Kesehatan Jiwa
Pariwisata budaya telah memberi berkah melimpah kepada krama Bali. Ia telah memberi kemudahan materi dan memperluas cakrawala berpikir. Tetapi, ia juga mendatangkan kegelisahan jiwa yang hebat.
Prof Dewa Komang Tantra MSc PhD
Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya
Ia juga menghilangkan perhatian krama Bali terhadap pedoman spiritual dan etika. Kebenaran, kehormatan, dan keadilan sering dinafikan hanya karena alasan materi. Sebenarnya, ketiga nurani tersebut merupakan benteng kokoh peradaban besar Bali masa lalu. Sekarang ini, hal-hal absolut tampaknya menjadi impian yang tidak mudah diwujudkan. Dan kini, Bali dihadapkan pada sebuah situasi relatif yang baru dan asing, yang justru mengganggu kesehatan jiwa.
Secara umum, Bali tidak lagi nyaman dan aman. Di mana-mana terjadi pertentangan antar-ideologi sosial. Krama Bali sering terjerembab ke dalam kebingungan spiritual, yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan modern. Konsep-konsep moral adiluhung mendapat tantangan dari sinisme dan amoralitas. Kemapanan dipertanyakan luas. Pola hidup serba instan dan kacau menyerang kesehatan jiwa krama Bali. Saat ini, peradaban Bali tampaknya mengerut tipis dan kerdil. Elite pakraman sering berbicara tentang kemakmuran dan kesejahteraan sosial. Kemerdekaan sering didengungkan lepas. Mereka menyamakan cita-cita kebebasan menjadi persis seperti diri mereka sendiri. Namun, kenyataannya krama Bali semakin terseret ke dalam ruang yang mencemaskan.
Elite pakraman memuja-muji paras paros, salulung sabayantaka. Persamaan hak dan derajat adalah absolut. Namun kenyataannya, frasa itu sering dibuat menjadi hukuman terhadap keunggulan. Slogan itu tidak lebih dari sebuah frasa yang justru membelenggu inisiatif. Desa pakraman sering bertumpu pada kekosongan makna Tri Hita Karana. Akibatnya, lahirlah piranti keras dan lunak desa pakraman yang tidak berkesesuaian dengan konsep kebenaran, kehormatan, dan keadilan.
Berabad-abad Bali terbangun dan terbentuk berdasarkan konsep geometri Riemann, matematikawan Jerman. Menurut Riemann bahwa keluasan ruang sebenarnya terbatas. Demikian pula dengan ruang gumi Bali yang sangat terbatas. Bila luas ruang Bali dilanggar, maka akan berakibat fatal terhadap kala dan patrum Bali yang esensial. Sistem geometri Euklid tidak dapat diterapkan di gumi Bali. Konsep Euklid yang dikagumi dunia menganut konsep garis. Asumsinya, apabila Bali terus dibangun ruangnya, maka ia akan sampai pada titik akhir yang dituju. Kenyataannya tidak demikian. Semakin luas ruang Bali dizalimi, maka semakin mustahil kesejahteraan lahir dan batin dicapai.
Eksistensi Bali sudah lama terwujud dan diakui dunia. Saat ini, upaya yang diperlukan adalah menjaga eksistensi tersebut, berapapun biaya dan risikonya. Segala aturan yang ada termasuk RTRW harus diarahkan untuk menjaga eksistensi tersebut, bukan justru menghancurkan dengan aturan-aturan yang diciptakan sendiri. Pertanyaan yang mendasar adalah: apakah kita memahami eksistensi dan makna dari eksistensi tersebut secara baik dan benar? Kalau belum, marilah kita belajar tentang kearifan masa lalu yang telah dipahami dan diamalkan oleh leluhur orang Bali. Penemuan Einstein tentang teori relativitas justru jangan menjadikan kita merusak jam dinding. Di sinilah diperlukan kesehatan rohani krama Bali. Adagium olahraga yang terkenal berbunyi: dalam jasmani yang sehat bersemayan rohani yang sehat pula. Semoga. 7
1
Komentar