Proyeksi 2017 : Bidang Hiburan
Meraih Berkah dengan Memanfaatkan Media Sosial
Industri musik di Indonesia, termasuk di Bali, sejak beberapa tahun belakangan tergolong lesu. Penjualan album rekaman pun terus menurun drastis. Faktor pembajakan kerap menjadi kambing hitam ‘bangkrutnya’ industri musik.
Dampaknya, para produser rekaman pun kini seolah hilang gairah untuk memproduksi album baru. Bayangkan, untuk biaya produksi satu album saja, sang produser harus merogoh kocek sampai ratusan juta rupiah. Hitung-hitungannya, mulai dari membeli lagu, mengaransemen musiknya, proses rekaman di studio, pembuatan videoklip, hingga biaya promosi dan pemasaran.
Para produser yang pernah berjaya di Bali, seperti Aneka Record, Jayagiri Production, dan Januadi Record, kini bahkan harus melakukan moratorium (menunda atau menghentikan sementara) dalam memproduksi album baru sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan.
Jika ada penyanyi yang bernaung di bawah label tersebut, masih dibuatkan album baru, sebut saja Raka Sidan (Aneka Record) atau Dek Ulik (Januadi Record), karena mereka masih mempunyai penggemar yang sangat fanatik. Fans seperti ini akan merasa ‘berdosa’ jika mereka mendapatkan atau mendengar suara merdu sang idola hasil dari bajakan.
Tapi, sebagaimana diakui para produser, kini penggemar fanatik yang mau membeli album rekaman secara original (asli) tidak terlalu banyak. Karenanya, dari album baru yang diproduksi kalau dari hitung-hitungan bisnis bisa disebut hanya akan kembali modal alias pakpok.
Nah, di tengah lesunya penjualan lagu pop Bali, kini fenomena unik dan menarik muncul di jagat musik Tanah Air, termasuk di blantika musik pop Bali. Para penyanyi atau musisi kini tak lagi bersusah-susah bikin dan mengumpulkan banyak lagu yang nantinya dirangkum dalam sebuah album. Cukup satu lagu (single) saja. Mereka juga tak perlu repot-repot mencari produser yang mau membiayai dalam proses rekaman, pembuatan videoklip, hingga promosi.
Jika sebelumnya banyak pihak, termasuk insan musik di Bali, getol menyuarakan tolak pembajakan, kini mereka seolah ‘merestui’ karya mereka dibajak. Bahkan, para penyanyi atau musisi justru mempersilakan karyanya itu dibajak, misalnya, dengan cara menyaksikan atau mendownload di situs berbagi YouTube.
Tak sedikit pula mereka mempromosikannya dengan mengumumkan karya baru mereka melalui Broadcash (BC) yang berisi kata-kata menarik berbau promotif. Harapannya, masyarakat penerima BC ini penasaran dan cepat-cepat mengklik, menyaksikan, dan mendownload karya tersebut via YouTube langsung dari smartphone.
Di era media sosial (medsos) saat ini, memang telah terjadi pergeseran pola yang sangat kentara bagi penyanyi atau musisi dalam berpromosi. Persaingan penayangan videoklip yang dulu marak melalui media televisi dengan mengeluarkan biaya yang tak sedikit, kini jauh berkurang. Pemanfaatan medsos seperti YouTube, misalnya, kini malah dinilai lebih efektif. Sederetan penyanyi atau musisi Bali pun justru meraih berkah kepopuleran lewat dunia maya ini.
Lantas apa yang mereka cari dari kepopulerannya? Ya, tentu saja job manggung, karena mereka kini tak lagi jualan album.
Dari penelusuran di YouTube, hingga Senin (26/12) sejumlah karya penyanyi Bali yang diunggah di situs berbagai video ini ada yang sudah tembus di angka 1 juta hingga 2 juta view. Para penyanyi atau musisi Bali tersebut di antaranya, Bayu Cuaca, lewat tembang Tunangan Langka yang sudah ditonton 1.315.276 kali, AA Raka Sidan dengan lagu Kenceng ditonton 1.603.229 kali, Emoni dengan Ketut Garing ditonton 2.125.964 kali, Motifora lagu Ngalahin Gumi-nya sudah ditonton 2.479.389 kali, Ray Peni lagu Takut Jak Bojog disaksikan 2.564.354 kali. Para pe-nyanyi Bali itu rata-rata sudah menggugah karyanya di YouTube sejak setahun yang lalu.
Nah, ada satu lagi yang cukup fenomenal, yakni Jun Bintang. Lagu duetnya bersama Tika Pagraky berjudul Sakit yang baru diunggahnya sejak 4 bulan lalu, kini bahkan sudah ditonton hampir 1,5 juta kali. Tak heran jika nama Jun Bintang saat ini menjadi idola masyarakat Bali, terutama kalangan anak muda. Berbagai event yang digelar anak muda Bali (Sekaa Teruna-Teruni) pun kini seolah ‘wajib’ mengundang Jun Bintang sebagai bintang tamu. Tentu saja, kantong vokalis asal Tabanan ini semakin tebal. Kabarnya, untuk sekali manggung, Jun Bintang menerima bayaran Rp 3-5 juta.
Nah, di saat banyak penyanyi lain atau produser menyebut industri pop Bali sedang lesu karena sepinya job manggung dan tidak lakunya penjualan album, tidak demikian bagi Jun Bintang. Meski tanpa merilis album, dengan memanfaatkan medsos, dia masih tetap bisa bertahan bahkan merengkuh berkah karena panggung telah ‘menyelamatkannya’. Tawaran untuk manggung terus berdatangan saat penjualan album tak selaris dulu. Tentu saja ide-ide kreatif dalam berkarya harus terus ditelorkan. Tak sekadar pintar menciptakan lirik lagu, mengaransemen musiknya atau kreatif dalam pembuatan videoklip, strategi dalam ‘memprovokasi’ masyarakat sebagai calon penikmat karya sangat diperlukan. Medsos salah satu cara mudah dan murah sudah menyediakan ruang untuk itu. Jadi, teriak-teriak album tak laku dan sepi job manggung sepertinya kini sudah bukan waktunya lagi karena zaman terus berkembang! *
I Gusti Putu Edi Sudarma
----------------------------------------
Wartawan NusaBali
Komentar