MDA Akui Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat
Permasalahan Bendesa Adat Selat muncul saat pencairan dana Semesta Berencana untuk desa adat.
BANGLI, NusaBali
Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Bangli Jro Ketut Kayanya didampingi Panyarikan Madya MDA Kabupaten Bangli I Nyoman Wandri tak menampik adanya dua versi Bendesa Adat Selat, Kecamatan Susut, Bangli. Terkait dualisme itu, MDA Kabupaten Bangli mengikuti Surat Keputusan (SK) MDA Provinsi Bali yang menetapkan I Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat. Pada SK tersebut juga mencantumkan pembatalan pengukuhan Bendesa Adat Selat I Nengah Mula.
Panyarikan Madya MDA Kabupaten Bangli, Nyoman Wandri menjelaskan pada tahun 2019 Bendesa Adat Selat dijabat oleh I Made Ridjasa. Namun yang bersangkutan mengundurkan diri pada Agustus 2019. Selanjutnya ada pemilihan Bendesa Adat Selat. “Pada proses tersebut Banjar Adat Selat Peken menyatakan sudah memiliki Bendesa Adat yakni I Ketut Pradnya. Nanum dari Banjar Selat Kaja Kauh dan Banjar Selat Tengah tidak mengakui I Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat. Alasannya, belum ada serah terima jabatan dari bendesa sebelumnya,” ungkap Nyoman Wandri, Rabu (30/6).
Selanjutnya, krama dari Banjar Adat Selat Kaja Kauh dan Banjar Selat Tengah melakukan pemilihan dan terpilih I Nengah Mula sebagai Bendesa Adat Selat. Pasca terpilihnya I Nengah Mula dilanjutkan pelantikan oleh Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Bangli atau MDA saat ini. Ketika itu Ketua MMDP Kabupaten Bangli dijabat I Made Ridjasa. “Nengah Mula dilantik sebelum penetapan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali,” jelasnya. Permasalahan muncul saat melakukan pencairan dana Semesta Berencana untuk desa adat. Ketika itu Nengah Mula mengurus pencairan dana, lalu ada laporan bahwa Bendesa Adat Selat sesuai SK MDA Provinsi Bali adalah Ketut Pradnya. Pencarian dana pun ditunda.
Pada Juli 2020 lalu terbitlah SK MDA Provinsi Bali Nomor 33.a/SK/MDA-PBali/VII/2020. Dalam SK tersebut menetapkan Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat. Selain itu, dalam SK tercantum pula pembatalan SK Majelis Alit Kecamatan Susut terhadap penetapan Nengah Mula sebagai Bendesa Adat Selat. “Dalam SK MDA Provinsi Bali menegaskan sudah ada pembatalan SK Bendesa Nengah Mula. Tembusannya sudah disampaikan kepada yang bersangkutan,” tegas Nyoman Wandri.
Terkait mekanisme ngadegang Bendesa Adat Ketut Pradnya oleh Banjar Selat Peken, Jro Kayanya maupun Nyoman Wandri tidak berkomentar. “Kami tidak bisa berkomentar, penetapan Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat kewenangan MDA Provinsi Bali,” ujar Nyoman Wandri sembari menunjukkan SK MDA Provinsi Bali. Jro Kayana mengatakan, untuk ngadegang atau pemilihan bendesa adat melalui desa adat yang diawali pembentukan panitia. Hasil pemilihan diajukan ke MDA Provinsi Bali dengan rekomendasi MDA kecamatan dan MDA Kabupaten Bangli. “Pemilihan bendesa adat disesuaikan pula dengan awig-awig desa adat setempat. Siapa yang berhak dipilih, siapa yang berhak memilih. Perlu kejelasan dan ketegasan,” kata Jro Kayana.
