MUTIARA WEDA : Hindu dan Missionaris
Dari segala situasi, semoga para murid yang haus pengetahuan datang padaku.
ā māyantu brahma-cārinah svāhā vimā-yantu brahma-cārinah svāhā
pramā-yantu brahma-cārinah svāhā damā-yantu brahma-cārinah svāhā
samā yantu brahma-cārinah svāhā
(Taittiriya Upanisad, I.4.2)
Semoga mereka datang dari tempat jauh dan dari segala arah. Semoga para murid yang berniat meraih pengetahuan Brahman, mengontrol indriya mereka. Semoga para murid yang hidup dalam pengetahuan Brahman, damai. Svāhā.
Bagi sebagian pengamat yang melihat Hindu dari sisi empiris praktis, memandang bahwa Hindu tidak bisa dikategorikan sebagai agama missionaris, oleh karena nilai universalitasnya tidak ada. Mereka melihat masyarakat Hindu terkotak-kotak ke dalam kasta yang sangat ketat, sehingga orang asing di luar masyarakat Hindu tidak mudah masuk menjadi Hindu, sebab ke kasta mana orang itu bisa dimasukkan. Memang, kita tidak bisa memungkiri kalau masyarakat Hindu sempat jatuh ke dalam kotak-kotak ini sejak berabad-abad lamanya. Apakah karena faktor politik, faktor karma, atau apapun penyebabnya, harus diakui kalau masyarakat Hindu pernah jatuh dan bahkan dalam beberapa segmen kehidupan, hal ini masih berlaku sampai sekarang.
Namun apa yang dilihat oleh pengamat adalah fenomena ekspresi dari tabiat rendahan manusia. Fakta empiris praktis di lapangan adalah implementasi dari niat rendahan yang menganggap dirinya unggul dengan cara merendahkan manusia lainnya. Klasifikasi kasta adalah bentuk penyimpangan kemanusiaan paling parah yang pernah terjadi selama berabad-abad dan dijustifikasi atas nama kemuliaan dan kemurnian. Namun itu adalah sejarah kelam yang harus dijadikan cermin oleh umat Hindu. Nilai-nilai universal, sebagaimana teks di atas mesti harus terus digali dan dijadikan pegangan, menggantikan beberapa teks diskrimitatif yang pernah dibuat untuk melegalkan fenomena tersebut.
Jika pengamat masuk lebih dalam dan melihat serta menyelami teks di atas, maka cara pandang terhadap Hindu akan bergeser. Teks di atas secara positif maupun aktif berniat untuk menyebarkan nilai-nilai mulia kepada semua orang, khususnya kepada semua para murid. Teks di atas berbentuk doa, memohon kehadapan Yang Tertinggi agar murid yang memiliki niat kuat untuk belajar datang dari segala penjuru. Ini menandakan bahwa Hindu sejak dulu sebenarnya bersifat missionaris, ingin menyebarkan nilai-nilai kebaikan kepada seluruh umat.
Yang menarik dari misi Hindu adalah bukan untuk menyebarkan kepercayaan. Masyarakat tidak diajarkan untuk sekadar percaya kepada Tuhan, melainkan lebih dari itu adalah diajarkan tentang nilai-nilai kemulian, seperti pengekangan diri, hidup dalam kedamaian dan nilai-nilai mulia lainnya. Masyarakat tidak diajak hanya sekadar percaya kepada Tuhan, melainkan diberikan sebuah metode agar nantinya mampu merealisasikan Tuhan. Menurut Hindu, Tuhan harus direliasasikan dalam kehidupan ini, bukan hanya sekadar dipercayai.
Oleh karena demikian, Hindu memiliki misi untuk menyadarkan umat manusia agar menyadari nilai ketuhanan yang ada di dalam dirinya, yang memang telah laten bersamanya. Tuhan mesti ditemukan di dalam diri dengan berbagai metode yang memungkinkan. Di sini, Hindu mengajarkan berbagai jenis metode untuk merealisasikan Tuhan. Misi Hindu dalam hal ini adalah mengajak setiap orang untuk menemukan metode yang paling cocok, sebab masing-masing orang memiliki keunikan tersendiri, sehingga cara atau metode yang digunakan juga menyesuikan dengan keunikan tersebut.
Namun, hal ini juga yang menjadikan para pengamat bingung, melihat ajaran Hindu tidak koheren dan konsisten. Mereka menganggap memasuki Hindu tidak ubahnya seperti memasuki hutan belantara yang, jika memaksakan diri, akan mengakibatkan kesesatan. Mereka tidak melihat bahwa Hindu sebenarnya memberikan keleluasaan kepada umatnya untuk memilih salah satu jalan yang disukai. Jadi, Hindu sesungguhnya sangat demokratis. Masing-masing daerah diberikan ruang untuk menentukan tradisi keagamaannya. Oleh karena itu, misi besar Hindu adalah, pertama mengajak semua umat manusia untuk kembali melihat dirinya sebagai makhluk Ilahi dengan cara berupaya menghilangkan seluruh kekotoran yang melekat. Kedua, mengajak seluruh umat manusia, bahwa seluruh ciptaan pada prinsipnya adalah satu, yang membedakan hanyalah nama dan rupa (bentuk). Tidak mengeksploitasi baik alam maupun manusia lain adalah bentuk etik dari upaya ini. Ketiga, mengajak semua manusia untuk menyadari bahwa semua orang di dunia ini adalah bersaudara. Dalam kehidupan sosial, sikap yang ditekankan bukan hanya sekadar toleransi, melainkan saling menghormati.
pramā-yantu brahma-cārinah svāhā damā-yantu brahma-cārinah svāhā
samā yantu brahma-cārinah svāhā
(Taittiriya Upanisad, I.4.2)
Semoga mereka datang dari tempat jauh dan dari segala arah. Semoga para murid yang berniat meraih pengetahuan Brahman, mengontrol indriya mereka. Semoga para murid yang hidup dalam pengetahuan Brahman, damai. Svāhā.
