LENTERA: Pahlawan Paling Dirindukan
TATKALA cahaya indah yang muncul di puncak Gunung Merapi, Jawa Tengah, beberapa hari lalu masih diperbincangkan banyak orang, tiba-tiba di puncak Gunung Raung, Jawa Timur muncul kembali cahaya yang juga indah, 4 Juni 2021 pukul 19.50 WIB.
Sebagaimana dilaporkan detiknews.com, pihak Lapan memastikan bahwa itu bukan meteor. Pihak BMKB juga mengkonfirmasi kemunculan cahaya indah ini. Cahaya indah ini berwarna hijau, berdurasi 10 detik. Setelah dicermati, bentuk cahaya indah ini mirip pedang, lambang kepahlawanan di zaman dulu. Bedanya, jika di zaman dulu pahlawan identik dengan orang yang berperang, di zaman sekarang pahlawan adalah mereka yang berbagi cahaya terang, terutama melalui keteladanan hidupnya.
Di zaman dulu, pahlawan identik dengan orang-orang yang di dalamnya penuh hawa panas. Sekali lagi, karena dalam suasana perang. Di zaman sekarang, pahlawan lebih dekat dengan jiwa-jiwa yang di dalamnya penuh dengan kesejukan. Terutama karena putaran zaman yang panas sangat merindukan datangnya jiwa-jiwa yang penuh dengan aura kesejukan.
Untuk direnungkan bersama-sama, di zaman dulu musuh yang diserang nyaris semuanya datang dari luar, seperti penjajah, perampok, pencuri, dan sejenisnya. Di putaran waktu sedkarang, banyak sekali pencari cahaya yang sepakat bahwa musuh sesungguhnya tidak ada di luar, melainkan ada di dalam. Salah satu musuh di dalam yang paling sering disebut adalah emosi negatif, seperti marah dan dendam.
Andaikan, mudah-mudahan tidak terjadi, negara adi kuasa yang memiliki bom atom dengan daya ledak yang super hebat itu super marah dan super dendam, hanya dalam hitungan menit, planet indah bernama bumi bisa hancur berantakan. Undangannya untuk para sahabat, mari sama-sama belajar menjinakkan musuh berbahaya yang ada di dalam.
Begitu para sahabat dekat berhasil menjadi pahlawan di dalam (baca: menang melawan amarah, dendam, dan lainnya), secara alami Anda akan menjadi pahlawan di luar. Setidaknya, Anda jadi pahlawan karena tidak ikut-ikutan menyebarkan kekerasan, tidak ikut-ikutan membuat orang-orang jadi marah. Syukur-syukur, bisa ikut menyebarkan kedamaian.
Bekal Melangkah untuk Para Sahabat Dekat
Karena musuh paling berbahaya di dalam bernama emosi (perasaan) negatif, mari belajar mendalami emosi di dalam. Mahakarya indah dalam hal ini berjudul ‘How emotions are created’, ditulis oleh Lisa Fieldman Barret. Peneliti ini benar ketika menyimpulkan, emosi manusia dibentuk oleh interaksi dinamis antara otak, tubuh, dan lingkungan. Otak adalah faktor yang paling menentukan.
Agar para sahabat cepat menang melawan musuh di dalam, seawal mungkin latih otak agar rajin tersenyum. Persisnya, berhenti menjadi pelayan di depan otak (baca: semua yang muncul di otak diikuti). Kemudan, belajar menjadi tuan di depan otak. Tiap kali ada sinyal dari otak, endapkan dulu, filter secukupnya. Latih diri untuk berespons pada otak dibekali senyuman.
Senyuman yang dibimbing pengertian, apa yang disebut otak sebagai salah-benar, adalah bagian dari senyuman ke-u-Tuhan yang sama. Penjelasannya, sebagaimana alam tidak bisa membuang malam, sebagaimana mawar tidak bisa membuang duri, manusia juga tidak bisa membuang kesedihan, kegagalan, termasuk tidak bisa membuang hal-hal yang disebut salah dan buruk.
Dibekali cahaya ke-u-Tuhan jenis ini, kecil kemungkinan para sahabat berespons keras dan panas di lapangan. Pada saat yang sama, akan muncul sumber air sejuk di dalam yang tidak pernah kering. Di filosofi Timur, ia disebut kebijaksanaan (wisdom). Dari kebijaksanaan inilah lahir bayi super cantik bernama belas kasih (compassion).
Dari spirit seperti inilah akan lahir pahlawan-pahlawan yang paling dirindukan oleh zaman sekarang. Agar bekal melangkahnya terang dan transparan, berikut beberapa bahan renungan untuk sahabat calon pahlawan spiritual yang akan menyejukkan dunia:
Di zaman dulu, pahlawan identik dengan orang-orang yang di dalamnya penuh hawa panas. Sekali lagi, karena dalam suasana perang. Di zaman sekarang, pahlawan lebih dekat dengan jiwa-jiwa yang di dalamnya penuh dengan kesejukan. Terutama karena putaran zaman yang panas sangat merindukan datangnya jiwa-jiwa yang penuh dengan aura kesejukan.
