Walhi Bali Suarakan Isu Lingkungan Melalui Seni Cukil
DENPASAR, NusaBali.com - Menyuarakan isu lingkungan bukan hanya melalui seminar, diskusi atau bahkan turun ke jalan. Lewat seni, isu lingkungan juga bisa menjadi cara lain meujudkan kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Seperti yang dilakukan Sekretariat Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Bali menggelar Workshop Seni Cukil sebagai media bersuara melalui seni. “Walhi Bali berupaya menyalurkan seni cukil untuk menyuarakan kampanye-kampanye terkait lingkungan hidup, seperti Bali Tolak Reklamasi (BTR), dan penolakan pengadaan insenerator di TPA Suwung,” kata Gilang Pratama, Divisi Kampanye Kreatif Walhi Bali, Sabtu (26/6/2021).
Rencana pembangunan jalan Tol Gilimanuk-Mengwi juga menjadi sorotan lantaran proyek infrastruktur ini dinilai berpotensi mengalihfungsikan sawah-sawah produktif yang seharusnya dapat memenuhi ketersediaan pangan masyarakat Bali. “Maka dari itu Walhi Bali mengadakan workshop ini sebagai pintu masuk yang mengajak peserta untuk semakin peduli dengan isu-isu lingkungan hidup di Bali” ujar Gilang.
Workshop Seni Cukil yang digelar di Sekretariat Walhi Bali Jalan Dewi Madri nomor 2 Denpasar Timur, digelar juga untuk meneruskan semangat seni cetak cukil yang memiliki kontribusi terhadap perjuangan masyarakat sipil di seluruh dunia termasuk dalam menyuarakan penyelamatan lingkungan hidup. Sejak lama, seni cetak cukil telah digunakan dalam perjuangan masyarakat di Cina, Korea, Jepang, termasuk pernah digunakan pejuang kemerdekaan Indonesia saat melawan penjajahan kolonial.
“Kalau di Bali sendiri penerapan seni cukil sebagai media kampanye adalah pada saat Walhi Bali bersama masyarakat Bali lainnya mengadakan penolakan reklamasi Teluk Benoa, nanti akan ada hasil dari seni cukil tersebut yang diaplikasikan pada spanduk, dan baju peserta kampanye,” ungkap Gilang.
Seni cukil menggunakan alat-alat seperti kayu atau lino (media cukil berbahan karet), pisau cukil, roll cat, dan tinta offset. “Dapat dikatakan seni cukil ini merupakan sablon yang bersifat tradisional karena masih dikerjakan secara manual, namun jika hasil cukil nanti sudah berbentuk sesuai keinginan, maka hasil cukil tersebut dapat disimpan kembali untuk nantinya diaplikasikan pada media yang lebih banyak lagi, contohnya baju kaos, spanduk, dan tote bag,” kata Aryawan yang merupakan salah satu panitia kegiatan workshop seni cukil tersebut.
Sementara itu terkait soal insenerator dan tol Gilimanuk-Mengwi, Walhi Bali menyatakan tidak melakukan penolakanbsecara mentah-mentah. “Kami sudah melakukan kajian-kajian di mana sesungguhnya pengadaan insenerator dan pembuatan jalan tol Mengwi-Gilimanuk tersebut dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan hidup di Bali,” kata Gilang.
Gilang menegaskan bahwa melalui workshop ini setidaknya Walhi Bali dapat memberikan sedikit gambaran kepada para peserta workshop, membuka wawasan dalam sudut pandang lingkungan demi terciptanya lingkungan Bali yang terjaga.
Dalam workshop tersebut peserta dibatasi dengan jumlah 10 orang saja mengingat saat ini masih dalam masa pandemi, peserta pun hanya perlu datang ke lokasi saja dan mengikuti materi seni cukil yang telah diberikan dari awal hingga akhir. “Peserta tinggal datang saja, media cukil seperti kayu, lino, tinta offset, baju kaos, dan kertas Walhi Bali menyediakan secara gratis, baju kaos bisa dibawa pulang oleh peserta juga,” ungkap Aryawan.
Workshop Seni Cukil ini masih akan berlanjut pada sesi berikutnya Sabtu (3/7/21). “Masyarakat Bali pada umumnya dan generasi muda Bali pada khususnya harus melek terhadap keadaan lingkungan hidup di Bali pada saat ini, dan berani menyuarakan diri apabila terdapat hal-hal yang berjalan di luar dari visi misi pelestarian lingkungan hidup,” jelas Gilang. *rma
1
Komentar