutawa.
Jika event bisa digelar dan yang datang juga baru bisa dihitung berapa pendapatannya. Sekarang ini kata GK Sutawa, yang WFB hanya beberapa orang saja. “Seperti passing (lewat ) saja,” ucapnya.
Dia memaklumi pada saat ini berisiko mendatangkan orang untuk menghadiri event, mengingat tanjakan kasus Covid-19 di luar daerah. Namun apabila kasus Covid-19 sudah mereda, GK Sutawa meminta harus segera dilakukan evaluasi. Terus memperbanyak event dalam rangka WFB. Apakah event itu dalam bentuk meeting (MICE) atau aktivitas lain. Tentunya dengan standar prokes/CHSE yang ketat.
“Bali butuh aksi riil, bukan di awang-awang,” ujar pria yang sudah lebih dari 30 tahun malang melintang di sektor pariwisata Bali.
Puluhan tahun berkecimpung di industri pariwisata GK Sutawa tahu dan pernah mengalami jatuh bangun pariwisata Bali. Mulai dari peristiwa Perang Teluk, kasus kolera, bom Bali I dan II, erupsi Gunung Agung sampai pandemi Covid-19.
Dari sekian peristiwa tersebut, pandemi Covid-19 yang membawa dampak terparah bagi Bali. Sampai-sampai perekonomian Bali mengalami kontraksi dalam. “ Bayangkan sekarang sampai minus sembilan persen lebih,” ujarnya lirih.
Tegasnya yang dibutuhkan Bali saat ini kata GK Sutawa,aksi nyata pemulihan. Bukan sebatas rencana baru akan. Aksi riil tersebut, sehubungan dengan kemungkinan maju mundur pembukaan pariwisata Bali akibat dinamika perkembangan pandemi Covid-19 yang menanjak di sejumlah daerah.
Pihaknya meminta agar pihak kementerian dan lembaga terkait di Pusat menunjukkan koordinasi yang jelas, sehingga bisa dipastikan aktivitas pariwisata Bali.
Menurut GK Sutawa, masyarakat Bali sudah mematuhi program Pemerintah untuk penurunan kasus Covid. Mulai dari pemakaian masker, penerapan protokol kesehatan atau cleanliness, healthy, safety dan Environmental sustanabilty(CHSE). “Mohonlah kepatuhan masyarakat juga direspon dengan pembukaan border pariwisata Bali,” tegas GK Sutawa yang juga Ketua Umum Nawacita Pariwisata Indonesia (NCPI) ini.
Walaupun Bali dibuka, belum tentu juga wisman akan berbondong-bondong datang ke Bali. “ Namun secara psikologis tentu melegakan masyarakat Bali,” ujarnya. *K17.
Ketua Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali(AMPB) Gusti Kade Sutawa menyampaikan desakan tersebut Senin (21/6). “Kalau jargon WBF itu bagus. Namun dampaknya terhadap income belum kelihatan,” ujarnya.
Dikatakan GK Sutawa, yang melakukan WFB masih sedikit. Hanya beberapa orang saja sehingga revenue (pendapatan)-nya bagi Bali juga tentu tidak banyak.
Di pihak lain BUMN yang punya ribuan karyawan, semestinya bisa menjadi motor mendukung WFB dengan menggelar event. BUMN itu, kata GK Sutawa punya ribuan staf dan karyawan, yang bisa didorong untuk WFB.
Hal itu lanjutnya, tentu akan lebih mempercepat dan nyata upaya pemulihan. “Itu kalau mau serius membantu memulihkan perekonomian Bali,” lanjut GK Sutawa.
Jika event bisa digelar dan yang datang juga baru bisa dihitung berapa pendapatannya. Sekarang ini kata GK Sutawa, yang WFB hanya beberapa orang saja. “Seperti passing (lewat ) saja,” ucapnya.
Dia memaklumi pada saat ini berisiko mendatangkan orang untuk menghadiri event, mengingat tanjakan kasus Covid-19 di luar daerah. Namun apabila kasus Covid-19 sudah mereda, GK Sutawa meminta harus segera dilakukan evaluasi. Terus memperbanyak event dalam rangka WFB. Apakah event itu dalam bentuk meeting (MICE) atau aktivitas lain. Tentunya dengan standar prokes/CHSE yang ketat.
“Bali butuh aksi riil, bukan di awang-awang,” ujar pria yang sudah lebih dari 30 tahun malang melintang di sektor pariwisata Bali.
Puluhan tahun berkecimpung di industri pariwisata GK Sutawa tahu dan pernah mengalami jatuh bangun pariwisata Bali. Mulai dari peristiwa Perang Teluk, kasus kolera, bom Bali I dan II, erupsi Gunung Agung sampai pandemi Covid-19.
Dari sekian peristiwa tersebut, pandemi Covid-19 yang membawa dampak terparah bagi Bali. Sampai-sampai perekonomian Bali mengalami kontraksi dalam. “ Bayangkan sekarang sampai minus sembilan persen lebih,” ujarnya lirih.
Tegasnya yang dibutuhkan Bali saat ini kata GK Sutawa,aksi nyata pemulihan. Bukan sebatas rencana baru akan. Aksi riil tersebut, sehubungan dengan kemungkinan maju mundur pembukaan pariwisata Bali akibat dinamika perkembangan pandemi Covid-19 yang menanjak di sejumlah daerah.
Pihaknya meminta agar pihak kementerian dan lembaga terkait di Pusat menunjukkan koordinasi yang jelas, sehingga bisa dipastikan aktivitas pariwisata Bali.
Menurut GK Sutawa, masyarakat Bali sudah mematuhi program Pemerintah untuk penurunan kasus Covid. Mulai dari pemakaian masker, penerapan protokol kesehatan atau cleanliness, healthy, safety dan Environmental sustanabilty(CHSE). “Mohonlah kepatuhan masyarakat juga direspon dengan pembukaan border pariwisata Bali,” tegas GK Sutawa yang juga Ketua Umum Nawacita Pariwisata Indonesia (NCPI) ini.
Walaupun Bali dibuka, belum tentu juga wisman akan berbondong-bondong datang ke Bali. “ Namun secara psikologis tentu melegakan masyarakat Bali,” ujarnya. *K17.
Komentar