Untuk direnungkan bersama-sama, di zaman dulu musuh yang diserang nyaris semuanya datang dari luar, seperti penjajah, perampok, pencuri, dan sejenisnya. Di putaran waktu sedkarang, banyak sekali pencari cahaya yang sepakat bahwa musuh sesungguhnya tidak ada di luar, melainkan ada di dalam. Salah satu musuh di dalam yang paling sering disebut adalah emosi negatif, seperti marah dan dendam.
Andaikan, mudah-mudahan tidak terjadi, negara adi kuasa yang memiliki bom atom dengan daya ledak yang super hebat itu super marah dan super dendam, hanya dalam hitungan menit, planet indah bernama bumi bisa hancur berantakan. Undangannya untuk para sahabat, mari sama-sama belajar menjinakkan musuh berbahaya yang ada di dalam.
Begitu para sahabat dekat berhasil menjadi pahlawan di dalam (baca: menang melawan amarah, dendam, dan lainnya), secara alami Anda akan menjadi pahlawan di luar. Setidaknya, Anda jadi pahlawan karena tidak ikut-ikutan menyebarkan kekerasan, tidak ikut-ikutan membuat orang-orang jadi marah. Syukur-syukur, bisa ikut menyebarkan kedamaian.
Bekal Melangkah untuk Para Sahabat Dekat
Karena musuh paling berbahaya di dalam bernama emosi (perasaan) negatif, mari belajar mendalami emosi di dalam. Mahakarya indah dalam hal ini berjudul ‘How emotions are created’, ditulis oleh Lisa Fieldman Barret. Peneliti ini benar ketika menyimpulkan, emosi manusia dibentuk oleh interaksi dinamis antara otak, tubuh, dan lingkungan. Otak adalah faktor yang paling menentukan.
Agar para sahabat cepat menang melawan musuh di dalam, seawal mungkin latih otak agar rajin tersenyum. Persisnya, berhenti menjadi pelayan di depan otak (baca: semua yang muncul di otak diikuti). Kemudan, belajar menjadi tuan di depan otak. Tiap kali ada sinyal dari otak, endapkan dulu, filter secukupnya. Latih diri untuk berespons pada otak dibekali senyuman.
Senyuman yang dibimbing pengertian, apa yang disebut otak sebagai salah-benar, adalah bagian dari senyuman ke-u-Tuhan yang sama. Penjelasannya, sebagaimana alam tidak bisa membuang malam, sebagaimana mawar tidak bisa membuang duri, manusia juga tidak bisa membuang kesedihan, kegagalan, termasuk tidak bisa membuang hal-hal yang disebut salah dan buruk.
Dibekali cahaya ke-u-Tuhan jenis ini, kecil kemungkinan para sahabat berespons keras dan panas di lapangan. Pada saat yang sama, akan muncul sumber air sejuk di dalam yang tidak pernah kering. Di filosofi Timur, ia disebut kebijaksanaan (wisdom). Dari kebijaksanaan inilah lahir bayi super cantik bernama belas kasih (compassion).
Dari spirit seperti inilah akan lahir pahlawan-pahlawan yang paling dirindukan oleh zaman sekarang. Agar bekal melangkahnya terang dan transparan, berikut beberapa bahan renungan untuk sahabat calon pahlawan spiritual yang akan menyejukkan dunia:
- Agar selamat dari petaka kehidupan bernama bunuh diri, ingatkan diri dan lingkungan sekitar, manusia yang bunuh diri tanpa melalui proses panjang akan lahir jadi setan kelaparan (preta). Mulutnya kecil sekali sebesar lubang jarum, tapi perutnya besar sekali. Dengan kata lain, bunuh diri itu mirip lari dari mulut kucing, kemudian memasuki mulut harimau.
- Agar keluarganya tidak bubar, ingatkan diri dan lingkungan sekitar, di zaman ini tidak ada tempat berteduh yang lebih sejuk dibandingkan keluarga. Jika tidak menemukan tempat sejuk di keluarga, kemungkinan akan sulit sekali menemukan tempat sejuk di tempat lain, khususnya karena rasa percaya antarmanusia di mana-mana turun drastis sekali. Untuk itu, ingat merawat keluarga.
- Agar tidak ikut-ikutan menyebarkan kekerasan, waspadai dua berita palsu. Berita palsu di luar, serta berita palsu di dalam (baca: menjadi pelayan di depan otak). Yang perlu lebih diwaspadai adalah berita palsu dari dalam, seperti kemarahan, ketersinggungan, ketakutan sampai dengan kepanikan. Praktik meditasi mendalam akan sangat membantu dalam hal ini.
- Agar bisa menjadi sumber kedamaian bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar, seawal mungkin belajar bersahabat dengan diri sendiri dan kehidupan. Ingat temuan pakar epigenetics Dr Kenneth J Pelletier yang menyimpulkan ‘sahabat adalah obat’. Yang perlu direnungkan, hanya ia yang menemukan sahabat di dalam yang akan diperlakukan sebagai sahabat di luar. *
1
Komentar