Bagi sebagian pengamat yang melihat Hindu dari sisi empiris praktis, memandang bahwa Hindu tidak bisa dikategorikan sebagai agama missionaris, oleh karena nilai universalitasnya tidak ada. Mereka melihat masyarakat Hindu terkotak-kotak ke dalam kasta yang sangat ketat, sehingga orang asing di luar masyarakat Hindu tidak mudah masuk menjadi Hindu, sebab ke kasta mana orang itu bisa dimasukkan. Memang, kita tidak bisa memungkiri kalau masyarakat Hindu sempat jatuh ke dalam kotak-kotak ini sejak berabad-abad lamanya. Apakah karena faktor politik, faktor karma, atau apapun penyebabnya, harus diakui kalau masyarakat Hindu pernah jatuh dan bahkan dalam beberapa segmen kehidupan, hal ini masih berlaku sampai sekarang.
Namun apa yang dilihat oleh pengamat adalah fenomena ekspresi dari tabiat rendahan manusia. Fakta empiris praktis di lapangan adalah implementasi dari niat rendahan yang menganggap dirinya unggul dengan cara merendahkan manusia lainnya. Klasifikasi kasta adalah bentuk penyimpangan kemanusiaan paling parah yang pernah terjadi selama berabad-abad dan dijustifikasi atas nama kemuliaan dan kemurnian. Namun itu adalah sejarah kelam yang harus dijadikan cermin oleh umat Hindu. Nilai-nilai universal, sebagaimana teks di atas mesti harus terus digali dan dijadikan pegangan, menggantikan beberapa teks diskrimitatif yang pernah dibuat untuk melegalkan fenomena tersebut.
Jika pengamat masuk lebih dalam dan melihat serta menyelami teks di atas, maka cara pandang terhadap Hindu akan bergeser. Teks di atas secara positif maupun aktif berniat untuk menyebarkan nilai-nilai mulia kepada semua orang, khususnya kepada semua para murid. Teks di atas berbentuk doa, memohon kehadapan Yang Tertinggi agar murid yang memiliki niat kuat untuk belajar datang dari segala penjuru. Ini menandakan bahwa Hindu sejak dulu sebenarnya bersifat missionaris, ingin menyebarkan nilai-nilai kebaikan kepada seluruh umat.
Yang menarik dari misi Hindu adalah bukan untuk menyebarkan kepercayaan. Masyarakat tidak diajarkan untuk sekadar percaya kepada Tuhan, melainkan lebih dari itu adalah diajarkan tentang nilai-nilai kemulian, seperti pengekangan diri, hidup dalam kedamaian dan nilai-nilai mulia lainnya. Masyarakat tidak diajak hanya sekadar percaya kepada Tuhan, melainkan diberikan sebuah metode agar nantinya mampu merealisasikan Tuhan. Menurut Hindu, Tuhan harus direliasasikan dalam kehidupan ini, bukan hanya sekadar dipercayai.
Oleh karena demikian, Hindu memiliki misi untuk menyadarkan umat manusia agar menyadari nilai ketuhanan yang ada di dalam dirinya, yang memang telah laten bersamanya. Tuhan mesti ditemukan di dalam diri dengan berbagai metode yang memungkinkan. Di sini, Hindu mengajarkan berbagai jenis metode untuk merealisasikan Tuhan. Misi Hindu dalam hal ini adalah mengajak setiap orang untuk menemukan metode yang paling cocok, sebab masing-masing orang memiliki keunikan tersendiri, sehingga cara atau metode yang digunakan juga menyesuikan dengan keunikan tersebut.
Namun, hal ini juga yang menjadikan para pengamat bingung, melihat ajaran Hindu tidak koheren dan konsisten. Mereka menganggap memasuki Hindu tidak ubahnya seperti memasuki hutan belantara yang, jika memaksakan diri, akan mengakibatkan kesesatan. Mereka tidak melihat bahwa Hindu sebenarnya memberikan keleluasaan kepada umatnya untuk memilih salah satu jalan yang disukai. Jadi, Hindu sesungguhnya sangat demokratis. Masing-masing daerah diberikan ruang untuk menentukan tradisi keagamaannya. Oleh karena itu, misi besar Hindu adalah, pertama mengajak semua umat manusia untuk kembali melihat dirinya sebagai makhluk Ilahi dengan cara berupaya menghilangkan seluruh kekotoran yang melekat. Kedua, mengajak seluruh umat manusia, bahwa seluruh ciptaan pada prinsipnya adalah satu, yang membedakan hanyalah nama dan rupa (bentuk). Tidak mengeksploitasi baik alam maupun manusia lain adalah bentuk etik dari upaya ini. Ketiga, mengajak semua manusia untuk menyadari bahwa semua orang di dunia ini adalah bersaudara. Dalam kehidupan sosial, sikap yang ditekankan bukan hanya sekadar toleransi, melainkan saling menghormati.
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Dosen IHDN Denpasar
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Dosen IHDN Denpasar
Komentar