Adanya dualisme Bendesa Adat Selat berimbas pada pencegahan Covid-19 di Desa Selat. Krama Banjar Adat Selat Tengah dan Banjar Adat Selat Kaja Kauh melarang Satgas pasang baliho edukasi pencegahan penularan Covid-19 di kedua banjar itu. Alasannya, baliho edukasi itu ditandatangani Bendesa Adat I Ketut Pradnya. Krama dari dua banjar itu tidak mengakui Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat. Versi krama dari dua banjar, Bendesa Adat Selat yang sah adalah I Nengah Mula. Krama mendukung program Perbekel Desa Selat dalam pemasangan baliho edukasi asalkan tidak ada embel-embel nama Ketut Pradnya. *esa
Panyarikan Madya MDA Kabupaten Bangli, Nyoman Wandri menjelaskan pada tahun 2019 Bendesa Adat Selat dijabat oleh I Made Ridjasa. Namun yang bersangkutan mengundurkan diri pada Agustus 2019. Selanjutnya ada pemilihan Bendesa Adat Selat. “Pada proses tersebut Banjar Adat Selat Peken menyatakan sudah memiliki Bendesa Adat yakni I Ketut Pradnya. Nanum dari Banjar Selat Kaja Kauh dan Banjar Selat Tengah tidak mengakui I Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat. Alasannya, belum ada serah terima jabatan dari bendesa sebelumnya,” ungkap Nyoman Wandri, Rabu (30/6).
Selanjutnya, krama dari Banjar Adat Selat Kaja Kauh dan Banjar Selat Tengah melakukan pemilihan dan terpilih I Nengah Mula sebagai Bendesa Adat Selat. Pasca terpilihnya I Nengah Mula dilanjutkan pelantikan oleh Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Bangli atau MDA saat ini. Ketika itu Ketua MMDP Kabupaten Bangli dijabat I Made Ridjasa. “Nengah Mula dilantik sebelum penetapan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali,” jelasnya. Permasalahan muncul saat melakukan pencairan dana Semesta Berencana untuk desa adat. Ketika itu Nengah Mula mengurus pencairan dana, lalu ada laporan bahwa Bendesa Adat Selat sesuai SK MDA Provinsi Bali adalah Ketut Pradnya. Pencarian dana pun ditunda.
Pada Juli 2020 lalu terbitlah SK MDA Provinsi Bali Nomor 33.a/SK/MDA-PBali/VII/2020. Dalam SK tersebut menetapkan Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat. Selain itu, dalam SK tercantum pula pembatalan SK Majelis Alit Kecamatan Susut terhadap penetapan Nengah Mula sebagai Bendesa Adat Selat. “Dalam SK MDA Provinsi Bali menegaskan sudah ada pembatalan SK Bendesa Nengah Mula. Tembusannya sudah disampaikan kepada yang bersangkutan,” tegas Nyoman Wandri.
Terkait mekanisme ngadegang Bendesa Adat Ketut Pradnya oleh Banjar Selat Peken, Jro Kayanya maupun Nyoman Wandri tidak berkomentar. “Kami tidak bisa berkomentar, penetapan Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat kewenangan MDA Provinsi Bali,” ujar Nyoman Wandri sembari menunjukkan SK MDA Provinsi Bali. Jro Kayana mengatakan, untuk ngadegang atau pemilihan bendesa adat melalui desa adat yang diawali pembentukan panitia. Hasil pemilihan diajukan ke MDA Provinsi Bali dengan rekomendasi MDA kecamatan dan MDA Kabupaten Bangli. “Pemilihan bendesa adat disesuaikan pula dengan awig-awig desa adat setempat. Siapa yang berhak dipilih, siapa yang berhak memilih. Perlu kejelasan dan ketegasan,” kata Jro Kayana.
Adanya dualisme Bendesa Adat Selat berimbas pada pencegahan Covid-19 di Desa Selat. Krama Banjar Adat Selat Tengah dan Banjar Adat Selat Kaja Kauh melarang Satgas pasang baliho edukasi pencegahan penularan Covid-19 di kedua banjar itu. Alasannya, baliho edukasi itu ditandatangani Bendesa Adat I Ketut Pradnya. Krama dari dua banjar itu tidak mengakui Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat. Versi krama dari dua banjar, Bendesa Adat Selat yang sah adalah I Nengah Mula. Krama mendukung program Perbekel Desa Selat dalam pemasangan baliho edukasi asalkan tidak ada embel-embel nama Ketut Pradnya. *esa
Komentar